Manfaat Kenaikan Harga Rokok Baru Dirasakan 30 Tahun Lagi

Ilustrasi dilarang merokok.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus membuat resah banyak kalangan. Rencana kenaikan yang masih diperdebatkan ini tentu akan berdampak langsung bagi perokok, pengusaha, hingga pendapatan negara.

Kenaikan Cukai Rokok Terlalu Tinggi, Pengamat Nilai Penerimaan Negara Jadi Tak Optimal

Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Anhari Achadi, saat wacana ini muncul, ada kesalahan informasi pada masyarakat akan kenaikan harga rokok. Kenaikan rokok memang tidak akan membuat orang berhenti merokok, tapi dengan harga yang tinggi, generasi muda tidak akan merokok.

"Bahwa memang kenaikan harga dan cukai merupakan instrumen utama, tapi harus diingat, kita sadar betul kenaikan itu tidak kemudian serta merta sebabkan orang berhenti merokok. Mereka yang sudah adiktif tetap merokok. Sehingga produksi, revenue, pemasukan cukai akan tetap tinggi dalam waktu tertentu. Tapi diupayakan generasi muda kita tidak merokok," katanya dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Agustus 2016.

Cukai Rokok Naik Langsung 2 Tahun, Kemenkeu: Perintah Jokowi Supaya 2024 Tak Gaduh

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa manfaat dari berkurangnya konsumsi rokok pada generasi muda ini akan dapat dilihat puluhan tahun mendatang. Karena itu, dampak kenaikan rokok tidak mungkin langsung mengurangi jumlah perokok.

"Jadi kita tidak bicara satu sampai dua tahun, tapi 30 tahun lebih, sehingga ada miss leading informasi. Berikan informasi yang benar pada semua pihak. Dan diharapkan kita punya generasi yang sehat dan produktif di masa akan datang," katanya.

Tarif Cukai Rokok Bakal Naik pada 2023, Ini Penjelasan Bea Cukai

Sedangkan Diah Saminarsih, Ketua CISDI (Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives) menambahkan, untuk mencapai target The Sustainable Development Goals (SDGs) yang disetujui negara-negara, termasuk Indonesia pada September 2015, maka diperlukan generasi muda yang berkualitas.

"Seperti saya bilang, SDGs sebuah agenda global yang sangat forward looking, visioner. Dalam arti untuk mencapai target yang begitu ambisius, memerlukan populasi yang berkualitas. Akhirnya pada 2030 nanti bisa mencapai SDGs, alur pikirnya seperti itu," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, harus ada kebijakan-kebijakan nasional yang harus diambil untuk bisa menjamin manusia Indonesia berkualitas. Dan seluruh masyarakat harus mendukung.

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya