Pohon Asam dan Asal-usul Kota Semarang

Pohon asam ratusan tahun
Sumber :
  • VIVA co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Sebagai ibu kota Jawa Tengah, Kota Semarang dipahami memiliki segudang peradaban penting yang tercatat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Buktinya, sejumlah arsitektur peninggalan masa penjajahan berusia ratusan tahun banyak ditemui di kota ini. Salah satunya pasar tradisional yang berusia ratusan tahun.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI


Satu di antaranya adalah Pasar Peterongan. Warga Kota Lumpia tentunya sudah sangat akrab dengan nama pasar yang satu ini. Sebab, saat ini pasar tradisional itu masih aktif menjadi pusat aktivitas jual beli warga.

Tapi tak banyak yang tahu, di balik ramainya Pasar Peterongan, ternyata menyimpan nilai historis tinggi dan sarat fenomena misteri. Khususnya, adanya tradisi kuno yang hingga kini diyakini oleh sebagian besar pedagang di Semarang yang bisa membawa berkah tersendiri.

Tradisi itu berada di sebuah bangunan punden permanen yang berada di tengah Pasar Peterongan. Namanya, Punden Mbah Gosang serta adanya Pohon Asam raksasa berusia ribuan tahun yang berdiri kokoh di area pasar.

Berdasarkan cerita warga dan penghuni pasar sekitar, tempat tersebut sampai saat ini masih dianggap sakral dan memiliki nilai budaya tinggi warga Semarang. Sebab, tradisi ritual dan ziarah di lokasi itu masih terus digelar, apalagi pada bulan Suro atau Muharram.

Punden Mbah Gosang dipercaya bisa membawa keberuntungan bagi yang berziarah di tempat itu. Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang, konon, awal mula adanya punden dan pohon raksasa di tengah pasar itu dikeramatkan oleh seorang pengusaha beras yang meraih sukses melalui perantara Mbah Gosang. Kemudian sebagai wujud bakti dan penghormatannya, sang pengusaha beras akhirnya membangun cungkup-cangkup di area pasar tersebut.

Nama Gosang sendiri berawal dari pohon buah asam raksasa di lokasi itu. Gosang berasal dari buah pohon asam yang memiliki tekstur unik, yakni buah asamnya tidak memiliki biji-bijian seperti buah asam lain.

Salah satu Sejarawan Semarang, Jawahir Muhammad bahkan sempat menceritakan khusus perihal fenomena pohon asam di Pasar tua Peterongan. Dalam bukunya "Semarang Sepanjang Jalan Kenangan", legenda kesakralan dari pohon Asam keramat di tengah Pasar tua dituliskan.

Dalam tulisan buku itu menyebut, pada tahun 1964 silam, pengelola Pasar Peterongan ingin membangun kantor bagi lurah pasar. Lokasi yang dipilih berdekatan dengan punden Mbah Gosang tersebut. Untuk memudahkan pembangunan kantor, jalan satu-satunya yang harus ditempuh adalah menebang pohon asam itu.

Karena banyak yang mempercayai sisi magis pohon tersebut, akhirnya dilakukan sebuah sayembara. Isinya, siapa saja yang bisa mampu menebang pohon asam tersebut akan mendapat penghargaan. Namun tak seorang pun berani mendaftar. Hanya ada seorang kiai asal Kampung Pleburan, Semarang Selatan, yang diceritakan memberanikan diri. Dengan penuh keyakinan sang kiai memulai pekerjaannya. Beberapa cabang dan ranting berhasil dia potong. Namun tiba-tiba dia sakit. Beberapa hari kemudian tersiar kabar sang kiai meninggal dunia.

Kisah itu mengukuhkan kekeramatan punden Mbah Gosang. Hingga kini, tak seorang pun berani mengusik punden itu. Mengenai pohon asam, banyak tokoh Semarang memang menyebut bahwa pohon itu merupakan asal mula penamaan Kota Semarang oleh sang pendiri, yakni Ki Ageng Pandanaran. Semarang merupakan asal kata "Asem" dan "Arang". Asem yakni adanya pohon Asem yang ada di wilayah itu, sementara "Arang" berasal dari bahasa Jawa yang berarti langka/renggang.

Pohon asam dan Punden Mbah Gosang di tengah Pasar Peterongan Semarang

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Pohon asam dan Punden Mbah Gosang di tengah Pasar Peterongan Semarang, Jawa Tengah. Foto ini diambil pada 1927.


Cagar budaya

Terlepas dari sisi magis yang masih dipercaya sebagian masyarakat di bangunan kuno Pasar Peterongan, saat ini pasar tersebut masih dalam proses revitalisasi. Bahkan, Aktivis Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang baru-baru ini merekomendasikan agar pasar tersebut harus dilindungi dan masuk daftar bangunan cagar budaya.

"Pemerintah Kota Semarang telah menyetujui untuk menjadikan bangunan kuno Pasar Peterongan menjadi cagar budaya. Revitalisasi akhirnya dilakukan di bagian pasarnya," kata Sekretaris KPS Semarang Yunanto Adi S saat berbincang dengan VIVA.co.id baru-baru ini.

Yunanto menjelaskan, alasan bangunan Pasar Peterongan  masuk dalam cagar budaya, salah satunya karena bangunan itu adalah bangunan pasar modern pertama di Semarang yang menggunakan teknologi beton tulang termasuk atap-atapnya. "Jadi itu pasar modern tertua pertama dengan teknologi beton, " ujar dia.

Pasar Peterongan dibangun pada tahun 1916. Teknologi arsitektur bangunan pasar kemudian disusul Pasar Randusari (1920), Pasar Jatingaleh (1930), dan Pasar Johar (1933). Bahkan, Pasar Jatingaleh dan Pasar Johar yang lahir belakangan kini sudah berstatus cagar budaya.

Saat ini, bangunan kuno Pasar Peterongan berstruktur beton dan hampir menyatu dengan Punden Mbah Gosang dan pohon asam berusia ratusan tahun itu tetap memiliki arti khusus bagi masyarakat Kota Semarang.

"Rencana revitalisasi nanti, Pemkot Semarang bahkan memutuskan  tidak berani nebang. Katanya takut kuwalat, " katanya.

Baca artikel menarik lainnya:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya