Menanti Langkah Jitu Tim Jokowi Atasi Polemik KPK-Polri

Presiden Joko Widodo bersama para pakar hukum di Istana Merdeka
Sumber :
  • ANTARA FOTO/SEPTRES/Intan

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo telah membentuk tim independen untuk menyelesaikan polemik antara KPK-Polri. Hubungan dua institusi penegak hukum ini belakangan menegang, setelah para petingginya saling ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana.

Tim independen yang dibentuk Jokowi itu memang belum disahkan. Namun menurut salah satu anggota Tim Independen Jimly Ashiddiqie, keputusan presiden tentang pembentukan tim independen ini sudah selesai dirumuskan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.

"Keppresnya tinggal diteken (oleh Jokowi)," kata Wakil Tim Independen KPK-Polri, Jimly Ashiddiqqie di Kantor Sekretaris Negara, Jakarta, Selasa 27 januari 2015.

Tim independen ini terdiri dari sembilan tokoh, di mana diantaranya pernah menjadi bagian dari KPK-Polri. Kesembilan tokoh ini adalah, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif, mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie, Guru Besar Fakultas Hukum UI Hikmahanto Juwana.

Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, Dosen PTIK Kombes (Purn) Bambang Widodo Umar, mantan pimpinan KPK Erry Ryana Hardjapamekas dan Tumpak Hatorangan Panggabean, serta Sosiolog Imam Prasodjo.

"Tambahan dua, tetapi sebenarnya ini bukan tambahan. Sejak awal ini memang sudah sembilan tetapi yang dua tidak hadir kemarin," ujar Jimly. Tim ini nantinya akan diketuai Syafii Maarif, alasannya karena Buya Syafii begitu disapa, dianggap paling senior.

Jimly mengatakan, dari sembilan tim independen ini sengaja dimasukkan unsur dari mantan petinggi KPK dan Polri, agar dapat memberikan masukan dari sudut pandang orang-orang yang pernah menjadi bagian dari dua institusi penegak hukum itu.

Mantan Ketua MK itu menjelaskan, dalam Keppres yang menjadi dasar dibentuknya tim ini memberikan tenggat waktu untuk menyelesaikan polemik antara KPK-Polri selama 30 hari sejak ditetapkan. "Mudah-mudahan sebelum 30 hari sudah selesai. tetapi bisa jadi diperpanjang 30 hari lagi," lanjutnya.

Berdasarkan draf Keppres yang baru saja disusun oleh Mensesneg Pratikno, tugas tim ini adalah mencari fakta, menemukan akar masalah dan mencari solusi untuk menyelesaikan konflik antara KPK dan Polri. [Baca: ]

"Dari solusinya ada yang bersifat di akhir masa tugas, dan sewaktu-waktu harian juga bisa harian untuk berikan masukan," kata Jimly.

Selain itu, kata dia, tim independen ini juga berusaha menyelesaikan konflik yang menyangkut kelembagaan, termasuk menelusuri fakta-fakta di balik kasus pidana yang melibatkan orang perorangan yang ada di dua institusi penegak hukum itu.

Untuk mencari fakta itu, kata Jimly, tim independen bisa mengundang atau mendatangi pihak-pihak yang terkait. Namun, Jimly belum bisa mengatakan apakah mereka akan menemui Bambang widjojanto dan Budi Gunawan.
"Itu teknis, baru mau dibicarakan," ungkapnya.

Meski belum ditandatangani Keppresnya, Jimly menegaskan, timnya, sore ini akan langsung bekerja, mendengarkan masukan satu sama lain. "Tim ini harus buka mata dan telinga lebar-lebar untuk mencari fakta. Mulai hari ini. Kalau proses hukum kami tidak ikut campur. Presiden aja tidak, apalagi kami," papar Jimly.

Bantah Kerdilkan Wantimpres

Anggota Tim Independen, Bambang Widodo Umar menambahkan, tim independen yang ditunjuk Jokowi ini akan menelusuri sejauh mana akar masalah polemik ini. Menurut dia, penetapan tersangka petinggi kedua institusi ini lah yang membuat konflik antara KPK dan Polri kembali memanas.

"Setelah kami memberikan informasi dan pertimbangan ke Pak Jokowi, kemudian nanti beliau dan menteri serta lembaga terkait yang mengolah dan nanti baru diambil keputusan," ujar dia.

Peran tim independen ini, kata Bambang, tidak hanya sebatas menyelesaikan masalah konflik yang saat ini sedang terjadi. Tapi memberikan masukan bagaimana kedua institusi ini ke depan saling bersinergi bersama dengan kejaksaan agung dalam upaya memberantas korupsi.

"Arahnya kita ke sana apakah diterima atau tidak tergantung Pak Jokowi, ini baru akan dibahas," kata dia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, bahwa penunjukan sembilan tokoh untuk menyelesaikan polemik antara KPK-Polri ini merupakan kewenangan presiden. Dia membantah, upaya ini dianggap mengerdilkan posisi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

"Bukan, ini kan mengundang. Presiden kan bebas saja mengundang pandangan-pandangan," kata JK saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.

JK menilai Jokowi berhak mengundang tokoh-tokoh tersebut. Bahkan, ke depan mantan Wali Kota Solo itu akan memanggil tokoh lainnya. "Masih banyak lagi. Presiden akan mengundang untuk mendengar pandangan-pandangannya. Tidak sebatas pada tujuh tokoh saja," tuturnya. [Baca: ]

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto menerangkan, dibentuknya tim independen ini untuk mencari akar permasalahan dan solusi atas polemik KPK-Polri. Presiden Jokowi kata dia, memilih tokoh-tokoh yang berada di luar Wantimpres, karena pertimbangan kompetensi dalam hal kepolisian dan KPK.

"Wantimpres memang berikan pertimbangan, tapi melihat kompetensi Wantimpres hanya beberapa (yang kompeten), yang paling pas Pak Sidarto," ujar Andi di Kompleks Sekretariat Negara, Jakarta.

Sementara Wantimpres lainnya tidak memiliki kompetensi di bidang hukum apalagi menyelesaikan masalah KPK-Polri. "Yang lain beda, kalau Wantimpres secara keseluruhan 9 orang, agak dipaksakan karena tidak sesuai individu-individu di Wantimpres," ujarnya.

Harus Objektif

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, berharap terbentuknya tim ini dapat mencari solusi atas polemik yang tengah mendera KPK-Polri ini. Refly yakin, tokoh-tokoh di dalam tim yang dibentuk Presiden Jokowi itu sangat berpengalaman dan dapat menyelesaikan polemik ini.

"Soal efektivitas, mereka (Tim Independen)bukan orang kemarin sore, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan, tim ini harus jadi solusi," kata Refly kepada VIVA.co.id.

Menurut dia, tim independen harus bekerja berdasarkan temuan dan fakta terhadap kasus pidana yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan para pimpinan KPK lainnya, maupun kasus korupsi Komjen Budi Gunawan. [Baca: ]

"Sehingga objektif, tidak subjektif. Ini hal yang baik. Secara faktual memang ada masalah yang keluar di masyarakat, ada persoalan itu tidak bisa dipungkiri," ujarnya.

Sementara itu, terkait kemungkinan seluruh pimpinan KPK akan diperkarakan dalam kasus pidana, Refly berharap tim independen bisa bertindak cepat untuk meredam gejolak dengan setiap saat berkomunikasi dan memberikan rekomendasi kepada presiden.

"Jadi tidak perlu menunggu hingga laporan akhir, bisa melihat situasi dan perkembangan yang terjadi," terang Refly.

Refly mengingatkan, tim ini dibentuk untuk mencari solusi atas polemik KPK-Polri yang terjadi selama ini. Sehingga apapun temuannya nanti harus bersifat objektif. "Yang harus digarisbawahi, jangan ada kriminalisasi dan tidak intervensi. Menjaga proses hukum yang adil, objektif, transparan dan akuntabel," terangnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Muchtar, masih mempertanyakan efektifitas dari Tim Independen yang dibentuk Presiden Jokowi untuk menengahi kisruh KPK-Polri.

Menurut dia, jika Keppres yang menjadi dasar pembentukan tim ini nanti sudah disahkan, apakah kewenangan tim tersebut cukup punya kuasa dalam menangani kasus carut marut politik saat ini. Zainal juga mempertanyakan bagaimana mekanisme kerja tim ini nanti.

"Saya masih menunggu tim tersebut untuk disahkan, sepanjang Keppres belum ada ya belum bisa dibilang timnya ada, belum bisa dinilai efektif atau tidak pembentukan tim itu," ujar Zainal.

Bumper Jokowi

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai tim independen yang terdiri dari sembilan tokoh hanya akan dijadikan sebagai bumper Presiden Jokowi. Menurut dia, Presiden Jokowi akan mengambil sikapnya sendiri tanpa menggunakan rekomendasi tim independen.

Situasi ini lanjut Desmond, pernah dialami Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono yang membetuk Tim 8 untuk menyelesaikan kasus serupa Cicak vs Buaya.

"Apakah ini jadi alat Jokowi seperti SBY pernah bentuk tim juga dalam kasus cicak vs buaya, ternyata kesimpulannya tidak dipakai juga. Saya pikir ini cuma bumper saja, atau kelompok ini cuma dipakai seolah-olah," kata Desmond, di gedung DPR, Jakarta.

Politikus Partai Gerindra ini menganggap, publik saat ini tidak memerlukan tim seperti itu. Bagi dia, yang dibutuhkan publik adalah ketegasan Presiden Jokowi, apa yang harus dilakukan seorang pemimpin terhadap situasi seperti ini. "Ini yang nggak jelas," ungkapnya.

Desmond menyayangkan jika Jokowi hanya menganggap para tokoh dalam tim independen ini hanya sebagai bumper belaka. Padahal, mereka sudah bekerja sepenuh hati mengungkap akar permasalahan dan mencari solusi atas apa yang terjadi.

"Jadi kesan saya akal-akalan. Mengelabui publik. Pertanyaan sekarang apakah rekomendasi tim ini didengar Jokowi. Pengalaman SBY, dengan kasus Cicak Vs Buaya, rekomendasi tidak didengar," terang Desmond.

Mantan aktivis mahasiswa itu melihat harapan publik begitu besar kepada Presiden Jokowi dengan merekrut orang-orang yang dianggap punya kapasitas untuk menyelesaikan masalah KPK-Polri. Tapi Desmond menduga, pembentukan tim independen ini hanya pengalihan perhatian agar terkesan keinginan publik diakomodir.

Sementara itu, pengacara senior OC Kaligis mengkritisi dibentuknya tim independen dalam menyelesaikan polemik KPK dan Polri. OC menilai tim tersebut tidak memiliki wewenang secara hukum. "Kadang-kadang, (kalau ada masalah) dikit-dikit musti ke atas, membentuk tim apa. Apa wewenangnya tim itu?" kata Kaligis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Kaligis menegaskan, segala persoalan menyangkut KPK sudah ada dalam Undang-undang KPK nomor 30 tahun 2002. Sedangkan, untuk kinerja polisi dalam proses penegakan hukum bisa dirujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Apa yang salah dalam hal ini? Kalau melanggar prosedural hukum apa, kejahatan jabatan. Ada kok semua. Jadi buat apa kita ribut-ribut?" tanya OC.

Kaligis meminta publik jernih dalam melihat persoalan hukum. Suatu kasus hukum yang menjerat seseorang, menurutnya, adalah hal yang biasa dalam kaca mata undang-undang. [Baca: ]

Tak Lagi jadi Pimpinan KPK, Ini Aktivitas Bambang Widjojanto

(umi)

Baca juga:


Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Dua Mantan Pimpinan KPK Harusnya Sampai Pengadilan

"Karena di situlah ujung keadilan itu didapatkan," ujar kapolri.

img_title
VIVA.co.id
4 Maret 2016