Gele Harun, Residen Lampung Layak Jadi Pahlawan Nasional

Gele Harun, Residen Lampung yang Layak Jadi Pahlawan Nasional
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bayu Sulistyono
VIVA.co.id - Namanya telah diabadikan sebagai nama jalan di wilayah Pahoman, Bandarlampung. Namun baru tahun ini Mr Gele Harun resmi sebagai Pahlawan Daerah Lampung, bertepatan perayaan Hari Pahlawan, di Lapangan Korpri Kantor Gubernur Lampung, Selasa, 10 November 2015.

”Ayah saya dianugerahi sebagai Pahlawan Daerah," ujar Hi Mulkarnaen Gele Harun, putra keenam Mr Gele Harun.
Kisah Bayi Penderita Penyakit Langka dari Lampung

Mr Gele Harun Nasution adalah acting resident semasa Pemerintahan Darurat Keresidenan Lampung di Way Tenong, Lampung Barat, pada 1949. Dia definitif menjadi Residen Lampung semasa kepemimpinan Presiden Sukarno pada 1950-1955.
Balita Menderita Penyakit Langka Butuh Rp1,6 M untuk Operasi

Selain Pahlawan Lampung, pria berdarah Batak itu juga diusulkan sebagai Pahlawan Nasional oleh KH Arief Makhya, sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) Lampung, pada 2012 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pria kelahiran Sibolga, 6 Desember 1910, itu sebenarnya bukan tentara. Dia seorang sarjana hukum (mester in de rechten, disingkat Mr.) lulusan sekolah hakim tinggi di Leiden, Belanda, yang menjadikannya advokat pertama di Lampung. Meski berdarah Tapanuli, Gele Harun bukan orang asing di Lampung. Orangtuanya sudah lama bermukim di Lampung. Ayahnya, Harun Al Rasyid Nasution, adalah dokter yang ditugaskan di daerah ini.

"Tanah di sepanjang Jalan Dr Harun (Tanjungkarang Timur, Bandarlampung) itu dahulu punya keluarga kita," ujar Siti Latifah Hanum, putri sulung Gele Harun.

Mr Gele Harun memulai perjuangan tahun 1945 bersama Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dipimpinnya. Kontak senjata pasukan Gele Harun melawan Belanda dimulai saat Agresi II, akhir 1948.

Selama berjuang, istri Gele Harun bersama putra-putrinya mengatur distribusi makanan. Karena sulitnya makanan dan obat-obatan, seorang putri Gele Harun (Harinawati alias Butet, 8 bulan) sakit dan akhirnya meninggal. Jasad putrinya dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan kawasan Way Tenong.

Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi yang tetap berada di daerah pendudukan Belanda di Tanjungkarang. Dalam pertemuan yang digelar di Pendopo Pringsewu itu dihadiri Komando STL Letkol Syamaun Gaharu, Mayor NS Effendy, M Yasin dari Masyumi, Abdul Halim dari PSII, dan KH Gholib dari Pringsewu.

Selain berjuang melawan penjajah, Gele Harun juga berperan dalam pembentukan Provinsi Lampung. Setelah menduduki berbagai jabatan politik, pada 1968 ia kembali ke profesi awalnya sebagai advokat. Pada 4 April 1973, Gele Harun meninggal dan (atas permintaannya) dimakamkan di TPU Kebon Jahe, di antara makam ayah dan ibunya.

Di mata anak-anaknya, Gele Harun adalah sosok pejuang dan pemimpin sejati. Seorang ayah yang baik, bisa mengayomi, jujur, disiplin, dan sangat tegas. "Ayah berpesan pada kami untuk selalu berkata benar," kata Ibnu Harun, putra keempatnya.

Nama pejuang Lampung itu kini diabadikan sebagai nama jalan di kawasan Pahoman, Bandarlampung. Sebuah bukit tempatnya biasa berburu di Bandarlampung juga disebut warga setempat Bukit Gele Harun.

(mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya