Kisah Kodok Bicara dan Napak Tilas Diponegoro

Salah satu petilasan Diponegoro yang dipercaya di Desa Krasak
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Pangeran Diponegoro merupakan tokoh besar pejuang melawan penjajahan Belanda di Indonesia, khususnya tanah Jawa. Sepanjang tahun 1825-1830, pasukan gerilyanya terus berjuang mengusir penjajah Belanda di wilayah Jawa Tengah.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Putra Sultan Hamengkubuwono III dari selir Raden Ayu Mengkarawati-putri Bupati Pacitan ini memiliki gaya perang khas yakni berpindah lokasi di beberapa wilayah. Nah, lokasi singgah ini kerap disebut dengan istilah "petilasan".

Di tempat itu juga, tak jarang Pangeran Diponegoro melakukan semedi atau ibadah bersama pasukannya. Karena itu, hingga kini lokasi singgah ataupun persembunyian sementara itu dijadikan tempat yang dikeramatkan oleh sebagian orang.

Banyak lokasi-lokasi di Jawa yang saat ini dijadikan petilasan Pangeran Diponegoro. Seperti Yogyakarta, Magelang, Wonosobo, Purworejo, Semarang, Salatiga, Cilacap, Surakarta, dan beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Petilasan Diponegoro juga banyak ditemukan di sebagian wilayah Jawa Timur. Jenis petilasan pun bervariasi, mulai dari adanya masjid, cangkup, tongkat, tempat salat, makam, dan bahkan bangunan bersejarah lainnya.

Di Wonosobo, Jawa Tengah, petilasan Pangeran Diponegoro juga dipercaya ada. Tepatnya di wilayah Dusun Kali Bening, Desa Krasak, Mojotengah, Wonosobo. Meski tak banyak dikenal publik, tapi sebuah tempat yang kini disakralkan masyarakat sekitar itu disebut sebagai bagian dari tempat peristirahatan Diponegoro semasa gerilya melawan penjajah.

Jenis petilasan itu berupa sebuah batu besar berukuran 2x2 meter yang menghadap persis ke arah barat (kiblat). Batu itu menurut kepercayaan masyarakat pernah digunakan Diponegoro untuk salat.

Berada di hutan bambu milik warga sekitar, petilasan Diponegoro itu masih terlihat alami. Bahkan, belum pernah dilakukan pemugaran sebagai situs bersejarah.

"Batuan besar petilasan Diponegoro itu adalah sebuah batu kali besar yang berbentuk rata. Untuk menjaga tempat ini kami pagari pakai tanaman di sampingnya," kata Iriono (35), salah satu tokoh masyarakat Kalibening, Desa Krasak.



Selain batu tempat salat, terdapat juga dua makam di sebelah kiri dan kanan petilasan. Makam tanpa nisan itu disebut sebagai pejuang yang merupakan Diponegoro saat itu. Sementara itu, tepat di belakang batu petilasan, ada sebuah kolam kecil berdiameter 10 meter yang merupakan mata air alami.

"Menurut ceritanya, mata air itu mengalir berkat tongkat Diponegoro yang ditancapkan di tanah. Jadi lah mata air. Konon, mata air ini kerap dijadikan tempat wudu oleh Diponegoro," kata Iriono.

Mata air itu, hingga saat ini banyak dimanfaatkan warga sebagai obat. Mereka percaya melalui berkah air tersebut bisa memberikan kesembuhan terhadap berbagai penyakit. Ada sebagian orang yang memanfaatkan untuk keberuntungan pertanian.

Ihwal tempat salat Diponegoro di Desa Krasak, diakui Iriono memang belum terlalu populer seperti petilasan lain di tanah Jawa. Meski belum populer, sejumlah tokoh yang memiliki spiritualitas tinggi kerap singgah dan bersemedi di lokasi.

"Banyak yang pernah 'tirakat' (semedi) di sini. Sejumlah beberapa tokoh dari Cirebon, Bekasi, Jakarta, dan lain-lain. Dulu, almarhum Presiden
Gus Dur juga pernah ke sini, saat itu usai berziarah di Kebumen," katanya.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Penampakan Kodok Bicara

Sebagai petilasan yang dianggap penuh kesakralan, lokasi mata air di sekitar petilasan juga menyimpan cerita rakyat yang penuh misteri. Di antaranya, legenda kodok berukuran besar penghuni sendang yang bisa berbicara seperti layaknya manusia.

Sendang mata air juga ada tidak jauh dari sendang di petilasan. Namanya, sendang Tuk Sewu yang memiliki arti mata air berjumlah seribu.

Kata Iriono, pernah suatu ketika, ada warga desa sekitar yang sedang memburu kodok, menemukan seekor kodok besar di sendang. Namun, saat mau dibawa pulang, kodok itu justru bicara pada orang yang membawanya.

Saat itu, juga, kodok aneh itu dilepaskan kembali di sekitar sendang. Selang beberapa hari kemudian orang tersebut diketahui mengalami sakit.

"Akhirnya sampai saat ini warga tak berani menangkap kodok sembarangan di sekitar sendang, " ujar dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya