Eks Teroris Prediksi Dampak pada RI jika ISIS di Irak Hancur

Pelaku penyerangan polisi di Pos Polisi Yuppentek, Tangerang Kota, Kamis, 20 Oktober 2016.
Sumber :
  • istimewa

VIVA.co.id - Serangan sporadis yang dilakukan SA terhadap anggota Kepolisian RI di pos polisi lalu lintas Kota Tangerang pada Kamis, 20 Oktober 2016, mencuatkan isu terorisme yang beberapa waktu terakhir mulai redup. Sebab, di lokasi kejadian, polisi menemukan stiker berlogo Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Cerita Dian Sastro Dikepung Makhluk Gaib Saat Baru Mualaf: Gue Rasanya Kaya Mau Mati

Sebelum serangan di Tangerang, serangan bom terhadap instansi Kepolisian juga terjadi di pos penjagaan Markas Kepolisian Resor Surakarta, Jawa Tengah, pada Agustus 2016. Serangan itu juga diduga berkaitan dengan jaringan kelompok teroris paling kesohor kini, yakni ISIS.

Namun, bagi mantan aktivis radikal Islam dan teroris asal Lamongan, Jawa Timur, Ali Fauzi Manzi, pola serangan yang terjadi dari sejumlah peristiwa belakangan ini justru memperlihatkan melemahnya ISIS dan jaringannya di Indonesia. Menurutnya, pola serangan pelaku amatiran dan superkarbitan.

5 Perwira Polri Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa usai Lumpuhkan Gembong Bom Bali Dr Azhari

Fauzi menuturkan, sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan ancaman ISIS sekarang. Sebab tidak ada lagi tokoh lokal kelompok radikal yang beroperasi di Tanah Air. Para pemain sejati teror dari sejumlah negara, termasuk Indonesia, kini menyatu di basis ISIS di Irak dan Suriah. "Kalau pemain lokal sekarang ecek-ecek semua," katanya dihubungi VIVA.co.id pada Kamis, 20 Oktober 2016.

Secara kemampuan, kata Fauzi, memang pemain lokal sekarang bisa mengoperasikan senjata api jenis apapun. Tapi kemampuan merakit dan mengoperasikan bom jauh dari hebat. "Mereka tidak bisa membuat bom, tidak memiliki skill engineering (kemampuan merakit bom),” ujar mantan instruktur bom Jamaah Islamiyah perwakilan Jawa Timur itu.

Polri Ungkap Peran 10 Terduga Teroris yang Ditangkap di Solo Raya

Adik dari bomber Bali, Amrozi, itu lantas membedakan bom yang biasa digunakan kelompok teror di Indonesia dari tahun ke tahun. "Dari tahun 2000 sampai 2009, bom yang digunakan gede-gede. Bobot bomnya satu ton, 450, 350, 250 kilogram, mematikan," kata Fauzi.

Sedangkan dari tahun 2009 sampai sekarang, bom yang digunakan para pelaku teror disebutnya ecek-ecek. "Kenapa? Karena dilakukan oleh pemain lokal. Dilakukan oleh orang-orang yang hanya dilatih seminggu, dua minggu, kemudian disuruh beraksi. Hasilnya sangat mengecewekan bagi kelompok ini," ujar Fauzi.

Sebetulnya, kata Fauzi, hal yang perlu diwaspadai oleh Indonesia adalah mulai melemahnya kekuatan ISIS di Irak dan Suriah karena digempur hebat oleh pemerintahan Irak dan pasukan gabungan antiteror sejumlah negara. "Ke depannya ISIS tetap akan jadi ancaman, apalagi ISIS di Irak mendapatkan gempuran dari pemerintahan Irak," katanya.

Jika terdesak, katanya, semua aktivis ISIS di Irak dan Suriah akan pulang ke negara asal masing-masing, termasuk mereka yang asal Indonesia. "Yang saya khawatirkan kalau mereka pulang ke Indonesia. Baru akan muncul playmaker sejati. Kalau sekarang yang bermain pemain lokal semua. Yang di sini pemain ecek-ecek semua," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya