'Pesan' yang Disampaikan dari Kasus Putri

Pusara makam Alm Putri Nur Fauzia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
<
Guru Pencubit Anak Tentara Divonis 6 Bulan Percobaan
p>
Bekas Galian Tambang Jadi 'Penjemput Nyawa' Anak-anak
VIVA.co.id - Belum hilang ingatan atas peristiwa tragis yang merenggut nyawa gadis kecil asal Denpasar, Bali, Engeline Margriet Megawe. Engeline (8) ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di rumah ibu angkatnya, Margriet (55), di Jalan Sedap Malam, Sanur, Denpasar, Rabu 10 Juni 2015. 
Bocah Telantar di Trotoar, Diduga Korban Perkosaan

Sebelumnya, Engeline dinyatakan menghilang sejak Sabtu 16 Mei 2015. Ibu angkat Engeline, Margriet, dan bekas pembantunya pun dinyatakan sebagai tersangka pembunuhan bocah malang tersebut.

Kali ini, warga dikejutkan dengan pembunuhan sadis terhadap siswa kelas II, SDN di Kalideres, Putri Nur Fauzia alias Eneng. Putri ditemukan pada Jumat malam di Kawasan Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat dalam kondisi sudah tak bernyawa dalam kardus dengan mulut dan tangan terikat lakban. 

Kaki dan tangannya diikat menggunakan lakban warna cokelat dalam posisi tertekuk dan mulutnya masih tersumpal kaus singlet korban. Terdapat mukena atau jilbab korban yang digunakannya di sekolah diapit oleh tubuhnya yang tertekuk.

Putri diketahui tidak kembali ke rumah sejak pulang sekolah pada Jumat, 2 Oktober 2015. Orangtua putri kemudian melaporkan kehilangan anaknya tersebut pada Sabtu 3 Oktober. 

"Barang bukti berupa kardus, lakban, pakaian, kaus kutang korban warna putih, kalung liontin, jilbab panjang, sudah diamankan untuk dicek di Puslabfor Mabes Polri untuk keperluan penyelidikan," kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Kalideres, Ajun Komisaris Khoiri kepada VIVA.co.id, Minggu, 4 Oktober 2015. Yang lebih mengenaskan adalah dari hasil visum, Putri ternyata mendapat kekerasan seksual. 

Selain itu, ditemukan bekas kekerasan tumpul pada leher dan mulut korban. Pada organ intim dan dubur korban, juga ditemukan sperma. "Ada kemungkinan pelaku lebih dari satu orang, karena dubur korban rusak. Selain itu, terdapat banyak kotoran di bagian dubur," kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti dalam pesan singkat, Minggu, 4 Oktober 2015. 

Saat ini, polisi masih belum menemukan jejak-jejak keberadaan pelaku pembunuhan sadis ini. "Masih kami cari-cari informasi, belum ada titik terangnya," ujarnya. Polisi juga masih belum bisa mengerucutkan ke arah mana kasus pembunuhan misterius ini. 

"Banyak kemungkinan, bisa orang dekat, atau orang tidak dikenal sama sekali,  pokoknya setiap kemungkinan akan kami telusuri," kata dia.

Untuk penyelesaian kasus ini, Polsek Kalideres bersama aparat Polres Metro Jakarta Barat telah didukung oleh Polda Metro Jaya untuk secepatnya menemukan pelaku pembunuhan Eneng.

Pelaku Diduga Paedofil

Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menduga pelaku pembunuhan Putri Nur Fauzia adalah seorang paedofil. Namun, dia memasukkannya dalam kategori paedofil yang tidak lazim.

"Paedofil adalah kata kunci. Tapi, ini bukan paedofilia bawaan, dia situasional dan disertai cara membunuh yang vulgar," kata Indra dalam perbincangan dengan tvOne, Minggu, 4 Oktober 2015.

Indra menjelaskan, paedofilia adalah orang yang punya kecenderungan bawaan, kontak seksual terhadap anak-anak. Lazimnya, mereka memelihara anak yang menjadi pelampiasan nafsu seksnya karena ingin mengulangi perbuatan. "Modusnya rayuan, iming-iming hadiah," ujarnya.

Indra mengatakan bahwa si pelaku juga bukan seorang pembunuh yang profesional. Ini bisa dilihat dari jasad korban yang ditinggal di tempat yang bisa diketahui orang.

"Seketika melakukan kontak biadab pada anak kecil, terjadi tindakan fatal korban meninggal dunia. Dia terpikir untuk menghilangkan korban, bukan terlatih, atau matang," tuturnya.

Terkait motif, Indra berpendapat, bisa jadi karena dendam, amarah, sakit hati atau kebencian. Bukan kepada korban, melainkan kepada pihak lain seperti orangtua atau orang dekatnya.  

"Namun, karena tidak bisa mengincarnya, dia mengincar pengganti. Siapa, sosok yang lemah, anak-anak," kata dia.

Kuat dugaan, bocah berambut sebahu ini mengalami serangkaian penyiksaan yang cukup berat sebelum akhirnya tewas dengan cara tragis. Ini dipastikan tim penyidik saat menemukan Putri dalam kondisi tangan dan kaki terikat, mulut dilakban. Tak hanya itu, polisi juga menemukan adanya luka cekik di leher, lebam di sekujur tubuh, dan dipastikan pelaku juga memperkosa korban. 

Menanggapi hal tersebut, Psikolog Universitas Pancasila, Aully Grashinta yakin, cara sadis itu sengaja dilakukan pelaku untuk menutupi aksi kejinya.

"Biasanya, ya, karena ada rasa takut ketahuan kalau si korban dibiarkan hidup. Ia (pelaku) tahu risikonya kalau si korban dibiarkan hidup. Jadi, cara yang paling mudah, ya dibunuh," ujarnya kepada VIVA.co.id, Sabtu 3 Oktober 2015.

Namun demikian, hal itu mesti diselidiki terlebih dahulu apakah korban meninggal lalu diperkosa, atau diperkosa dulu lalu dibunuh.  

"Sebab, pada beberapa kasus kelainan jiwa yang membuat seseorang juga memilih memperkosa korban yang sudah meninggal. Tapi, kalau diperkosa dulu baru dibunuh, ada kemungkinan si pelaku tidak mau aksinya diketahui orang atau malah secara tak sengaja menyebabkan korban meninggal saat terjadi perkosaan," ucap wanita yang akrab disapa Shinta tersebut.

Jika memang motif pembunuhan ini hanyaa karena kepuasan seksual, lanjut Shinta, pelaku kemungkinan memiliki kelainan.  

"Intinya, orang ini begitu sadis, sehingga tega menghabisi nyawa anak kecil hanya untuk kepuasan seksual jika memang itu motifnya. Karena ini anak di bawah umur biasanya tidak berdaya untuk melawan orang dewasa, jadi perlakuan agresif orang dewasa sangat mungkin menyebabkan mereka terluka bahkan tewas," bebernya.

Buru Pelaku 

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membentuk dua tim untuk menyelidiki dan memburu pelaku pembunuhan keji terhadap Putri Nur Fauzia.


Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti mengatakan, dua tim tersebut nantinya akan dibagi untuk menyelidiki kasus ini. Satu tim menyisir lokasi korban dibuang dan dipimpin langsung oleh Krishna Murti.

"Satu tim lagi menyisir lokasi hilangnya korban dipimpin AKBP Herry Heryawan (Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro)," kata Krishna.

Penyisiran di lokasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti, sekaligus menelusuri jejak pelaku pembunuhan. Dari hasil penyisiran dan olah TKP ini diharapkan polisi bisa melakukan analisis-analisis kasus, untuk mengetahui pelaku pembunuhan dan motifnya.

"Tapi kami masih pelan-pelan memeriksanya. Sebab masih berduka," kata Krishna.

Krishna menambahkan, orangtua korban pun sudah dimintai keterangan. Selain itu, ayah korban akan dibawa untuk menyisir Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Putri Nur Fauzia, bocah korban pembunuhan sadis di Kalideres ternyata selama ini menjabat sebagai ketua kelas di kelas II SDN 05 Pagi Kalideres, Jakarta Barat. Putri atau kerap disapa Eneng, juga dikenal sebagai sosok yang periang dan pemberani di kalangan teman-temannya. 

Apalagi, status dia sebagai ketua kelas cukup disegani teman-temannya. Putri juga kerap menjadi murid kepercayaan gurunya, termasuk diberi kepercayaan memegang kunci lemari kelas. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Sekolah SDN 05 Pagi Kalideres, Sunarti. 

Dia menuturkan, Putri adalah sosok yang lincah, periang, dan belum pernah terlibat masalah di sekolah. "Dia itu ketua kelas, anak yang mandiri, tidak pernah diantar jemput sekolah, pergi atau pulang selalu sendiri," kata Sunarti, Minggu, 4 Oktober 2015.

Sepengetahuan Sunarti, Putri dalam keadaan baik-baik saja sebelum kejadian. Pada Jumat, 2 Oktober 2015, murid kelas II memang sudah habis kegiatan belajar mengajar pukul 10.00 WIB. Dia baru tahu Putri tewas setelah dihubungi oleh Polsek Kalideres pada Sabtu pagi.

Perhatian Bersama

Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menilai, kasus pembunuhan yang dialami Putri Nur Fauzia, gadis kecil yang usianya baru sembilan tahun butuh perhatian serius semua pihak karena tergolong sadis.

Devie pun berharap, pelaku dapat diberi hukuman yang terberat atas perbuatannya.

"Kami tentu saja prihatin dengan kondisi keji yang menimpa adinda ini. Mengenai motif yang melatarbelakangi kejadian, belum dapat dianalisis lebih lanjut, mengingat tersangka pelaku belum diidentifikasi oleh pihak berwenang," tuturnya pada VIVA.co.id, Sabtu 3 Oktober 2015.

Namun secara umum, kata Devie, ada banyak faktor yang dapat mendorong individu berperilaku agresif dan sadistis.

"Beberapa teori sebenarnya menyebutkan bahwa perilaku sadis terkait dengan kasus pemerkosaan ialah ada beberapa pelaku pemerkosaan yang memang memiliki kecenderungan seksual tidak normal karena 'kegairahan' tersulut oleh kekerasan," kata dia.

Menurut Devie, itu terjadi karena ada sebagian pelaku pemerkosaan yang merasa "tertantang" bila korbannya menunjukkan perlawanan, yang kemudian membuat yang bersangkutan akan merespons dengan tindakan kekerasan yang bisa berakhir dengan kondisi yang mengenaskan.

"Namun sekali lagi, kita tidak dapat berspekulasi, sebelum ada hasil penyelidikan yang mendalam dari pihak berwajib. Tapi, dengan hadirnya kembali kejadian ini, besar harapan, masyarakat akan lebih waspada dengan sanak keluarganya yang rentan menjadi korban kejahatan, termasuk kejahatan seksual," ujarnya.

Siapakah mereka, yang menjadi kelompok rentan? Devie mengatakan, yakni tentu saja perempuan dan anak-anaklah yang menjadi kelompok masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

"Kepedulian ini tidak hanya menyasar kepada keluarga masing-masing, tetapi juga kerabat dan tetangga misalnya. Sekolah juga diminta, memperkuat mekanisme pengawasan terhadap anak-anak peserta didik," kata dia.

"Salah satu cara ialah membangun komunikasi dengan keluarga menggunakan medium teknologi yang ada saat ini. Anak-anak tidak dibiarkan dalam kondisi yang tidak didampingi," tuturnya.

Devie berpendapat, ketika antar anggota keluarga di sekolah dan rumah sudah terhubung satu sama lain, sangat memungkinkan ada kerja sama yang baik. Sebagai contoh, dapat saling "menitipkan" anak-anak kepada orangtua keluarga lain (satu sekolah dan sebagainya).

Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang mendorong seseorang berbuat sesadis ini. Tidak hanya karena "sakit mental", namun ada beberapa catatan hasil riset yang memperlihatkan bahwa kondisi sosial yang kurang sehat dapat memicu seseorang menjadi pelaku kejahatan yang cukup sadis.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda  saat dihubungi VIVA.co.id, Minggu 4 Oktober 2015 berharap agar aparat hukum dalam hal ini Polres Metro Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya dapat segera menangkap pelaku pembunuhan bocah Putri. 

"Beri pelaku hukuman yang maksimal, ini adalah kejahatan anak yang sangat sadis. Kalau memang pembunuhan berencana hukumannya harus dilipatgandakan," kata Erlinda. 

Tren kekerasan terhadap anak meningkat tajam dari tahun ke tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per April 2015, mencatat, terjadi 6.006 kasus kekerasan anak di Indonesia.

Angka ini meningkat signifikan dari 2010 yang hanya 171 kasus. Sementara itu, pada 2011, tercatat sebanyak 2.179 kasus, 2012 sebanyak 3.512 kasus, 2.013 sebanyak 4.311, dan 2014 sebanyak 5.066 kasus.

Dari 6.006 kasus, sebanyak 3.160 kasus kekerasan terhadap anak terkait pengasuhan, 1.764 kasus terkait pendidikan, 1.366 kasus terkait kesehatan dan NAPZA, dan 1032 kasus disebabkan oleh cyber crime dan pornografi.

Baca juga: KPAI: Kekerasan Terhadap Anak Meningkat Tajam

Erlinda menambahkan, saat ini semua pihak baik pemerintah, orangtua, sekolah dan lainnya harus saling bekerja sama untuk mengatasi persoalan kejahatan anak. "Kalau ada program sejatinya dilakukan berkesinambungan dan program itu juga harus membumi. Libatkan orangtua, sekolah secara langsung," kata dia. 

Sebab, menurut Erlinda, akar permasalahan adalah kerentanan keluarga tidak hanya konflik sosial, tapi juga masalah klise seperti masalah ekonomi dan sosial lainnya. 

Banyak persoalan yang timbul dan dialami anak-anak, di antaranya akibat komunikasi yang buruk antara anak dan orangtua. "Orangtua harus bisa menjadi kawan bagi anak-anaknya, luangkan waktu meski sejenak untuk mendengarkan cerita mereka karena anak ingin selalu bercerita," kata Erlinda. 

Adapun mengenai peran sekolah, Erlinda berharap Kementerian Pendidikan, bersama dengan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak serta Kemensos dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dapat melakukan sinergi. 

"Kami berharap agar Dinas Pendidikan secara kontinu dapat melakukan program bagi guru SD terkait bagaimana perlindungan dan mempelajari psikologi anak," katanya.

Sementara itu, Devie Rahmawati, melanjutkan, apa pun alasannya, hukuman yang berat memang menjadi prioritas upaya pencegahan. Selain memberikan efek jera bagi pelakunya, hal yang paling penting adalah mencegah kasus seperti ini terulang lagi.

"Caranya yaitu tadi, kesetiakawanan sosial terhadap lingkungan, dalam artian saling membantu tetangga, sahabat yang sedang dalam kondisi yang kurang beruntung, mudah-mudahan dapat mencegah individu terdorong tanpa sadar menjadi calon-calon pelaku kejahatan," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya