KPK Imbau Pejabat Tak Takut Keluarkan Kebijakan

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengimbau pejabat atau pimpinan proyek (Pimpro) di daerah tidak takut mengeluarkan suatu kebijakan untuk mendukung pembangunan. Jangan dengan alasan takut terjerat kasus korupsi, pembangunan di daerah mereka tidak berjalan.

Kebijakan Bupati Akan Cambuk Petani Malas Dikecam

"Kalau takut, berarti dia tidak jujur atas dirinya," kata Syarif dalam diskusi bertopik “Kriminalisasi Diskresi” di kantor MMD Matraman, Jakarta Pusat, Senin 29 Agustus 2016.

Bila khawatir dengan suatu kebijakan yang akan diambil, kata Syarif, pejabat daerah tersebut dapat berkonsultasi dengan KPK. Bahkan, Syarif menyebut pihaknya siap melakukan pendampingan jika diperlukan.

Di NTT, Petani Malas Bakal Dihukum Cambuk

"Justru kalau atasannya suruh 'macem-macem,' itu yang harus dilawan, kan bisa bawa peraturannya. Tunjukkan ‘Ini loh pak aturannya,’" kata dia.

Syarif mengungkapkan, sejauh ini pihaknya belum pernah menangani kasus karena murni diskresi. Menurut Syarif, banyak kasus merupakan penyalahgunaan kewenangan yang dibungkus dengan kebijakan.

KPK: Kepala Daerah Mesti Hati-hati Gunakan Diskresi

"Di daerah banyak itu. Utamanya mengenai penerbitan izin. Penyalahgunaan wewenang," ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Syarif sempat menjelaskan mengenai perbedaan mendasar antara diskresi dan penyalahgunaan wewenang yang mengarah tindak pidana korupsi. Perbedaan mendasar kata dia terletak pada niat si pembuat diskresi.

Dia lalu mencontohkan polisi lalu lintas. Di samping polisi bertugas mengatur lalu lintas, juga telah ada lampu lalu lintas. Namun, karena keadaan tertentu seperti kecelakaan, akhirnya si polisi melakukan diskresi dengan menahan sementara laju kendaraan yang seharusnya berjalan lantaran lampu telah hijau.

Bagi Syarif, berbeda halnya jika si polisi menahan laju kendaraan karena mengetahui ada teman atau orang dekatnya yang tidak termasuk dalam undang-undang perlu didahulukan dan sedang terkena macet di rute lampu merah.

Seperti halnya kepala daerah, lanjut Syarif, karena suatu alasan yang darurat maka memang bisa melakukan diskresi antara lain saat ada bencana alam. Kepala daerah bisa membuat diskresi untuk mengalihkan anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang seharusnya untuk keperluan lain. Namun dalam kasus seperti itu, kata dia, KPK tetap menelusuri dampak dari sebuah diskresi.

Kasus-kasus yang masuk ke KPK, tegas Syarif, sering memperlihatkan adanya kebijakan seorang kepala daerah yang mengarah pada kepentingan tertentu untuk menguntungkan dirinya sendiri, keluarga, kelompok atau korporasinya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya