- www.osce.org
VIVA.co.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Pemerintah Indonesia menginventarisasi anak-anak yang menjadi korban penculikan saat terjadi konflik antara Indonesia dengan Timor Leste periode 1975 sampai 1999.
Komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga mengatakan, pemerintah harus menginventarisir anak korban konflik Timor Leste agar secepatnya bisa bertemu dengan keluarga yang puluhan tahun terpisah. "Tentunya saat ini anak-anak itu sudah tua karena ada yang dibawa tahun 1976 bahkan ada yang dibawa tahun 1980. Pendataan itu harus dilakukan pemerintah," kata Sandra dalam diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Agustus 2016.
Komnas HAM juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan Pemerintah Timor Leste untuk mencari keluarga korban yang dibawa secara paksa ke Indonesia. "Pemerintah Indonesia harus memfasilitasi mereka untuk berkunjung ke Timor Leste bertemu keluarga . Selama ini Pemerintah Timor Leste telah mengalokasikan anggaran untuk menanggung biaya mereka dari Indonesia ke Timor Leste," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus membantu korban untuk memiliki dokumen lengkap seperti akta kelahiran, kartu tanda penduduk dan paspor agar para korban penghilangan paksa punya identitas diri. "Tapi akan lebih baik lagi kalau pemerintah bisa melihat kondisi kehidupan mereka, sebagian besar yang ditemukan Komnas HAM mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Kenapa? Karena sebagian besar pendidikan mereka terbatas," ujarnya menambahkan.
Menurut Sandra, sudah saatnya pemerintah memprioritaskan kasus anak yang terpisah dengan keluarganya. Pemerintah tak perlu lagi menunggu momen-momen tertentu.
"Mestinya Indonesia tidak menunggu ada event seharusnya ini bisa lebih terencana. Agenda anak-anak dipisahkan belum menjadi prioritas, pemerintah harus menjadikan ini prioritas, agar bisa tahu siapa mereka dan bertemu dengan keluarganya."
(mus)