Tan Malaka Sang Bapak Republik Dipulangkan ke Kampungnya

Hengky Novaron Arsil (tengah), penerus gelar Datuk Tan Malaka sekaligus generasi ketujuh keluarga besar Sutan Ibrahim Tan Malaka, dalam upacara adat di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, pada Januari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA.co.id - Kerapatan Adat Keselarasan Bungo Setangkai Suliki 50 menggelar upacara penjemputan dan pemulangan jasad Sutan Ibrahim atau Datuk Tan Malaka di kampung sang Pahlawan Nasional di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, pada Kamis, 13 April 2017.

Sosok Ini yang Membuat Adik KH Agus Salim Tertarik Masuk Katolik

Lembaga adat yang terdiri ninik mamak (tokoh adat yang dihormati) itu mengawali rangkaian upacara yang disebut Khaul Penutup dengan ritual Maarak Kabau (mengarak kerbau). Setiba di kampung halaman Tan Malaka, kerbau itu disembelih tepat di depan halaman kantor Wali Nagari untuk Pesta Adat.

Jasad Tan Malaka Sang Bapak Republik Dipulangkan ke Kampung Halaman

Kisah Chalid Salim, Adik KH Agus Salim yang Memilih Agama Katolik

Hengky Novaron Arsil (kanan), penerus gelar Datuk Tan Malaka sekaligus generasi ketujuh keluarga besar Sutan Ibrahim Tan Malaka, dalam upacara adat di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, pada Januari 2017. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Ritual Maarak Kabau sekaligus menandai penyematan gelar Datuk Tan Malaka dari mendiang Sutan Ibrahim kepada Hengky Novaron Arsil, generasi ketujuh penerus takhta gelar Tan Malaka. Gelar yang sebetulnya diteruskan secara turun-temurun itu selama ini terhenti di Sutan Ibrahim karena keberadaannya menjadi misteri berpuluh tahun.

Panglima TNI Usulkan Doni Monardo Jadi Pahlawan Nasional

“Ini dikarenakan makam (Sutan) Ibrahim selama ini belum ditemukan," kata Ferizal Ridwan, Wakil Bupati Limapuluh Kota, saat menghadiri upacara adat itu.

Pemulangan jasad sekaligus pemindahan makam Sutan Ibrahim dari Kediri di Jawa Timur ke Limapuluh Kota di Sumatera Barat menyempurnakan estafet gelar Datuk Tan Malaka kepada Hengky Novaron Arsil.

Sutan Ibrahim adalah generasi keempat Tan Malaka. Orang pertama sampai keenam yang menyandang Datuk Tan Malaka itu, antara lain, Amat Datuk Tan Malaka, Ma'Ali Datuk Tan Malaka, Abu Tahir Datuk Tan Malaka, Ibrahim Datuk Tan Malaka, Somat Datuk Tan Malaka, dan Abdul Muis Datuk Tan Malaka. Gelar itu kini diteruskan Hengky Novaron Datuk Tan Malaka. 

Bapak Republik

Sutan Ibrahim Tan Malaka ialah pembela kemerdekaan Indonesia sekaligus tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Dia adalah tokoh pertama penggagas Republik Indonesia melalui buku Naar de Republiek Indonesia yang ditulisnya pada 1925.

Setelah pemberontakan PKI/FDR di Madiun ditumpas pada akhir November 1948, Tan Malaka menuju Kediri dan mengumpulkan sisa-sisa pemberontak di sana. Dia kemudian membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi.

Tan Malaka ditangkap bersama beberapa pengikutnya di Pethok, Kediri, Jawa Timur, dan mereka ditembak mati di sana pada Februari 1949. Tak ada yang tahu tempat Tan Malaka dimakamkan selama puluhan tahun.

Misteri pusara Bapak Republik itu akhirnya terungkap berdasarkan penelusuran Harry A Poeze, seorang sejarahwan Belanda yang selama ini meneliti riwayat Tan Malaka. Harry menyebutkan bahwa yang menangkap dan menembak mati Tan Malaka pada 21 Februari 1949 adalah pasukan TNI di bawah pimpinan Letda Soekotjo dari Batalion Sikatan, Divisi Brawijaya.

Pada 12 September 2009, berkat petunjuk Harry, sebuah makam yang diduga kuat kuburan Tan Malaka ditemukan di Selopanggung, Kediri. Makam itu kemudian dibongkar oleh tim forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Berdasarkan hasil uji kerangka, 99 persen jenazah yang ditemukan itu cocok dengan Tan Malaka.

Pemulangan jasad

Jasad Tan Malaka kemudian dipulangkan dari Kediri di Jawa Timur untuk dimakamkan lagi di kampung halamannya di Pandan Gadang, Nagari Suliki, Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Pemakaman ulang itu sebenarnya hanya simbolik karena jasad yang dibawa hanya tanah liat yang diambil dari makam Tan Malaka di Selopanggung, Kediri. Tan Malaka ibarat sudah menunaikan janji utang kepada orang kampung bahwa kelak ia akan pulang ke kampung halaman, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.

Berdasarkan hasil musyawarah Sepakat Alam yang dilakukan majelis beradat, pelepasan delegasi penjemputan dan pemulangan jasad Tan Malaka dilaksanakan selama lima hari pada 13-16 April 2017. Ritual adat itu disebut Khaul Penutup.

Upaya pemindahan makam Tan Malaka agar pemerintah mampu memberikan perhatian lebih besar kepada Sang Pahlawan. Sejak makam Tan Malaka kali pertama ditemukan, pemerintah dianggap kurang peduli. Di Selopanggung, makam Tan Malaka memprihatinkan. Ketika keluarga mulai merenovasi dan mewacanakan pemindahan makam itu, muncullah perhatian dari pemerintah. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya