Makar, Ancaman Hukumannya Mati

Kapolda Metro Jaya saat konferensi pers di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

VIVA.co.id – Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan menegaskan, kepolisian tidak melarang masyarakat menyampaikan pendapat atau melakukan unjuk rasa. Namun, hal itu harus dilakukan sesuai ketentuan.

Hattrick! Pendeta Gilbert Dilaporkan Lagi soal Penistaan Agama ke Polda Metro

Hal itu dikatakan Iriawan saat konferensi pers terkait aksi unjuk rasa pada 2 Desember mendatang. "Jadi Polri tidak melarang orang berunjuk rasa, berdemonstrasi atau menyampaikan pendapat di muka umum tapi ada ketentuan yang berlaku," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa, 22 November 2016.

Dalam konferensi pers kali ini, turut hadir Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Jupan Royter, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Masyhudi, Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Teddy Lhaksamana, Panglima Komando Operasi Angkatan Udara 1 Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna, dan Kepala Staf Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Pertama Yudo Margono.

Nasib 5 Polisi yang Ditangkap Terkait Narkoba di Depok

Maklumat bernomor: Mak/04/XI/2016 tentang penyampaian pendapat di muka umum, menurut Iriawan, dibuat untuk mengingatkan kembali masyarakat, berkaitan dengan penyampaian pendapat di muka umum.

Kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.  "Di sana ada bagaimana kewajiban, larangan dan sanksi yang mengatur penyampaian pendapat di muka umum," katanya.

Terkuak, Identitas Mayat Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa senjata tajam, senjata pemukul atau benda-benda yang membahayakan.

Larangan lainnya yaitu tidak boleh mengganggu ketertiban umum, dilarang merusak fasilitas umum, dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan raya atau arus lalu lintas, tidak boleh melakukan provokasi yang bersifat anarki maupun yang mengarah kepada suku, agama, ras dan antargolongan (sara).

Selain itu, dalam penyampaian pendapat dilarang melakukan kejahatan terhadap keamanan negara berupa makar terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden RI, makar hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan makar dengan menggulingkan pemerintah Indonesia.

"Terhadap perbuatan tersebut dapat dihukum mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun dan atau melakukan tindak pidana lainnya, sebagaimana dimaksud dalam KUHP dan atau dalam undang-undang yang berlaku," ujar Iriawan.

Terkait aksi ibadah salat Jumat di Jalan Sudirman-Thamrin, Iriawan mengatakan, hal tersebut tidak diperbolehkan sesuai undang-undang yang berlaku. Sebab, hal tersebut dapat mengganggu ketertiban umum dan aktivitas yang lainnya.

"Seyogyanya kalau salat Jumat ada masjid, banyak masjid tersebar di jalan protokol tersebut, sehingga aktivitas masyarakat lain bisa tetap jalan. Kita tahu jalan protokol Sudirman Thamrin itu urat nadi lalu lintas khususnya di Jakarta," katanya. (ase)


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya