KUR Pilihan Mudah & Bantu Proses Adaptif Bagi Petani

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron
Sumber :

VIVA.co.id – Pemerintah telah meluncurkan berbagai kredit program dengan insentif yang diberikan kepada debitur terbatas berupa subsidi suku bunga, namun masih tetap melalui prosedur skim perbankan pada umumnya. Hal tersebut dilakukan dalam rangka membantu dan memberdayakan para petani dan peternak serta pelaku agribisnis.

Mendag Zulhas Tegas Tolak Impor Bawang Merah di Tengah Lonjakan Harga

Namun, Deputi Koordinasi Ekonomi Makro dan Mikro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Bobby Hamzah Rafinus menyampaikan bahwa, pemerintah akan memberikan prioritas kredit pada usaha mikro. Sejak awal, lanjutnya, kredit usaha rakyat (KUR) didesain untuk membantu usaha kecil dan menengah namun pertanian masih belum adaptif dan aktif dalam aktivitas KUR.

“KUR sudah dimulai sejak 2007, dengan jumlah kredit Rp178 miliar. Pola yang dicapai oleh KUR masih tampak sama dengan pola bank pada umumnya, maka diharapkan KUR dapat berbeda dan semakin tersalurkan secara tepat guna bagi yang membutuhkan,” kata Bobby Hamzah di Komplek DPR RI, Senayan Selasa 6 Desember 2016.

Kementan Gencarkan Pompanisasi dan Olah Tanah serta Percepat Tanam Padi

Selain itu, dengan memperluas basis data, proses penyaluran KUR diharapkan akan terjalin integritas dan peningkatan penggunaan KUR dan meningkatkan produksi pertanian.

“Dengan bekerjasama dengan kementerian terkait, bekerjasama dengan pemerintah daerah, serta pendampingan terhadap proses penyalurannya,” lanjutnya.

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi, Untungkan Petani

Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman, Transmigrasi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (Dirjen PKP2Trans Kemendes PDTT) Ratna Dewi Andriati menyampaikan, Kemendes PDTT telah melakukan pengecekan.

“Di salah satu daerah, terdapat 29 penyalur (KUR) dan hanya ada 1 koperasi. KUR di sektor pertanian 16 persen. Ternyata KUR nya lebih banyak kepada perdagangan dan jasa,” ujar Ratna Dewi.

Menurutnya, Kemendes PDTT menargetkan KUR sebanyak Rp100-120 triliun. Sektor yang dibiayai KUR meliputi perikanan, perdagangan, pertanian, dan jasa. “Nanti ada subsidi bunga seperti subsidi imbal-jasa,” lanjutnya.

Peluang desa sebagai lembaga penyalur KUR juga boleh melakukan kesejahteraan melalui badan usaha milik desa (BUMDES). Hal tersebut dilakukan agar terjadi pemerataan mengingat baru sedikit desa yang masuk kategori desa maju.

“Itu sudah ada di Undang-Undang, Kita melakukannya melalui BUMDES. Sekarang baru ada 173 desa maju, 3.610 desa berkembang, 33.948 desa tertinggal, dan 22.916 desa sangat tertinggal. Jadi pertanian tidak mungkin mendukung semuanya, tapi pertanian bisa didukung oleh sektor pariwisata,” kata Ratna.

Di sisi lain, Direktur Pengelolaan Air Irigasi Kementerian Pertanian Tunggul Iman Panudju menyayangkan keluhan masyarakat terkait masalah-masalah bidang pertanian.

“Banyak hal-hal di luar kewenangan kita, tapi masyarakat mengharapkan kepada kita,” ujar Tunggul.

Menurut Tunggul Panudju, permasalahan mengenai lahan sebenarnya bisa dikategorikan buruk baik dilihat secara sadar atau tidak. Permasalahan tersebut meliputi alih-fungsi lahan dan kepemilikan lahan.

“Banyak lahan kita belum terjamah, dengan sadar atau tidak, sekitar 107 ha sawah kita hilang. Hal tersebut tidak lagi ada dalam cakupan Kementan saja, namun sudah mencakup ranah pemerintah daerah setempat juga. Terlalu naïf jika hanya menggantungkan tanggung jawab masalah tersebut pada Kementan saja,” katanya.

Namun demikian, dirinya menjelaskan Pemerintah telah memberikan banyak bantuan seperti agunan, berupa benih, pupuk dan sebagainya, namun bantuan tersebut masih belum dioptimalkan sebagai modal. Ada juga berbagai bantuan bersifat non-agunan yang dipergunakan untuk meningkatkan tambahan infrastrukrur pendukung.

“Contoh bantuan non-agunan seperti jaringan irigasi tersier dapat meningkatkan hasil tani, sebut saja irigasi yang telah dikembangkan di Bandung, dikembangkan dari IP semula 1,3 mendekati 2. Hal tersebut kan kemajuan yang baik. Begitupula dengan pembangunan sawah tadah hujan, meningkatkan kali panen, dari semula dua kali panen setahun, menjadi tiga kali panen setahun. Saya dengar, Kemendes PDTT ada Rp22,6 triliun untuk pengadaan air. Kami menyambut baik,” kata Tunggul.

Di sisi pelaksana, Vice President PT SMART Reza Andriansyah menyampaikan bahwa, sektor kelapa sawit telah mempekerjakan sekitar 5,3 juta jiwa. Sekitar USD 19 miliar dihasilkan dari kelapa sawit. Ia mengharapkan program KUR dapat lebih bersahabat dengan para pelaku usaha, terutama di bidang pertanian.

“Kalau bisa dalam program KUR diadakan ‘KUR tani’. Karena kelapa sawit membutuhkan masa tenggang 5 tahun setelah panen. Dengan bunga tetap, sesuai dengan masa layak panen sawit. Maksimum kreditnya per hektar, per koperasi. Kalau ke per petani jumlahnya sangat besar,” ujarnya.

Ia mengharapkan, administrasi KUR kiranya dapat berperan adaptif dalam mengontrol dan mengawasi jalannya KUR. SMART memiliki inisiatif sebesar 500.000 per bulan per hektar.

“Kami ajukan KUR Ritel, lalu di-refinance. Jangka waktunya sampai 10 tahun. Untuk lebih adaptif, kami mengajukan pencairan KUR per koperasi. Karena petaninya belum siap. Beban bunga petani di review setiap bulan. Susah untuk koperasi membayar bunga, semoga bunganya tetap. Semoga KUR menjadi lebih adaptif,” katanya.

Di sisi pasar modal, Kepala Penelitian PT UBS Securities Indonesia Joshua Arief Tanja mencatat saham BRI Rp 282 triliun dengan 57 persen milik pemerintah dan 43 persen milik publik, 28 persen lokal dan 72 persen asing.

“Kami bergerak di bidang pasar modal. Saat ini, BRI mengalami kemunduran dibanding bank lain seperti BCA yang tercatat 10 persen dan Mandiri 13 persen,” ujar Joshua.

Sementara itu, Pimpinan Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menyampaikan peran legislatif dalam pelaksanaan KUR bahwa permasalahan pertanian hanyalah masalah kultural. Pada saat ini, para petani kurang adaptif terhadap pembiayaan atau perkreditan.

“Terkait peraturan, kebijakan terus dilakukan secara legislasi seperti peningkatan anggaran, namun para petani masih kurang adaptif dalam kegiataan ekonomi, khususnya Bank. Namun, tak dapat dipungkiri infrastruktur juga masih kurang menjembatani petani dan pembanguan pertanian, seperti pembangunan irigasi, pengelolaan lahan dan sebagainya. Kelembagaan yang kuat juga harus dapat mendukung. Keniscayaan pembangunan masyarakat sedikit banyaknya pasti menggerus lahan petani, hal ini merupakan realitas kehidupan yang nyata,” kata Herman Khaeron.

Menurut Herman, KUR merupakan pilihan yang sangat mudah dijangkau dan membantu dalam proses adaptif bagi petani, terutama petani kecil. Dengan harapan gerak pertanian terutama sektor pangan dapat terkontrol dengan semestinya.

“Agar dapat mewujudkan hajat hidup masyarakat Indonesia dengan tetap dipegang kendali oleh petani selaku masyarakat Indonesia itu sendiri,” kata Wakil Ketua Komisi IV ini.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya