Mahfud MD Ungkap Penyebab Intoleran Marak di RI

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Sumber :
  • VIVA/Bayu Januar

VIVA.co.id – Maraknya tindakan intoleransi dan adanya gerakan dari kelompok-kelompok radikal yang berlatar belakang agama yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia karena ingin mengganti Pancasila. Menurut Mahfud MD, gerakan itu muncul karena krisis keadilan, terutama dalam penegakan hukum dan kesenjangan sosial yang semakin melebar.

Angkat Isu Keberagaman Agama, Film Ahmadiyah's Dilemma dan Puan Hayati Curi Perhatian

"Jadi kalau mau mengobati maka harus ada penegakan hukum yang adil bagi semua dan menekan kesenjangan sosial yang ada," kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, dalam acara Dialog Kebangsaan di Aula Homes Stay Kusuma di Jalan Parangtritis, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Sabtu 4 Februari 2017.

Menurutnya, FPI itu gerakan radikal, namun pengikut FPI jumlahnya tidak banyak, sekitar satu atau dua juta saja. Namun masyarakat yang merasakan ketidakadilan ikut dengan FPI sehingga terkesan jumlahnya banyak.

Kiai di Subang dan Indramayu Yakin Ganjar-Mahfud Bisa Berantas Radikalisme dan Intoleransi

"Coba kalau Habib Riziq berdemo dengan membawa isu ketidakadilan maka akan banyak orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan akhirnya bergabung. Tapi coba lihat kalau Habib Riziq terkena masalah pribadi karena pelaporan ternyata pengikutnya hanya itu-itu saja," ujarnya.

Keadilan juga terjadi dalam bidang ekonomi yaitu kesenjangan ekonomi mencapai 4,10 persen. Kekayaan hanya dinikmati segelintir orang namun yang miskin banyak sekali.

Dialog Lintas Iman Tokoh Agama Digelar Berani, Untuk Perkuat Toleransi

"Memang pertumbuhan ekonomi kita baik yaitu lima persen namun nilai pertumbuhan ekonomi satu persen itu hanya menyumbang 200 ribu tenaga kerja. Kalau lima persen berarti menyumbang dua juta tenaga kerja. Padahal pengangguran kita 10 juta," kata dia.

Guru besar UII ini juga mengatakan satu persen penduduk Indonesia menguasai 70 persen lahan di Indonesia dan 99 persen penduduk Indonesia berebut menikmati 30 persen lahan di Indonesia. "Betapa besarnya kesenjangan yang ada di Indonesia," ujarnya.

Yang lebih parah lagi, kata Mahfud, saat ini hukum sudah bisa dibeli, tidak lagi hilir (pengadilan) namun di hulunya (pembuat UU). Dampaknya jika hukum sudah bisa dibeli di hulu maka rakyat banyak yang akan dirugikan.

"Kalau di tingkat hilir mungkin hanya satu saja yang dirugikan. Nah faktor-faktor itu tadi yang menurut saya menyebabkan munculnya gerakan intoleran dan kelompok-kelompok radikal di Indonesia," tutur dia.  (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya