Wawancara Fedi Nuril

Ayolah Sini, Beri Saya Peran Aneh-aneh

promosi film supernova
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVAnews – Tak banyak aktor Indonesia yang seberuntung Fedi Nuril. Selain jauh dari gosip, pemuda berusia 32 tahun ini juga memiliki karier yang cemerlang di dunia hiburan.

Terpopuler: Catherine Wilson Malu sampai Atta Halilintar Kirim Doa

Banyak film yang ia mainkan meledak di pasaran. Sebut saja Ayat-ayat Cinta, Mengejar Matahari, 5 cm, dan yang terbaru aktor kelahiran Jakarta ini, bermain dalam karya visual berbujet Rp20 miliar, Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Sebuah film yang diangkat dari novel laris karya Dewi Lestari, yang pertama kali muncul di tahun 2001.

Selain Fedi, film ini juga diperkuat banyak bintang besar lain, mereka adalah Herjunot Ali, Raline Shah, Arifin Putra, Hamish Daud, dan supermodel Paula Verhoeven. Ditemui Viva.co.id beberapa hari lalu, Fedi bercerita panjang lebar, tentang tantangan dalam membuat film ini, kesulitannya berburu dengan senapan, dan pandangannya mengenai film Indonesia saat ini.

LIVE: Momen Bersejarah Raja Aibon Serahkan Tongkat Komandan Pasukan Tengkorak TNI ke Letkol Danu

Berikut wawancara dengan Fedi Nuril:

Mengapa Anda bersedia main di film Supernova?

Kendarai Sepeda Motor Baru, Pelajar SMA di Brebes Terlindas Truk 

Jujur, saya baru membaca novelnya setelah ditawarkan Soraya Intercine untuk membintangi filmnya. Jadi dulu waktu novelnya banyak dibicarakan orang, saya belum tertarik untuk baca. Namun setelah ditawarkan main di filmnya, baru saya sentuh bukunya, dan langsung jatuh cinta setelah usai membaca.

Menurut saya, novel ini menarik. Karena dia bicara tentang cinta, tapi dikemas dengan gaya bahasa yang unik, dan dilihat dari sudut pandang ilmiah. Nah, sepertinya belum ada orang yang membuat novel seperti itu. Mungkin buat orang yang tidak suka pelajaran IPA, dia akan agak pusing membacanya.

Tapi buat saya pribadi, saya bisa menemukan samaran cerita yang dibuat oleh Dewi Lestari. Jadi saya bisa memilah, sebenarnya mana jalan cerita utama mana yang sisipan. Saya menduga, saat membuat buku ini, sepertinya dia membaca buku-buku tasawuf Islam, yang intinya agar manusia tidak terikat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi, dan itu maknanya dalam sekali.

Sebagai aktor, saya sendiri selalu memilih, film mana yang membawa manfaat buat orang yang menonton, dan buat saya sebagai pemain. Dan semua faktor itu ada di Supernova, makanya saya mau main.

Di sini Anda berperan sebagai Arwin, ada tantangan khusus saat memerankannya?

Ada, karena Arwin itu seorang pria yang sudah menikah, sementara saya masih bujang. Makanya sebelum syuting, saya banyak bertanya ke teman-teman yang sudah menikah. Tujuannya, agar saat kamera β€œon” saya sudah menjiwai karakter seorang kepala rumah tangga.

Yang bikin saya penasaran, Arwin dan istrinya Rana, datang dari keluarga terpandang. Dan sebagai suami, Arwin adalah lelaki yang bertanggung jawab. Ia menafkahi istrinya lahir batin, lalu mendadak muncul sosok Fere, pria yang membuat Rana berpaling. Nah, buat saya pribadi hal itu terasa aneh. Kok bisa ya, saat semuanya tidak ada masalah, seorang istri selingkuh?

Lalu saya bertanya ke teman yang sudah berkeluarga, ternyata hal itu memang mungkin saja terjadi. Tapi saat ditanya, kenapa sih kalian bisa selingkuh? Rata-rata mereka tidak ada yang bisa menjawab. Karenanya, hal itu membuat saya sedikit bingung, bagaimana cara menentukan sikap yang tepat untuk Arwin. Akhirnya, semua saya kembalikan lagi ke kisah novelnya.

Kesulitan lain dari memerankan tokoh ini?

Arwin itu punya hobi berburu, makanya saya harus belajar bagaimana cara menggunakan senapan. Sayangnya, senapan berburu itu berat, dari cara memegangnya, mengokangnya, harus keluarkan tenaga ekstra. Karena semuanya serba keras, tapi di depan kamera saya harus tetap menjaga ekspresi tenang, karena ceritanya Arwin sudah pandai berburu. Padahal sih waktu latihan, susahnya setengah mati.

Anda sering bermain di film-film Indonesia yang box office. Karakter di film mana yang terasa paling menantang?

Wah sulit menjawabnya. Sebab tantangan di setiap film terasa berbeda. Misalnya saat saya berperan sebagai Fahri di film Ayat-ayat Cinta, segala sesuatunya harus terasa sangat spiritual. Tantangannya, bukan saja saya harus pintar berakting, tapi harus ada unsur ketuhanan yang dalam di diri sendiri. Sehingga saat orang menonton, karakter Fahri benar-benar terlihat sangat religius.

Lain lagi saat saya membintangi film 5 cm, semuanya harus serba fisik. Di sana, ditantang bagaimana keahlian kita mendaki gunung, memasang tenda, dan itu semua tidak mudah.

Kini orang mengenal Anda sebagai bintang besar. Boleh flashback sejenak, cerita tentang awal mula Anda terjun ke dunia akting?

Awalnya saya model, namun tetap ambil kuliah D3 Akuntasi di FE-UI. Di manajemen artis yang saya ikuti, saya ini seangkatan dengan Vino G Bastian, Yogi Finanda, dan Revaldo. Pada suatu hari, karena ada tugas dari kampus, saya diwajibkan magang 3 bulan di kantor akuntan publik.

Nah, ketika saya sedang magang, tiba-tiba satu per satu teman artis saya di manajemen main film. Sebagai orang yang seangkatan, jelas saya iri. Lalu saya telepon manajer, saya bilang, pokoknya nanti selesai saya magang, saya harus bisa main film. Dan benar saja, setelah magang berakhir, saya mendapat banyak panggilan casting. Sampai akhirnya, saya diterima main di film Mengejar Matahari, garapan Rudy Sujarwo di tahun 2004.

Sebagai aktor, peran seperti apa yang Anda harapkan ke depan?

Sayangnya industri film kita belum sebesar Hollywood, jadi kalau di setiap film, sebagai pemain kita mengharap peran yang berbeda, rasanya masih sulit. Karena kebanyakan, genre film di Indonesia mirip-mirip. Makanya, sejauh ini saya kalau memilih film, masih mengutamakan yang jalan ceritanya bagus, jadi bukan berdasarkan karakter tokohnya seperti apa.

Tapi kalau secara pribadi ditanya, saya maunya main film sebagai apa, ya jawabannya banyak. Karena saya orangnya suka karakter yang aneh dan unik. Misalnya, saya mau bisa jadi superhero, atau sekalian jadi pembunuh kejam.

O ya, saya ini penggemar berat Christian Bale, jadi saya mau seperti dia, menguruskan badan sampai ceking, seperti yang ia lakukan di film The Machinist. Jadi ke depannya, ayolah sini, beri saya peran yang aneh-aneh.

Pendapat Anda tentang kondisi perfilman Indonesia saat ini?

Menurut saya, dunia perfilman kita mengalami sedikit kenaikan. Soalnya sekarang banyak production house (PH) yang cukup dikenal, makin berani mengeluarkan bujet lebih untuk membuat film bagus.

Tapi sayangnya, masih ada juga PH yang membuat film terburu-buru. Jadi sistemnya, mereka membeli slot dulu di bioskop meski belum punya jalan cerita. Akhirnya, setelah slot didapat, mereka cuma punya waktu dua bulan untuk membuat film. Kalau sudah begini, pasti tergopoh-gopoh membuat skenario, cari pemain, langsung syuting.

Menurut saya, kalau ada PH bikin film dengan cara seperti itu lalu berharap sukses, itu namanya bagai pungguk merindukan bulan. Ya mana mungkin? Kita baru bisa mengharapkan film sukses, kalau sudah mengerjakan semuanya dengan baik. Kalau buatnya terburu-buru mau sukses, itu namanya tidak tahu diri.

Lucunya, banyak produser film macam begini, kalau filmnya tidak sukses di pasaran, marah-marah. Kan aneh, padahal sejak awal sudah bisa ditebak kalau filmnya tidak akan bagus. Makanya saya berharap, film-film besar seperti Supernova, bisa membuat orang yakin bahwa di Indonesia masih ada film berkualitas. Sehingga mereka merasa layak, membayar Rp75 ribu untuk membeli tiket bioskop. Semoga film-film bagus seperti ini, bisa menginspirasi lebih banyak orang, untuk membuat film berkelas. (aba)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya