Pejabat AS Beberkan Soal Freeport dan HAM Papua

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Brian McFeeters.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agustinus Hari

VIVA.co.id – Kuasa Usaha merangkap Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Brian McFeeters, membeberkan persoalan seputar hak asasi manusia dan perusahaan tambang Freeport di Papua kepada mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado, Rabu 2 November 2016. Kedua hal tersebut menjadi isu sentral dalam kuliah umum yang diberikan Brian di universitas tersebut.  

AS Perpanjang Pembebasan Tarif Bea Masuk untuk Indonesia

Dalam kesempatan tersebut, Maximus Watung, salah satu mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi menanyakan pada Brian menyangkut perhatian pemerintah Amerika terhadap Freeport. Bukan apa-apa, kata Maximus, karena Freeport adalah perusahaan tambang yang berasal dari Negeri Paman Sam.

“Ini juga saya rangkaian dengan tanya menyangkut masalah-masalah pelanggaran HAM di Papua. Apakah pemerintah Amerika memperhatikannya,” kata dia, seraya menyebut pertanyaan itu mewakili sejumlah mahasiswa Papua yang mengenyam pendidikan tinggi di Unsrat.

Jimly Asshiddiqie: Menlu AS Datang Bujuk RI Tak Berpihak ke China

Brian membenarkan bahwa Freeport berasal dari negaranya. Setahu dia perusahaan itu mempekerjakan 30 ribu tenaga kerja, namun aktivitas perusahaan itu tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah Amerika.

“Freeport adalah perusahaan swasta, tidak ada hubungannya dengan kami, soal urusan Freeport dengan Indonesia kami kira itu adalah hubungan antara perusahaan dan pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Mengenal Sung Yong Kim, Dubes Baru Amerika Serikat untuk Indonesia

Terkait HAM, menurut dia setiap tahun pemerintah Amerika menerima laporan-laporan masalah itu dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Laporan dimaksud disusun secara objektif agar mereka bisa mengetahui kondisinya secara komprehensif.  

“Kami mendorong agar isu-isu HAM terus didukung,” kata Brian.

Kedutaan Amerika berkunjung ke Unsrat untuk melakukan kuliah umum bertema agenda pemilihan presiden di Amerika Serikat. Ratusan mahasiswa Fakultas Hukum dan staf pengajar hadir dalam pertemuan itu.

Usai Brian menjelaskan sistem pemilihan politik di negaranya, berbagai pertanyaan segera diajukan para mahasiswa. Mereka menanyakan tentang peluang program pendidikan yang bisa dibiayai oleh pemerintah Amerika hingga isu-isu sentral menyangkut hubungan diplomatik, kepedulian terhadap lingkungan hingga masalah kemajemukan.

Pimpinan Fakultas Hukum Unsrat, Ralfie Pinasang, menegaskan perhatian Amerika terhadap dunia pendidikan tinggi di Manado sangat tinggi. Pilihan mengunjungi Unsrat diyakininya menunjukkan Amerika bisa memberi keleluasaan pada putra-putri yang akan berstudi di sana.

“Ini baru pertama kali dikunjungi Dubes Amerika dan kami merasa bangga,” kata Ralfie.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya