Kapal Nelayan Asing, Sita atau Tenggelamkan?

Nelayan tak melaut
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Saiful Bahri

VIVAnews - Negara Indonesia dikenal dengan negara kepulauan. Artinya, terdiri dari banyak pulau yang menjadi komponen bagian dari Indonesia. Namun, kepulauan-kepulauan tersebut dikelilingi oleh rantai-rantai lautan yang tersusun indah dan berbagai macam kekayaan di dalamnya.

Termasuk, melimpah ruahnya beraneka jenis ikan dan hewani yang hidup di dalamnya, yang biasa dimanfaatkan para nelayan RI dalam mencari penghidupan sehari-hari.

Namun, ternyata kekayaan hasil laut kita, juga memancing dahaga para nelayan dari negeri tetangga untuk ikut memanfaatkannya dalam meneguk keuntungan pribadinya.

Hajar Arema FC, Modal PSS Sleman Selamat dari Degradasi

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, bahkan mengakui, ada sekitar 200 nelayan Malaysia ditangkap, karena pencurian ikan di perairan Indonesia, Rabu 19 November, atau sehari setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah penenggelaman kapal pencuri ikan asing.

"Sudahlah nggak usah tangkap-tangkap, langsung tenggelamkan," kata Jokowi, Selasa 18 November lalu, setelah menerima laporan penangkapan empat kapal penangkap ikan asing di Kalimantan, dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menurut Presiden ketujuh Indonesia itu, dibutuhkan ketegasan dalam penanganan pencurian ikan oleh asing. "Tenggelamkan 100 kapal biar nanti yang lain mikir. Tongkap-tangkep saja nggak akan rampung," ujarnya.

Baca selengkapnya, di sini:

Wow! Siomay Indonesia Dinobatkan Jadi Dumpling Terenak Pertama di Dunia

"Presiden telah mengatakan sektor kelautan kita dalam keadaan darurat, jadi kita perlu pendekatan baru yang lebih berani," katan Andi. Walau begitu, instruksi penenggelaman kapal nelayan sebetulnya bukan hal baru.

Andi mengatakan, dia menduga bakal ada lebih dari 300 nelayan ilegal yang ditangkap dalam beberapa hari mendatang, dan tindakan keras akan diberlakukan seperti yang telah ditegaskan oleh Presiden.

Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut RI (Kadispenal), Laksamana Pertama, Manahan Simorangkir, menyebut terdapat 390 hingga 400 warga Malaysia yang ditangkap. .

"Jadi, mereka bukan nelayan dengan kapal besar dan peralatan modern," ujar dia.

Ratusan warga Negeri Jiran itu sudah lama menetap di Derawan, Kalimantan Timur. Bahkan, diketahui sudah sejak tahun 1980an.

98.432 Pemudik Kembali ke Jakarta Lewat Stasiun Pasar Senen

Sementara itu, Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia, Zahrain Mohamed Hashim, mengatakan hingga saat ini masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri RI mengenai identitas ratusan warganya yang dikabarkan ditangkap otoritas Indonesia. Mereka diduga merupakan nelayan yang tengah mencuri ikan di perairan Indonesia.

Zahrain yang dihubungi VIVAnews pada Jumat 21 November 2014, melalui telepon mengaku tidak ingin terburu-buru menyimpulkan bahwa ratusan orang yang ditahan oleh otoritas Indonesia adalah warganya.

"Kami perlu data seperti identitas masing-masing orang dan asal kewarganegaraannya. Selain itu, kami juga ingin mengetahui jika mereka memang berprofesi sebagai nelayan, atau tidak," ujar Zahrain.

Dia mengaku bingung dengan adanya perbedaan data yang beredar di publik. Media, kata Zahrain, menulis ada 200 orang yang ditangkap.

"Sementara, tadi saya dengan hasil jumpa pers Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, ada sekitar 400 orang. Jadi, kami butuh data yang benar-benar pasti dan tidak ingin berspekulasi," kata dia.

Kendati begitu, Zahrain menegaskan, isu ini tidak mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Kedua negara, kata dia, akan tetap menjalin hubungan baik, karena ada agenda yang lebih besar dari itu.

Potensi Kelautan

Potensi pendapatan negara dari sektor kelautan, bisa dilihat dari izin penangkapan ikan yang telah dikeluarkan pemerintah. Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Syarief Widjaja menyebut ada dua jenis izin penangkapan ikan berdasarkan muatannya.

Pemerintah pusat mengatur izin untuk kapal penangkap ikan berbobot 30 grosston (GT), dan pemerintah daerah untuk kapasitas lebih rendah. Saat ini sudah 5.329 izin yang dikeluarkan untuk kapal di 30 GT, dan 630.000 izin untuk kapal di bawah 30 GT.

Berdasarkan hal itu, masuk akal jika Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar, mengatakan potensi kelautan Indonesia bisa mencapai ribuan triliun rupiah. Data organisasi pangan dunia (FAO), Indonesia di urutan ketiga penghasil ikan setelah China dan India.

Tingginya potensi kelautan Indonesia, ditambah dengan lemahnya pengamanan maritim oleh otoritas Indonesia, jelas menjadi kabar baik untuk para penangkap ikan ilegal dari negara lain. Keluhan Menteri Susi, semestinya menjadi perhatian serius.

"Saya ngancem bom (kapal pencuri ikan asing), tetapi kapal buat ngebomnya tidak bisa jalan, karena tidak ada Solar," kata Susi.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Sutarman, mengatakan armada polisi air tidak bisa digunakan untuk menangani pencurian di tengah laut.

Sutarman mengatakan bahwa ada setidaknya 700 kapal dimiliki polisi air, tetapi hanya kapal kecil untuk pengamanan wilayah pantai. Sedangkan pengamanan di zona ekonomi eksklusif, disebutnya, hanya dapat dilakukan oleh kapal-kapal milik TNI Angkatan Laut.


Instrumen hukum

Satu dekade lalu, Endriartono Sutarto yang menjabat Panglima TNI, pada Februari 2004, meminta pada pemerintah agar menyiapkan Undang-undang (UU) tentang Penyitaan Kapal yang tertangkap melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia.

Sebab, berdasarkan peraturan yang telah ada, kapal-kapal yang ditangkap hanya mendapat denda yang ringan lalu dilepaskan. Lebih lanjut, Endriartono menyebut selain efek jera, kapal asing yang disita dapat dimanfaatkan oleh para nelayan Indonesia.

Sementara itu, untuk penenggelaman kapal asing, sudah ada Pasal 69 Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009, yang mengatur pemusnahan kapal asing ilegal bila ada bukti yang kuat. Beberapa negara pun telah melakukan hal serupa.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio, mengatakan penenggelaman kapal asing yang melanggar wilayah perairan Indonesia sudah dilakukan sejak 2004. Tetapi, dia menegaskan bahwa kapal asing tidak bisa langsung ditenggelamkan.

"Kita lihat dulu, tergantung kesalahannya apa. Sekarang era hukum. Hanya studi kasus yang pernah kita lakukan pada 2004, beberapa kapal bodong yang tidak dilengkapi surat, personelnya kita amankan, kapal kita tenggelamkan untuk memberi efek jera," kata Marsetio.

Beberapa kapal nelayan Indonesia pun pernah dibakar oleh otoritas Australia, karena tuduhan pelanggaran wilayah perairan mereka, dan tidak pernah ada protes dari pemerintah Indonesia atas tindakan keras itu.


Sita atau tenggelamkan

Penenggelaman kapal-kapal asing mungkin dapat menimbulkan efek jera. Tapi usul Endriartono, untuk menyita kapal dan memberikannya pada nelayan Indonesia, jelas menarik. Apalagi, dengan masih sulitnya nelayan Indonesia untuk memiliki kapal yang tidak murah harganya.

Satu kapal kecil sepanjang enam hingga tujuh meter dan lebar dua setengah meter, harganya dapat mencapai Rp35-40 juta. Masalah modal, membuat banyak warga Indonesia yang hanya menjadi pekerja kapal penangkap ikan, terutama kapal ikan asing.

Jika mereka diberikan kemudahan untuk memiliki kapal sendiri, disertai perbaikan dalam sistem pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan, tentunya tidak perlu lagi warga Indonesia mengandalkan pekerjaan dari kapal-kapal ikan asing.

Walau begitu, penyitaan kapal asing menyimpan masalah, akibat buruknya penegakan hukum selama ini.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan Zulfahri Siagian, beberapa waktu lalu, mengatakan penyitaan kapal tidak membuat jera. Sebab, kapal sitaan dijual dengan harga murah, dan dapat dibeli oleh pemilik lama.

Jadi, tidak ada efek jera bagi para pemilik kapal asing yang tertangkap karena pelanggaran. Rata-rata kapal nelayan Indonesia memiliki kapasitas di bawah 10 GT.

Sedangkan kapal-kapal nelayan mereka, kapasitasnya lebih dari 30 GT, dengan harga miliaran. Lantas, kata Zulfahri, kapal-kapal asing berukuran antara 60-70 yang disita, hanya dilelang dengan harga paling mahal Rp70 juta.

Sayangnya, harga kapal sangat murah itu tidak dinikmati oleh nelayan Indonesia, karena ada oknum yang terlibat dalam pelelangan. Oknum itu akan membeli kapal dengan harga murah, lalu mengirimnya pada pengusaha asing pemilik lama kapal.

Jadi, ketegasan yang diperlihatkan Presiden Jokowi sangat layak mendapat apresiasi. Apalagi, terkait dengan ambisi membangun potensi maritim Indonesia yang telah lama terabaikan. Luasnya perairan Indonesia, berarti besarnya potensi pendapatan dari sektor kelautan jika dikelola dengan tepat. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya