Soal PHK, Data Pemerintah dan Serikat Pekerja Berbeda

Infografis PHK 2015
Sumber :
  • VIVA.co.id
VIVA.co.id
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mempertanyakan, perbedaan data pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan antara yang dirilis serikat buruh dan Kementerian Tenaga Herja. Hal ini harus direspons ,agar kebijakan yang dikeluarkan tepat sasaran. 

IHSG Diproyeksi Naik, Ini Pendorongnya
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati, Rabu 2 September 2015, mengatakan ketimpangan data tersebut, kemungkinan terjadi karena masih banyak perusahan-perusahaan kecil masih belum melaporkan data jumlah pasti para pekerjanya yang di PHK, atau dirumahkan.

Lebih Oke Mana, Ekonomi RI atau Brasil?
Baca juga:

"Kemenaker bilang 30 ribu, tetapi data dari Federasi Serikat Pekerja, PHK sudah mencapai lebih 100 ribu orang. Jadi, data ini harus diklarifikasi," ujar Enny di kantornya, di Jakarta.

Enny menjelaskan, verifikasi data ini dinilai penting, sambil pemerintah mendata ulang seberapa banyak pelaku usaha yang ada di Indonesia saat ini. Sehingga, datanya lebih valid di masa depan. 

"Yang tidak lapor pasti lebih banyak. Yang lapor pasti dari industri formal, karena lengkap dokumen hukum, jadi mereka pasti suka tidak suka harus lapor. Kalau dari indsutri kecil, sudah pasti jumlah (pekerja yang di PHK) banyak," katanya. 

Hal ini, menurut Enny, harus menjadi peringatan dini bagi pemerintah. Jangan lagi beranggapan bahwa perekonomian Indonesia masih dalam kondisi fundamental yang kuat dan stabil. 

Meskipun, tambahnya, dampak dari perekonomian global dan hampir semua negara mengalami perlambatan tersebut. Juga, didorong oleh terus menurunnya tekanan harga komoditas.

Baca juga:

"Kami ingin betul-betul berikan pandangan objektif, di dua sisi berbeda, dari pemerintah dan kondisi di lapangan. Karena saat ini, banyak sektor yang mengalami penurunan. Buruh juga banyak yang di PHK tanpa konpensasi," tambahnya. 

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Didik Rachbini, mengatakan jumlah pengangguran di era pemerintahan Joko Widodo lebih parah dibanding era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Jumlah pengangguran era Joko Widodo dipastikan naik jadi enam persen.

"Era SBY jumlah pengangguran turun dari 7,4 persen ke 5,7 persen. Era Jokowi, dari 5,7 persen naik enam persen," ujar Ekonom Universitas Indonesia ini. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya