Myanmar Punya Rencana Kontroversial untuk Rohingya

Pengungsi Rohingya memperlihatkan tiket konsensus nasional Myanmar.
Sumber :
  • REUTERS/Soe Zeya Tun

VIVAnews - Myanmar telah memberi konfirmasi pada PBB tentang rencana kontroversial untuk minoritas Rohingya. Myanmar akan menawarkan kewarganegaraan jika Rohingya mau mengubah identitas etnis, untuk memperlihatkan asal mereka dari Bangladesh.

Pemerintah Indonesia Bersimpati atas Gempa Myanmar

Sebagian besar dari 1,1 juta warga Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dengan kondisi memprihatinkan di Rakhine, pantai barat Myanmar. Mereka akan diberi pilihan untuk menerima reklasifikasi etnis atau ditahan.

"Sebuah rencana aksi sedang difinalisasi dan segera diterapkan," kata Menteri Luar Negeri Myanmar, Wunna Maung Lwin, di PBB, seperti dikutip Reuters, Selasa, 30 September 2014.

Suu Kyi: Saya Tak Tahu Bakal Diwawancara Muslim

"Kami mengusahakan perdamaian, stabilitas, harmoni dan pembangunan semua orang di Rakhine," kata Lwin, menambahkan bahwa Myanmar meminta PBB untuk memberikan asistensi yang dibutuhkan.

Rencana Aksi Rakhine yakni mengatur pembangunan kembali rumah bagi Rohingya, meningkatkan perawatan kesehatan dan pendidikan, serta mempromosikan rekonsiliasi. Bagian kontroversial adalah proses pengakuan Rohingya sebagai penduduk.

UNHCR Apresiasi RI soal Pengungsi Rohingya

Rohingya akan diminta untuk mendaftarkan identitas etnis mereka sebagai Bengali. Ini ditolak oleh Rohingya karena merujuk pada istilah yang menggambarkan mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Rencana itu juga mengatur bahwa otoritas akan membangun kamp sementara bagi mereka yang menolak, serta mereka yang tidak memiliki dokumen lengkap.

Myanmar juga akan meminta badan urusan pengungsi PBB, UNHCR, untuk membantu penempatan Rohingya di luar negeri, bagi yang gagal mendapatkan kewarganegaraan. Juru bicara UNHCR mengatakan tidak mungkin bagi mereka untuk melakukannya.

Hal itu memicu keprihatinan organisasi hak asasi manusia, yang khawatir Rohingya akan dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan ditahan tanpa batas waktu. "Rencana ini bermasalah, karena akan menghilangkan hak-hak orang Rohingya," kata Phil Robertson, Wakil Direktur HRW untuk Asia. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya