Mendagri: Presiden Tak Bisa Campuri Sabda Raja Yogya

Mendagri Tjahjo Kumolo saat melaporkan harta kekayaan ke KPK
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Menanti Pintu Gerbang Dunia di Kulonprogo
- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku menerima beberapa keluarga Keraton Yogyakarta menyusul pengukuhan Gusti Pembayun sebagai Putri Mahkota oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Lagi, Calon Penumpang Pesawat Ngaku Bawa Bom

Menteri tak menyebutkan jelas identitas keluarga Keraton itu, tetapi mereka adalah adik-adik Sultan. Dia tak merinci pula perihal yang dibahas namun secara umum seputar pengkatan Gusti Pembayun sebagai Putri Mahkota, yang disebut-sebut untuk melapangkan jalan Sang Putri menjadi pewaris takhta Sultan Hamengku Buwono X.
Yogya Bakal Punya Stasiun Kereta Api Bertaraf Internasional


Menteri menjelaskan bahwa pada pokoknya, Pemerintah tak berhak ikut campur manakala urusannya internal Keraton atau pun keluarga Keraton. “Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) tidak ingin terlibat urusan keluarga. Namanya urusan kakak-adik, kami tidak ingin ikut campur," katanya di Jakarta, Rabu, 6 Mei 2015.


Sebelumnya sejumlah perwakilan keluarga meminta Menteri memediasi keluarga Keraton untuk melakukan rapat. Namun Menteri dengan tegas mengatakan bahwa hal itu bukan kewenangan Pemerintah. “Sudah saya jelaskan, Anda kan adik-kakaknya Sultan, ya dibahas internal. Makanya kami tidak ikut campur,” ujarnya.


Menurutnya, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah otonomi khusus, dan karenanya dipisahkan antara kewenangan Sultan dan Sabda Raja-nya dengan kewenangan sebagai gubernur.


“Jika konteksnya sebagai gubernur, (pemerintah) baru terlibat. Tetapi kalau sebagai sultan, kan mandiri. Saya atau bahkan Presiden tidak bisa ikut campur,” kata Menteri, menegaskan.


Sri Sultan Hamengkubuwono X mengumumkan Sabda Raja pada Selasa, 5 Mei 2015. Sabda Raja itu memuat penobatan Gusti Pembayun sebagai Putri Mahkota. Gusti Pembayun diberi gelar Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi.


Pada Kamis, 30 April 2015, Sultan mengeluarkan Sabda Raja yang berisi lima hal, sebagai berikut: Pertama, penyebutan Buwono diganti menjadi Bawono. Kedua, gelar Khalifatullah seperti yang tertulis lengkap dalam gelar Sultan dihilangkan.


Ketiga, penyebutan kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Kaping sedasa atau kaping sepuluh sama-sama bermakna kesepuluh, tetapi kata sedasa dikategorikan sebagai krama inggil dalam hierarki Bahasa Jawa yang digunakan untuk sopan-santun atau penghormatan.


Keempat, mengubah perjanjian pendiri Mataram, yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima, menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.


Dengan demikian, gelar lengkap Sultan yang sebelumnya Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat berubah menjadi Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Bawono Senopati Ing Ngalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Sepuluh Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya