- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Penangkapan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, terkait kasus saat dia menjadi Kasatreskrim Polres Bengkulu, oleh beberapa pihak dianggap janggal, mengingat kasus itu sudah sangat lama, yakni 2004 silam.
Namun bagi Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, sulit untuk disebut bahwa kasus Novel ini penuh rekayasa. "Bahkan setelah keputusan MK (Makamah Konstitusi) tentang praperadilan, rasanya tidak mungkin lagi orang dengan mudah merekayasa kasus," kata Fahri saat dihubungi VIVA.co.id, Minggu, 3 Mei 2015.
MK sudah memutuskan, penetapan status tersangka masuk dalam objek praperadilan. Dengan begitu, kini semua yang berstatus tersangka, bisa mengajukan praperadilan.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, sekarang ini Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup, untuk menjaga agar hukum tak disalahgunakan. Dalam hal ini, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan konstitusi negara UUD 1945.
"Jadi sebaiknya, setiap ada masalah, maka sebaiknya kita menganggap jalan hukum sebagai panglima. Itu yang akan membuat kepercayaan masyarakat pada hukum pulih."
(mus)