Twitter PHK Karyawan, Pengamat Salahkan Jack Dorsey

Logo media sosial Twitter terlihat di tengah kelopak mata.
Sumber :
  • Reuters/Fabrizio Bensch

VIVA.co.id – Twitter dikabarkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) delapan persen karyawannya atau sekitar 300-an orang. PHK tersebut akan diumumkan pada akhir bulan ini.

Ada Program JKP, Pekerja Ditegaskan Tak Dipungut Iuran Baru

Diberitakan Reuters, Selasa, 25 Oktober 2016, isu PHK karyawan Twitter berhembus dari narasumber yang mengetahui rencana tersebut. Kemungkinan PHK akan diumumkan sebelum laporan laba perusahaan pada kuartal ketiga tahun ini, tepatnya pada hari Kamis setempat.

Rencana pemangkasan jumlah karyawan di tubuh Twitter ini bukan pertama kalinya. Media sosial berlogo burung biru itu, pada tahun lalu telah mengungkapkan rencana untuk PHK 336 karyawan. Padahal ketika itu, tampuk kepemimpinan baru beralih dari Dick Costolo ke Jack Dorsey.

Pekerja Kena PHK Masih Berhak Dapat Pesangon Meski Sudah Ada JKP

Belum diketahui secara jelas, alasan Twitter kembali mengutarakan rencana PHK kepada karyawannya. Namun, Reuters menyebutkan, PHK disinyalir dampak dari tak menentunya masa depan perusahaan. Terlebih, Salesforce.com yang menghentikan penawaran untuk membeli Twitter.

Dengan kapitalisasi pasar sekitar US$12,76 miliar dan kehilangan sekitar US$400 juta per tahun, Twitter dinilai terlalu mahal untuk diakuisisi oleh perusahaan lainnya.

Akademisi Ungkap Penyebab Utama Aturan JHT Jadi Polemik

Sebelumnya, Twitter telah memberi tanda kalau pihaknya pada September kemarin akan memberhentikan sejumlah karyawan mereka, salah satunya pusat pengembangan di Bengaluru, India.

Berdasarkan laporan terakhir pada bulan Juni lalu, jumlah total karyawan yang dimiliki oleh Twitter secara global mencapai 3.860 orang. Kamis menjadi penentu bagi ratusan karyawan Twitter. 

Kesuksesan sekaligus kegagalan

Salah satu penulis senior dalam majalah Fortune, Mathew Ingram menganalisa, dinamika Twitter sebagai kisah keberhasilan sekaligus kegagalan. 

Dalam episode keberhasilan, bisa dilihat dari pemakaian maupun pengguna Twitter. Perusahaan telah mampu mengelola nilai layanan US$17 miliar yang dipakai lebih dari 300 juta pengguna di seluruh dunia. 

Sebagai media sosial, Twitter juga berhasil menjadi sebuah alat dan memberi dampak pada momen penting. Misalnya, Twitter menjadi vital dalam media komunikasi pada periode Konflik Arab sampai 'populernya' Donald Trump dalam persaingan pemilihan Presiden Amerika Serikat. 

Namun demikian, Twitter juga mengalami episode buruk. Twitter telah gagal untuk mengkapitalisasi dan mengelola dengan baik pertumbuahn atau strategi perusahaan.

Periode buruk itu dirasakan Dorsey padahal sudah setahun menduduki kursi CEO permanen, meneruskan Costolo.

Dikutip dari laman Investor, laba bersih per lembar saham Twitter diperkirakan akan turun 10 persen dibanding laba pada tahun sebelumnya. Sementara analis memperkirakan laba bersih per lembar saham Twitter belum bisa bangkit alam dua kuartal ke depan, yaitu kuartal terakhir tahun ini dan kuartal pembuka pada 2017. 

Analis juga berpendapat, seharusnya pendapat yang dikantungi Twitter bisa naik 6 persen menjadi US$606 juta per tahun. Namun penurunan performa perusahaan itu memang berdampak pada penurunan nilai saham. 

Analis mencatat kemungkinan dengan episode buruk dua kuartal ke depan, maka itu akan menjadi pelambatan pendapatan Twitter selama sembilan kuartal berturut-turut. Sejak kuartal kedua 2014, tercatat pertumbuhan pendapatan Twitter terus menurun hingga kini. 

Kegagalan pertumbuhan perusahaan, tak pelak membuka peluang perusahaan lain untuk mengambil alih Twitter. Namun meski di awal-awal banyak peminat potensial yang mengajukan penawaran, belakangan semuanya tak melanjutkan niat membeli Twitter. 

Tercatat beberapa calon peminang Twitter yaitu Alphabet, induk perusahaan Google, Walt Disney, Salesforce sampai Apple. 

Sisi lainnya kegagalan Twitter juga dilihat dari peran Dorsey, yang saat ini sebenarnya menduduki dua kursi CEO. Selain menahkodai Twitter, Dorsey juga menjadi CEO perusahaan mobile, Square. Hal ini dipandang turut berkontribusi bagi kegagalan mendongkrak performa perusahaan. 

Peran CEO ganda  Dorsey itu mendapat soroan dari investor legendaris, Bill Miller.  Dia mengatakan dengan menjadi CEO dua perusahaan, menurutnya akan sangat menyulitkan bagi perusahaan yang dikembangkan. 

"Gila memiliki Jack Dorsey yang menjadi CEO paruh waktu di perusahaan dengan problem yang dimiliki Twitter," jelas Miller dalam sebuah acara dikutip dari CNBC. 

Miller berpendapat, dengan memerankan CEO paruh waktu, maka itu bisa saja bawahannya Kepala Finansial (CFO) bisa melakukan hal serupa. 

"Jika CEO paruh waktu masuk akal, maka akan masuk akal pula CFO paruh waktu, Kepala Teknologi perusahaan paruh waktu. Hal itu sangat tidak masuk akal," kritiknya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya