Wakil Ketua DPR: KPU Mau Cari Masalah, Bukan Menyelesaikan

Fadli Zon
Sumber :
  • satu jam lebih dekat-tvOne

VIVA.co.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, mengkritik sikap kaku Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menerapkan undang-undang.

Menurut Fadli, Peraturan KPU (PKPU) yang disusun lembaga itu untuk menentukan kepengurusan partai politik (parpol) yang sah mengikuti pilkada, tidak fleksibel.

PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI

Peraturan itu, kata Fadli, berpotensi merugikan parpol yang kini sedang bersengketa di pengadilan, karena KPU mewajibkan ada putusan akhir pengadilan atau berkekuatan hukum tetap. Sementara proses hukum di pengadilan diperkirakan masih lama.

Fadli menjelaskan, proses hukum atas sengketa kepengurusan, misalnya Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), masih panjang untuk sampai pada putusan akhir pengadilan. Apalagi hingga inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Sementara tahapan pilkada serentak dimulai pada Juni 2015.

Dia berpendapat, KPU harus membuat terobosan hukum yang lebih fleksibel menerjemahkan Undang-Undang. "Kalau tidak bisa inkracht dan islah, maka harus ada jalan lain. Putusan akhir PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), putusan sela, sebelum masa pendaftaran," kata Fadli kepada wartawan di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 5 Mei 2015.

Fadli mencontohkan flesibilitas terobosan hukum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang KPK. Perppu yang diterbitkan Presiden itu sesungguhnya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, terutama pasal yang mengatur usia maksimum pimpinan KPK.

Kalau kaku menerapkan Undang-Undang, DPR pasti menolak Perppu yang diajukan Presiden. Tetapi Parlemen menerima Perppu itu demi mencari solusi atas polemik KPK dengan Polri kala itu. Perppu disahkan tapi Undang-Undang KPK harus direvisi.

Begitu juga dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pilkada bukan rezim pemilu sehingga penyelenggara pilkada bukan KPU. Dengan putusan itu, DPR lalu merevisi Undang-Undang Pilkada menjadi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, dan KPU tetap yang melaksanakan Pilkada.

Pada pokoknya, kata Fadli, terobosan hukum bukan untuk melanggar konstitusi melainkan demi mencari jalan keluar atas permasalahan. "Kita mau menyelesaikan masalah. Saya lihat KPU mau cari masalah," ujarnya.

Ada tiga rekomendasi Komisi II DPR terkait kepengurusan parpol yang sah untuk mendaftarkan calon kepala daerah dalam pilkada saat partai itu sedang bersengketa.

Pertama, berdasarkan SK Menkumham. Kedua, kalau berkonflik, partai itu harus islah atau berdamai. Ketiga, kalau syarat pertama dan kedua tidak tercapai, kepengurusan yang sah adalah kepengurusan yang mempunyai putusan akhir pengadilan.

KPU tidak menerima syarat ketiga itu karena menganggap tidak ada landasan hukumnya. KPU tetap berpendirian bahwa yang bisa mengajukan calon pilkada adalah kepengurusan yang islah atau sudah inkracht. (ase)

KPK menetapkan politikus Golkar Budi Supriyanto sebagai tersangka

Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar

Suap itu disebut untuk usulan program aspirasi DPR.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016