Ketika Penyidik KPK Dijerat Kasus Lama

Novel Baswedan
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA.co.id - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan terlihat santai. Mengenakan baju putih lengan pendek, dia melenggang keluar dari rumahnya pada Jumat, 1 Mei 2015 sekitar pukul 00.30 WIB.

Kabareskrim: Kasus Novel Harusnya Sampai Pengadilan

Keluar dari rumah dinihari itu bukan tanpa alasan. Novel yang tengah tertidur lelap dibangunkan oleh sejumlah penyidik Badan Reserse Kriminal Polri untuk digiring ke Markas Besar Polri.

Malam hangat bersama keluarga itu mulai berubah "dingin". Ketegangan pun terjadi. Novel protes. Dia tidak mau ditangkap dengan cara yang dinilai tak wajar.

Penyidik polri memberikan surat penangkapan. Sambil membaca, Novel melontarkan pertanyaan mengapa penangkapan dirinya dilakukan malam hari.

Setelah membaca lengkap, dia menolak untuk menandatangani surat penangkapan itu. Dalam penangkapan itu, penyidik Polri juga melibatkan ketua RT setempat.

Lantaran tak mau membubuhkan tanda tangan, akhirnya ketua RT yang jadi penanggung jawab. Dia menorehkan tanda tangan bukti penangkapan.

Kejaksaan Agung Hentikan Kasus Novel Baswedan

Novel pun meminta ketua RT memberikan surat penangkapan itu ke istrinya yang masih berada di kamar yang terletak di lantai dua. Tak lupa, dia pun membawa telepon genggamnya untuk berkoordinasi dengan pimpinan KPK dan tim kuasa hukumnya.

Begitulah sedikit gambaran penangkapan Novel dalam sebuah video. Penangkapan itu pun cukup mengagetkan jajaran pimpinan KPK. Bahkan, seluruh pelaksana tugas pimpinan KPK bersedia menjamin agar Novel tak ditahan.

Bukan hanya itu, Plt Pimpinan KPK jika Novel ditahan polisi. Bukan hanya itu, Presiden Joko Widodo juga memerintahkan Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti untuk tidak menahan Novel.

Dalam kasus ketua dan wakil ketua KPK nonaktif, Abraham Samad serta Bambang Widjojanto, Jokowi tidak sampai memerintahkan keduanya untuk tidak ditahan. Hanya saja, mantan wali kota Solo itu mengimbau polisi untuk transparan dalam menyelidiki kasus pimpinan antirasuhah itu.

Kasus Novel Ditarik Kembali, Ini Reaksi Kejaksaan Agung



Setelah penangkapan itu, Novel selanjutnya dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa. Namun, Novel kembali menolak diperiksa hingga kuasa hukumnya datang.

Tak lebih dari 12 jam berada di dalam ruang penyidik polri, Novel keluar dari Bareskrim. Namun yang berbeda, dia mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan tangan diikat seutas tali. Dia dibawa ke Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Penangkapan Novel sontak direspons pimpinan KPK. Mereka kemudian angkat bicara. Sepenuhnya membela Novel untuk tidak ditahan.

Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi SP menegaskan, KPK akan terus mengupayakan agar penyidik KPK, Novel Baswedan tidak ditahan oleh Bareskrim Polri.

Johan Budi mengatakan, upaya tersebut salah satunya dengan membuat surat jaminan yang ditandatangani langsung oleh kelima pimpinan KPK. "Surat jaminan itu diputuskan saat rapat pimpinan, kami terus upayakan agar Novel Baswedan tidak ditahan oleh Bareskrim," ujar Johan.

Menurut Johan, dengan ditandatanganinya surat jaminan tersebut, upaya penahanan kepada Novel Baswedan diharapkan tidak terjadi. Karena, menurut dia, Bareskrim tidak perlu melakukan upaya penahanan.

"Penahanan itu dapat dilakukan kalau misalnya ada upaya (Novel) melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan yang sama. Jadi, atas dasar itu, kami kelima pimpinan KPK menjamin sepenuhnya hal itu tidak akan terjadi," ujarnya.

Dia menambahkan, dengan adanya surat jaminan itu, pimpinan KPK menjamin Novel Baswedan akan terus menaati peraturan yang berlaku saat proses pemeriksaan berlangsung.

"Kami semua yakin, Bareskrim lebih memperhatikan hal yang lebih besar. Jadi, upaya penahanan itu diharapkan tidak ada, karena kami sebagai pimpinan akan bertanggung jawab penuh," kata Johan.

Dengan adanya surat jaminan ini, Johan berharap semua akan berjalan sesuai dengan mekanismenya, termasuk dikabulkannya surat jaminan tersebut oleh Mabes Polri.

"Saya rasa KPK-Polri masih dalam hubungan yang baik, itu harus terjaga terus," ujarnya.



Alasan polisi

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, penangkapan penyidik KPK, Novel Baswedan bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan, saat dalam proses penyidikan, Novel selalu mangkir dalam pemeriksaan.

"Karena sudah dipanggil dua kali, yang bersangkutan tak memenuhi panggilan, lalu menghindar dengan alasan bisa dipertanggungjawabkan, jadi ya sekarang langkah penyidik melakukan penangkapan padanya," ujar Budi.

Budi menambahkan, untuk berkas pemeriksaan Novel juga sudah P-19, artinya sudah diserahkan ke kejaksaan untuk diteliti. Namun, karena kurang lengkap, maka berkas dikembalikan dan diharuskan memeriksa tersangka.

"Dengan satu petunjuk, dia harus dilakukan satu kali pemeriksaan pertanyaan, yang harus diperiksa pada yang bersangkutan, namun selalu menghindar dengan demikian menghambat proses penyidikan," tutur Budi.

Dia menjelaskan, Novel ditangkap lantaran tidak kooperatif dan menghambat proses penyidikan dalam kasus yang menimpanya sejak bertugas di Polres Bengkulu.

Budi melanjutkan, untuk kasus Novel berbeda dengan dua pimpinan KPK nonaktif yakni Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Kedua pimpinan itu meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun menjadi tahanan kota.

"Jadi, kalau ini dapat kemudahan, ya saya juga akan mempertanyakan. Memangnya apa hebatnya Novel?" ujar Budi.

Budi menjelaskan, jika Novel diperbolehkan dibebaskan, berarti harus mengubah undang-undang yang ada, di mana setiap anggota Polri boleh menembak orang dan tidak boleh diperkarakan.

"Pada dasarnya Novel itu Polri. Pokoknya jangan sampai terjadi ada penegak hukum menembak orang dan tidak diperkarakan," kata Budi.

Budi menambahkan, kasus yang melibatkan Novel murni kasus hukum dan tidak ada kaitannya dengan lembaga KPK.

"Jangan yah (dikaitkan), ini kebetulan oknumnya saja lah. Jadi, biar lah penegakan hukum berjalan seperti apa adanya, tanpa ada dicampuri dengan masalah-masalah lain, kami harapkan begitu," ujar Budi.



Menurut dia, kasus yang disangkakan kepada Novel bukan perkara yang luar biasa. Maka sudah seharusnya pula semua pihak, termasuk KPK, menghormati proses hukum yang berlaku.

"Novel itu bukan hal yang luar biasa. Biasa saja, karena dia bukan dewa. KPK tidak ada Novel tidak akan berhenti. Jadi, bagian sangat kecil di KPK si Novel ini. Jadi jangan melihat Novel luar biasa," kata Budi.

Budi berharap para pimpinan KPK menghormati proses hukum yang sedang dijalani Novel. "Saya minta KPK menghargai, karena ini penegakan hukum. Bukan intervensi, harus menghormati upaya penegakan hukum ini," katanya.

Untuk meminimalisasi kasus, pimpinan KPK mendatangi Mabes Polri untuk bertemu Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Setelah pertemuan itu, Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki mengaku sengaja menemui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk membahas penangguhan penahanan penyidik KPK Novel Baswedan.

Ruki yang datang bersama tiga pimpinan KPK lainnya, bersedia menjamin agar Novel tidak ditahan. "Alhamdulillah kami sudah ada kesepakatan," kata Ruki.

Dia menegaskan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti 'telah sepakat' bahwa penyidik Bareskrim Polri untuk tidak menahan Novel. Sebab, ada jaminan dari lima pimpinan KPK bahwa Novel tidak akan melarikan diri atau pun menghilangkan barang bukti.

Selain membahas soal Novel, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, mengatakan, pertemuan dengan KPK juga membahas kerja sama antara KPK-Polri, dana pencegahan tindak pidana korupsi, serta bersinergi dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

Sementara itu, untuk penangguhan Novel, Badrodin menekankan, kesepakatan ini dalam rangka menata kembali hubungan KPK-Polri agar lebih baik ke depannya.

"Penahanan Novel kami tangguhkan. Kami serahkan ke pimpinan KPK. Karena pimpinan KPK sudah menjamin untuk ditangguhkan," ujar Badrodin.

Namun, mantan kapolda Jawa Timur itu memastikan penangkapan Novel oleh Polda Bengkulu akan tetap berlanjut dan diproses hingga ke pengadilan.

"Kasus ini tetap dilanjutkan. Kami sepakati, kami proses sampai ke pengadilan, proses sampai adanya putusan tetap," kata Badrodin.



Kasus Novel

Penangkapan Novel bukan kali ini saja terjadi. Pada Oktober 2012, Novel nyaris dibawa ke Bareskrim Mabes Polri. Alasan penangkapan didasarkan pada penetapan Novel sebagai tersangka. Kepolisian menyangka Novel melakukan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004.

Saat itu, Novel baru empat hari menjadi kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Novel memerintahkan anak buahnya untuk menangkap pelaku, namun mereka diduga menganiaya tersangka pencuri sarangĀ  burung walet.

Terkait peristiwa ini, Novel juga sudah menjalani pemeriksaan kode etik di Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu. Dari hasil pemeriksaan kode etik tersebut, Novel dikenai sanksi berupa teguran. Setelah insiden itu, Novel masih dipercaya sebagai kasat Reskrim di Polres Bengkulu hingga Oktober 2005.

Baru pada 2006, Novel bergabung dengan KPK sebagai penyidik. Namun, pada 2012, Polrestra Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka dugaan penganiayaan terkait kasus pencurian sarang burung walet.

Penetapan tersangka Novel ini tak lama setelah KPK menetapkan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.

Selanjutnya, 13 Februari 2015, Bareskrim memanggil Novel untuk diperiksa. Namun, Novel tidak memenuhi panggilan tersebut. Bareskrim pun kembali memanggil Novel untuk diperiksa pada 26 Februari 2015. Lagi-lagi, Novel tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan kepolisian.

Novel ditangkap di kediamannya, Jakarta, pada Jumat 1 Mei dinihari. Penangkapan Novel berdasarkan surat perintah penangkapan dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum.

Surat itu juga menyebutkan bahwa Novel sudah dua kali tidak memenuhi panggilan, dengan alasan yang sah, sehingga dilakukan penangkapan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya