Ini yang Harus Dilakukan untuk Kejar Target Pajak 2017

Sosialisasi Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Penerimaan pajak yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 sebesar Rp1.272 triliun dianggap lebih realistis dibandingkan target tahun lalu. Namun, tanpa adanya reformasi perpajakan, sulit bagi kas negara untuk bisa menjadi stimulus fiskal bagi perekonomian.

Yuk Simak! Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional 2022

Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede saat berbincang dengan VIVA.co.id mengingatkan, pasca berakhirnya pelaksanaan program kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), reformasi perpajakan secara menyeluruh menjadi harga mati bagi pemerintah untuk dilakukan.

“Data base dari tax amnesty, didukung dari sistem perpajakan yang baik, bisa mengoptimalisasi penerimaan,” kata Josua, Jumat 28 Oktober 2016.

Buka Beasiswa LPDP 2022, Menkeu Minta Pengelola Dana Abadi Transparan

Josua memandang, dengan teroptimalisasinnya penerimaan pajak, maka potensi kekurangan penerimaan (shortfall) pajak pun bisa lebih diminimalisasi. Sehingga, pemerintah masih memiliki ruang fiskal untuk mendorong perekonomian nasional.

Berkaca pada tahun ini, shortfall pajak dalam APBN Perubahan 2016 diperkirakan di kisaran Rp213 triliun. Defisit anggaran kemudian diproyeksikan melebar di rentang 2,5-2,7 persen hingga akhir tahun. Situasi ini, kata Josua, tentu harus menjadi pelajaran dalam mengelola keuangan negara tahun depan.

Sri Mulyani: Subsidi Jadi Belanja APBN Terbesar pada Januari 2022

Target penerimaan pajak tahun depan meliputi Pajak Penghasilan (PPh) non minyak dan gas sebesar Rp752 triliun, pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp494 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp17 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp8,7 triliun.

Menurut Josua, penerimaan pajak mau tidak mau tetap menjadi andalan tahun depan. Sebab, sektor pertambangan yang berkontribusi terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak saat ini masih melesu.

Apalagi, tidak ada indikasi pasti, sektor tersebut bisa bergeliat tahun depan. “Ekonomi masih slowing. Kami lihat industri pertambangan relatif belum terlalu menggembirakan,” ujarnya.

Belum ampuh

Pertumbuhan ekonomi tahun depan diproyeksikan di angka 5,1 persen. Investasi dan konsumsi rumah tangga, masih menjadi peluru utama untuk menggenjot pertumbuhan. Alasannya, aktivitas perdagangan internasional pun sampai saat ini belum menunjukan arah perbaikan.

Josua menilai, dengan adanya reformasi perpajakan, maka APBN bisa menjadi instrumen yang dapat dijadikan stimulus meningkatkan pertumbuhan. Namun, tanpa dibarengi dengan bauran kebijakan moneter, maka sulit bagi instrumen fiskal dapat bekerja secara optimal. “Kebijakan moneter sampai saat ini belum ampuh,” katanya.

Josua mencontohkan, bauran kebijakan Bank Indonesia yang berkali-kali menurunkan tingkat suku bunga acuan pada tahun ini belum direspons cepat oleh perbankan. Padahal, tujuan utama dari pelonggaran kebijakan moneter bank sentral adalah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.

“Sampai september, suku bunga kredit baru turun 60 basis poin. Ini belum bisa mendongkrak daya beli,” tutur Josua.

Maka dari itu, dengan semakin terbukanya ruang fiskal dan stimulus kebijakan moneter, maka tentu akan memiliki implikasi positif terhadap perekonomian.

Bukan tidak mungkin, target pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa bergeliat, bahkan melebihi target yang ditetapkan. “Ruang pelonggaran dari sisi fiskal, dan ada stimulus untuk mendorong daya beli,” ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya