Seri Walisanga: Gadis Berbaju Putih, Persembahan Dewa Hujan

Ilustrasi Walisanga
Sumber :
  • Wikipedia
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Maulana Malik Ibrahim, salah satu , lebih dikenal penduduk setempat sebagai kakek bantal . Menurut
Babad Tanah Jawi,
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
ia diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 Masehi. Beliau berdakwah di Gresik, hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Pada masa itu, kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih beragama Hindu, atau Buddha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu, atau bahkan tidak beragama sama sekali.

Syekh Maulana Malik Ibrahim yang disebut juga Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ulama yang mengembara. Pada saat mengembara di suatu tempat yang sangat amat panas dari kejauhan, ia melihat kerumunan banyak orang. Orang-orang itu mengelilingi panggung batu-batuan.


Di atas batu-batuan itu terdapat seorang gadis berpakaian putih yang diapit oleh dua orang lelaki berbadan besar dan bengis. Mereka memegang tangan sang gadis yang meronta-ronta. Di situ juga ada seorang pendeta yang sedang membacakan manteranya. Si pendeta akan memulai upacaranya dengan memegang pisau.


Ditengah-tengah upacara itu,  Maulana Malik Ibrahim datang menghampirinya. "Ada tontonan apa ini?" tanya sunan. Lalu, si pendeta menjawab, "Upacara persembahan Tuan.”


"Kenapa gadis itu menjerit dan meronta-ronta?" "Dialah gadis yang sebentar lagi akan dibunuh untuk dipersembahkan kepada Dewa Hujan."


"Untuk apa?” "Agar mendatangkan hujan, karena daerah kami sudah mengalami kemarau yang berkepanjangan, sehingga ladang kami tidak bisa menghasilkan panen.”


Sesaat lagi si pendeta akan menikamkan pisaunya ke tubuh sang gadis. “Hei kalian! Tunggu! Jangan dibunuh gadis itu!" kata Sunan, berteriak.


Lalu, Sunan memohon agar upacara ini dihentikan, tetapi kedua orang laki-laki berbadan besar langsung menyergapnya. Namun, baru beberapa langkah saja kaki mereka berdua lumpuh tidak bisa bergerak.


“Maaf tuan-tuan semuanya, kami ingin membatu kalian,” kata Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu, dibantah oleh si pendetanya, "Ah Omong Kosong! kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kami memerlukan air hujan!"


Lalu, Sunan berkata kepada orang-orang di sekitarnya, "Sudah berapa korban yang dibunuh?" "Ini korban yang ketiga Tuan", ucap orang-orang di situ. "Apakah hujan sudah turun?" "Belum tuan!"


"Apakah kalian ingin tetap hujan turun?" "Betul tuan, kami sangat membutuhkan air hujan," ujar orang-orang secara serempak. "Baik
Insya Allah
,  Allah akan menolong kalian," ujar Sunan Maulana Malik Ibrahim.


Sunan Maulana Malik Ibrahim bersama kelima muridnya menghadap ke kiblat, melakukan salat sunah
Istiqah
(memohon hujan) dua rakaat. Beberapa saat kemudian, langit terlihat mendung lalu hujan turun dengan lebatnya.


Orang-orang bersorak gembira. Sudah lama sekali mereka menantikan kehadiran hujan deras seperti ini. “Bapak-bapak, ibu-ibu sekalian berhentilah bersorak-sorak dan menari. Tenanglah! Mari kita bersama-sama mengucap syukur
Alhamudlilah
,” kata Sunan Maulana Malik Ibrahim.


Lalu, Sunan berkata, “Jangan berterima kasih dan menyembah-nyembah kepadaku, karena hujan yang turun ini adalah kehendak Allah.” Lalu, orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat syahadat dan masuk Islam. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya