Tax Amnesty Sasar Siapa? 

Tax amnesty.
Sumber :

VIVA.co.id –  Program pengampunan pajak atau tax amnesty telah menjadi buah simalakama. Sejumlah kalangan masyarakat, terutama para penunggak pajak, merasa keberatan dengan tarif tebusan yang dinilai cukup besar bila dihitung dari jumlah penghasilan yang tidak dilaporkan selama ini. 

Kemenkeu Catat Aset Tanah PTNBH Senilai Rp161,30 Triliun

Program kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty pun mulai memicu keresahan masyarakat, utamanya masyarakat menengah ke bawah. Wajib pajak (WP), diharuskan mengungkap serta  melaporkan seluruh hartanya kepada otoritas pajak, jika tidak ingin dikenakan denda.

Padahal tujuan awal tax amnesty adalah memulangkan dana-dana milik orang Indonesia yang disimpan di luar negeri atau yang dimiliki oleh WP Indonesia. Siapa pemilik dana di luar negeri itu? Tentu saja para WP, pengusaha besar, eksportir dan para konglomerat. Sudah jelas di sini targetnya adalah pengusaha atau WP kelas kakap.  

Pemanfaatan Aset Negara Buat Bangun IKN Jadi Fokus Kerja DJKN 2022

Namun kenapa kini tax amnesty diarahkan ke semua WP sehingga masyarakat kecil termasuk pensiunan gelisah dan resah menjadi ketakutan dikejar  aparat pajak.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengungkapkan kembali bahwa program kebijakan pengampunan pajak diberikan kepada seluruh kalangan masyarakat. Pelaksanaan tax amnesty tidak hanya terbatas bagi orang-orang kaya dan pengusaha. 

Mau Beli ORI021 Bunga 4,9 Persen, Ini 28 Mitra Distribusinya

Nah, di sinilah yang mulai menjadi pertanyaan. Siapakah sebenarnya sasaran utama dari program tax amnesty ini? Para taipan kaya yang melarikan uangnya ke luar negeri? Atau masyarakat   dengan nilai kekayaan tidak seberapa? 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama, saat berbincang dengan viva.co.id pernah menyatakan, tax amnesty sama sekali tidak diperuntukkan hanya untuk kalangan pengusaha-pengusaha besar, melainkan juga kepada seluruh elemen masyarakat.

“Bukan hanya yang besar-besar saja. Kalau diberikan hanya kepada mereka, dan menengah ke bawah tidak diberikan, bukannya nanti mereka akan teriak-teriak? Kok yang diberikan tax amnesty yang besar saja,” kata  Hestu, Jumat 26 Agustus 2016.

Hestu menjelaskan, dalam payung hukum tax amnesty, seluruh masyarakat bisa mengikuti program tersebut. Bahkan, untuk sektor UMKM diberikan tarif khusus bagi yang ingin mengikuti program yang berlaku efektif sejak 18 Juli 2016 lalu.

Wajib pajak, lanjut Hestu, yang memiliki harta-harta benda yang didapat dari penghasilan lain yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak bisa dikenai denda maksimal 48 persen sejak pajak terutang itu tidak disetorkan.

“Ada tukang sate, dia akhirnya buka warung. Punya rumah, punya aset, tapi tidak pernah bayar PPh (pajak penghasilan). Kalau seperti itu, apakah tidak dikasih kesempatan?,” tuturnya.

Menurut dia, tax amnesty merupakan kesempatan bagi para wajib pajak yang selama ini masuk dalam kategori tidak patuh membayar pajak kepada negara. Apabila mengikuti tax amnesty, maka pajak yang selama terutang kepada negara tidak akan diungkap ke depannya. “Undang-undang ini memberikan kesempatan yang besar,” tuturnya.

Adapun target penerimaan negara dari tax amnesty yang dipasang oleh pemerintah sebesar Rp165 triliun.

Kegalauan

Dalam program tax amnesty, WP diharuskan mengungkapkan, serta melaporkan seluruh hartanya kepada  otoritas pajak, jika tidak ingin dikenakan denda yang relatif besar usai program tersebut berakhir.

Sementara itu, di sisi lain, muncul keberatan dari masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Sebab, tarif tebusan yang nantinya dibebani oleh mereka selama periode tax amnesty  berlangsung, justru sangat berat.

Direktur Eksekutif Center for Taxation Analysis Yustinus Prastowo, saat berbincang dengan viva.co.id mengungkapkan, pada saat pembahasan Rancangan Undang Undang, pemberian tarif tebusan bagi WP tertentu yang mengikuti progam tax amnesty memang telah dibicarakan bersama pemerintah.

Pada waktu itu, pemberian tarif bagi WP dengan skala penghasilannya di kisaran Rp5 miliar, direncanakan mendapatkan tarif tebusan sebesar 0,5 persen. Selain itu, nantinya para WP tersebut pun akan mendapatkan fasilitas khusus. “Pemerintah bikin garansi bagi WP yang termasuk dalam kelompok (masyarakat menengah ke bawah) tidak akan rugi,” kata Prastowo,Jumat 26 Agustus 2016.

Ia menilai, meskipun otoritas pajak sudah mulai menemukan jawaban-jawaban terkait hal tersebut, namun kesiapan regulator dalam pelaksanaan tax amnesty sampai saat ini masih dipertanyakan. Maka dari itu, perlu adanya suatu langkah penegasan. “Sekarang masyarakat awareness. Semua orang tertarik dengan tax amnesty. Berarti sudah harus membuat segmentasi,” katanya.

Sekadar informasi di Twitter banyak muncul hastag #StopBayarPajak. Sebut saja ada yang mengatakan Tipu-tipu tax amnesty. Janjmu untuk pengusaha kaya nyatanya untuk peras Rakyat Jelata...! #StopBAyarPajak

Ada juga yang menyebut Bila pajak yang digenjok kepada rakyat kecil yang minim pendapatan, jadi apa kerja pemerintah untuk memakmurkan rakyat. #StopBayarPajak

Atau akun Twitter ini mengatakan Buat apa bayar pajak. Jika taipan-taipan curangi pajak cuma kena sanksi 3%, sementara patuh pajak rutin bayar pajak 10-20%. #StopBayarPajak 

Sementara dilansir dari laman pajak.go.id, dalam UU Tax Amnesty, wajib pajak yang akan mengajukan pengampunan tentu harus melihat tiga kategori tarif tebusan yang sudah disepakati yaitu tarif tebusan repatriasi, tarif tebusan  deklarasi dan tarif tebusan bagi sektor UMKM.

Untuk repatriasi, tarif tebusan ini berlaku atas harta yang selama ini berada di luar negeri, yang dialihkan ke Indonesia, serta diinvestasikan ke Indonesia dalam jangka waktu tiga tahun sejak di investasikan. Berikut rinciannya :

- Dua persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama, sampai dengan akhir bulan ketiga, terhitung sejak UU ini mulai berlaku
- Tiga persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung Sejak UU ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.
- Lima persen untuk periode Penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Sementara untuk deklarasi, tarif tebusan ini berlaku atas harta yang selama ini berada di luar negeri, namun tidak dialihkan ke Indonesia. Berikut rinciannya :
- Empat persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga, terhitung sejak UU ini mulai berlaku.
- Enam persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung Sejak UU ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.
- 10 persen untuk periode Penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Untuk sektor UMKM, tarif tebusan ini berlaku bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4,8 miliar pada tahun pajak terakhir. Berikut rinciannya : 
- 0,5 persen bagi WP yang mengungkapkan nilai hartanya sampai dengan Rp10 miliar dalam Surat Pernyataan
- Dua persen bagi WP yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp10 miliar dalam Surat Pernyataan.

Lantas, instrumen apa yang nantinya akan digunakan oleh pemerintah untuk menampung dana repatriasi tersebut? Berikut kesepakatan penempatan dana repatriasi di tingkat Panja :
- Surat Berharga Negara
- Obligasi Badan Usaha Milik Negara
- Obligasi Lembaga Pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah
- Investasi keuangan pada bank persepsi
- Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya dia awasi oleh Otoritas Jasa Keuangan
- Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha.
- Investasi di sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan Pemerintah
- Dan bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Penolakan mulai muncul 

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa pemerintah harus lebih intens melakukan sosialisasi mengenai tax amnesty atau pengampunan pajak kepada masyarakat. Sebab, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat.

Ada anggapan bahwa tax amnesty yang diperuntukkan untuk masyarakat yang tidak patuh dan mengambil dana-dana yang diparkir di luar negeri. Namun, justru membuat masyarakat di dalam negeri ketakutan dan memberatkan, karena sosialisasi yang minim.

"Saya menyarankan pada pemerintah agar lebih intensif lagi melakukan sosialisasi, kemudian penyuluhan help desk lebih melayani, jangan sampai kemudian kantor pajak ini ngomong A soal tax amnesty, kantor pajak B ngomong yang berbeda," kata Misbakhun usai acara dialog Polemik Di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Agustus 2016.

Dia menuturkan bahwa masyarakat saat ini masih belajar memahami tentang tax amnesty. Pendaftaran tax amnesty terbagi dalam tiga jangka waktu, Juli-September 2016, Oktober- Desember 2016, dan Januari-Maret 2017.

Anggota DPR dari Fraksi Golkar ini mengatakan bahwa keseragaman informasi menjadi penting bagi masyarakat, termasuk warga negara Indonesia (WNI), yang kembali menarik dananya ke dalam negeri.

"Sekarang mereka mencari detail aturannya. Untuk itu, saya menyarankan help desk yang ada di kantor pajak itu pemahaman dan pengertian mereka di kantor pajak di-upgrade, sehingga jawaban dari satu KP (Kantor Pajak) ke KP yg lain seragam," ujarnya.

Misbakhun menuturkan bahwa rapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Kamis, 25 Agustus 2016, masih muncul banyak pertanyaan mengenai regulasi terkait dengan tax amnesty.

"Memang Menteri Keuangan menyampaikan akan menambah beberapa aturan terkait tax amnesty, misalnya tentang special purpose, yang dari luar negeri dibawa ke dalam negeri nanti akan seperti apa, yang belum terakomodasi di PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 118, 119, 122, 123, berarti akan ada PMK lain yang untuk lebih memperkuat aturan itu," tutur dia.

Disinggung soal penerimaan dari tax amanesty yang masih rendah, Misbakhun tidak ingin cepat mengambil kesimpulan mengingat periode pendaftaran masih panjang.

"Sampai saat ini memang pencapaian masih kecil, tapi saya yakin nanti tidak akan terus mengecil karena periode pendaftaran masih akan berakhir pada 30 September. Masih ada waktu sebulan. Saya yakin nanti akan ada kenaikan yang signifikan," ujar dia.

Untuk mencapai target penerimaan pajak dari program tax amanesty, menurut dia, pemerintah harus bekerja keras supaya terealisasi dengan baik. Begitu juga dengan DPR sebagai lembaga pengawasan juga ikut mengawasi proses pelaksanaan.

Sementara itu dalam rapat kerja nasional yang digelar oleh Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah yang berlangsung mulai 26-28 Agustus 2016, memutuskan akan meninjau ulang, atau judicial review UU Tax Amnesty (pengampunan pajak) yang belum lama disahkan oleh DPR.

Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, fakta hukum dari kebijakan UU Tax Amnesty harus jelas, begitu pula arah hukum juga harus jelas. Kejelasan dalam UU itu harus bisa merumuskan niai-nilai dalam UUD 1945, pasal 33, pasal 1, yaitu pasal-pasal yang erat dengan demokrasi dan HAM.

"Perumusan UU itu juga harus memenuhi prosedur demokrasi dan faktanya UU Tax Amnesty itu belum memadai demokrasi masih minimalis. Sudah saat dievaluasi dan melalui judicial review, kecuali pemerintah menunda," kata Busryo, usai penutupan Rakernas MHH PP Muhammadiyah, Minggu 28 Agustus 2016.

Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengatakan, UU Tax Amnesty tidak memiliki sasaran jelas. Akibatnya, masyarakat umum juga terkena sasaran tersebut, sehingga menjadi resah.

"Sasarannya harus dievaluasi juga, jangan sampai justru masyarakat kecil terkena dampaknya. Tax amnesty ini sebenarnya ditujukan untuk orang yang mengalami problem dalam kewajiban pajak. Dan, orang ini hanya beberapa gelintir saja. Uangnya pun diparkir di luar negeri. Namun, dalam kenyataannya semua masyarakat terkena imbasnya dan ini membuat gaduh," kata dia.

Selain itu, UU Tax Amnesty naskah akademiknya tidak pernah dikemukakan secara langsung ke publik, terutama kalangan akademis.  Masyarakat tidak bisa memberikan kritisi atas naskah tersebut.

"UU itu bentuknya dari atas ke bawah, kebijakan negara nalar hukumnya ditaruh di bawah kepentingan politik. Ini merusak sistem negara hukum," ujarnya.

Untuk itu, saat ini PP Muhammadiyah melalui MHH akan menyusun argumen terkait judicial review Tax Amnesty tersebut dan rencana ini akan segera didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.

Dengan judicial review tersebut, menurut Busyro, Muhammadiyah juga berusaha memberikan solusi atas blunder pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla, terkait tax amnesty ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya