Pengamat: Jokowi Harus Pilih Menteri yang Loyal

Presiden Joko Widodo Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo diharapkan berhati-hati dalam mengambil keputusan melakukan perombakan kabinet atau reshuffle.

Reshuffle Tak Pengaruhi Aturan TKDN

Jokowi diharapkan lebih berani memilih sosok menteri yang bisa dipercaya dan nyaman diajak bekerja sama, demi memastikan jalannya pemerintahan sesuai visi dan misinya.

Menurut pengamat politik dari CSIS, Philip J.Vermonte,  Jokowi harus melaksanakan prinsip 'hak prerogatif' dalam memilih menteri. Reshuffle tak perlu dilakukan teruru-buru. Namun ketika kebijakan dikeluarkan, hasilnya memang benar-benar komprehensif serta menjadi solusi.

"Intinya, Presiden harus berhati-hati soal reshuffle. Yang penting Presiden bisa nyaman dengan orang yang dijadikannya menteri," ujar Philip di Jakarta, Rabu 1 Juli 2015.

Kata Philip, Presiden harus memastikan para menterinya benar-benar membantu melaksanakan visi misi pemerintahan. Selain itu, mereka juga harus orang-orang kepercayaan yang akan membantu mengelola anggaran negara dan menjalankan pembangunan.

Begini Respons Negara Islam Terkait Sri Mulyani

"Kalau orangnya tak cocok dengan presiden, ya susah," kata Philip.

Philip mengingatkan saat penyusunan kabinet pertama kali, terkesan kuat hak prerogatif Presiden Jokowi tidak dihormati dan banyak diintervensi oleh koalisi partai pendukung dan para relawannya.

Saat itu, beredar banyak nama-nama berkualitas bagus yang dianggap bisa bekerja sama dengan presiden. Namun belakangan nama-nama itu terlempar karena intervensi.

"Sekarang bisa dilihat hasilnya kerap dianggap kurang maksimal. Sekarang tampaknya pola seperti itu hendak dilaksanakan lagi. Bagi saya, ini menjadi agak aneh. Artinya, penghormatan terhadap hak prerogatif presiden tak sungguh-sungguh dilakukan," kata Philip.

Seharusnya, semua pihak menyerahkan sepenuhnya kebijakan itu kepada Presiden Jokowi.

Aroma Politik dan Harapan Rakyat

"Saya kira Pak Jokowi harus punya kebebasan penuh untuk menunjuk menterinya. Artinya, apapun keputusan Presiden Jokowi harus diterima dan dihormati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini," katanya.

Philip menilai dibutuhkan sosok menteri yang benar-benar loyal kepada Presiden. Selama ini, menurutnya, ada beberapa penyebab sehingga menteri kerap jalan sendiri dan tak terkoordinasi.

Salah satu yang paling utama adalah loyalitas terbagi dua. Satu ke presiden dan satu lagi ke kelompoknya yang lain, baik parpol maupun kelompok usaha.

"Jadi dibutuhkan menteri yang paham bahwa mereka ditunjuk sebagai wakil partai. Tapi begitu jadi menteri, dia adalah pembantu presiden. Sosok menteri itu bukan negarawan kalau loyalitasnya ganda. Itu yang harus disadari menteri dan Pak jokowi sendiri. Harus ada strategi dan gerakan menegakkan otoritas ke dalam," Philip menjelaskan.

Ia menegaskan para menteri adalah pembantu presiden sesuai dengan sistem presidensial. "Sekali lagi saya ingatkan, sistem kita presidensial, kekuasan tertinggi di tangan presiden. Jadi siapapun harus menerima apapun keputusan presiden," katanya. (ase)

Saleh Husin

Saleh Husin: Reshuffle Jadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi

Tugas besar tim ekonomi baru adalah mengurangi impor untuk produksi.

img_title
VIVA.co.id
6 Agustus 2016