Fuad Amin Didakwa Terima Suap Rp18 Miliar

Mantan Bupati Bangkalan yang juga Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fanny Octavianus
VIVA.co.id
Fuad Amin Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin
- Mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron, didakwa telah menerima uang suap sekitar Rp18,050 miliar secara bertahap dari PT Media Karya Sentosa (MKS).

Putusan Banding Fuad Amin Tak Konsisten, KPK Ajukan Kasasi

Hal tersebut terungkap dari surat dakwaan Fuad Amin yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 7 Mei 2015.
Ini Pertimbangan Hakim Perberat Hukuman Fuad Amin


Jaksa menuturkan uang Rp18,050 miliar tersebut berasal dari Antonius Bambang Djatmiko (Direktur Human Resource Development PT MKS) bersama-sama dengan Sardjono (Presiden Direktur PT MKS), Sunaryo Suhadi (Managing Director PT MKS), Achmad Harijanto (Direktur Teknik PT MKS) dan Pribadi Wardojo (General Manager Unit Pengolahan PT MKS).

Menurut Jaksa, uang tersebut diberikan karena Fuad selaku Bupati Bangkalan telah mengarahkan tercapainya Perjanjian Konsorsium dan Perjanjian Kerjasama antara PT MKS dan PD Sumber Daya (SD).

Selain itu Fuad juga telah memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy, Co. Ltd. terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.

"Pemberian uang kepada Terdakwa tersebut masih terus berlanjut hingga Terdakwa menjabat selaku ketua DPRD Kabupaten Bangkalan," kata Jaksa Pulung Rinandoro, saat membacakan surat dakwaan Fuad Amin.


Jaksa menuturkan, rangkaian pemberian suap berawal pada 2006. Ketika itu, Direksi PT MKS mengajukan permohonan untuk mendapat alokasi gas bumi di Blok Poleng Bangkalan kepada Kodeco.


Sardjono selalu Presdir PT MKS bertemu Kepala Divisi Pemasaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Budi Indianto untuk menyampaikan maksud tersebut.


Budi menyarankan agar PT MKS bekerja sama dengan pihak Kabupaten Bangkalan untuk menghindari perselisihan lantaran Pemda Bangkalan juga berminat untuk membeli gas bumi tersebut.


Pertemuan kemudian digelar di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bangkalan yang dihadiri Antonius, Sardjono, Sunaryo, Achmad, Fuad Amin serta Direktur Utama PD SD, Afandy.


Pertemuan digelar dengan maksud supaya PT MKS dapat bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Bangkalan, sehingga PT MKS bisa membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan yang dioperasikan oleh Kodeco.


"Kemudian Terdakwa mengarahkan agar PT MKS bekerja sama dengan PD Sumber Daya," ujar Jaksa.


Fuad Amin kemudian mengirimkan surat kepada Presiden Direktur Kodeco, Mr. Hong Sun Yong, yang intinya menyampaikan bahwa PD SD telah bekerja sama dengan PT MKS, untuk investasi pemasangan pipa dan penyaluran gas alam dari Klampis (Sepulu) Km 36.


Fuad mendukung rencana penyaluran gas alam ke Gili Timur dan memohon PT Kodeco, agar mengalokasikan pasokan gas alam guna mengantisipasi kebutuhan listrik di Madura secara khusus dan di Jawa Timur secara umum.


Padahal, perjanjian kerjasama antara PD SD dan PT MKS belum ditandatangani. Perjanjian baru ditandatangani pada 23 Juni 2006 di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bangkalan.


Lalu, pada tanggal 14 September 2006, pertemuan digelar antara BP Migas, PT Pertamina (Persero) dan Kodeco Energy Co.Ltd., yang hasilnya menyetujui bahwa PT MKS mewakili BUMD Bangkalan dan akan mewakili kepentingan Pemerintah Gresik guna membeli gas bumi dari Kodeco untuk pembangkit listrik Gili Timur dan Gresik.


PT MKS kemudian menandatangani surat perjanjian dengan PT Pembangkit Jawa Bali, yang isinya akan membangun pipa gas untuk penyerahan gas di PLTG Gili Timur Madura.


PT pertamina EP kemudian menandatangani kerjasama dengan PT MKS untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura. Selain itu, untuk merealisasikan Surat Perjanjian Konsorsium, PT MKS dan PD SD juga membuat perjanjian kerja sama.


Sebagai balas jasa karena terdakwa selaku Bupati Bangkalan telah mengarahkan tercapainya Perjanjian Konsorsium dan Perjanjian Kerjasama antara PT MKS dan PD SUMBER DAYA. Serta telah memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco terkait permintaan penyaluran gas alam Gili Timur, Antonius, Sardjono, Sunaryo, Suhadi, Achmad Harijanto dan Pribadi sepakat memberikan uang kepada Fuad Amin.


"Sebagian diterima Terdakwa secara tunai dan sebagian lagi melalui setoran tunai ke rekening," ujar Jaksa.


Uang kemudian diberikan secara rutin sebesar Rp50 juta, setiap bulan sejak Juni 2009 hingga Juni 2011 dengan jumlah total sebesar Rp1,250 miliar. Tidak hanya itu, Fuad juga menerima sejumlah uang lainnya dari Sardjono, Antonius, Pribadi serta Sunaryo Suhadi dengan jumlah Rp6,250 miliar.


Jaksa menambahkan, pada bulan Juli 2011, Fuad Amin bersama dengan Abdul Razak selaku Plt Direktur Utama PD Sumber Daya meminta kenaikan pembagian keuntungan pembelian gas kepada PT MKS selama proyek pasokan gas dari PT Pertamina EP berjalan. Hal tersebut kemudian disetujui oleh para Direksi PT MKS.


Uang bulanan kepada Fuad Amin mengalami kenaikan menjadi Rp200 juta yang diberikan secara rutin dari Juli 2011 hingga Desember 2013, serta ditambah jatah bulan Februari 2014.


Total uang yang diterima oleh Fuad dari Antonius itu adalah sebesar Rp3,2 miliar. Selain itu, ada juga penerimaan lain dari Antonius yang bersifat temporer dengan total Rp650 juta.


Pada bulan Januari 2014, Fuad Amin yang telah menduduki jabatan baru sebagai Ketua DPRD Bangkalan meminta uang bulanan tetap diberikan. Bahkan meminta kenaikan uang setoran bulanan dari Rp200 juta menjadi Rp700 juta.


"Mengingat peran terdakwa semasa menjabat sebagai Bupati Bangkalan," ujar Jaksa.


Antonius menyetujui hal tersebut dan meminta bagian uang sejumlah Rp100 juta dari Rp700 juta yang disetorkan setiap bulannya kepada Fuad. Uang diserahkan sebanyak 11 kali kepada Fuad. Terakhir uang diserahkan pada Desember 2014.


Tanggal 1 Desember 2014, Antonio yang diwakili oleh Sudarmono, menyerahkan uang "setoran" bulanan sebesar Rp600 juta pada utusan Fuad Amin yakni Abdur Rouf.


Penyerahan uang dilakukan di Gedung AKA Jalan Bangka Raya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Namun, belum sempat uang diserahkan pada Fuad Amin, petugas KPK telah menangkap Abdur Rouf terlebih dulu.


Atas perbuatannya, Fuad Amin disangka telah melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf b lebih subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya