Demokrat Berbalik Dukung Pilkada Langsung

Prabowo saat sowan ke SBY.
Sumber :
  • (Biro Pers Istana/Abror Rizki)

VIVAnews - Sikap Partai Demokrat kini mendukung pemilihan kepala daerah tetap dilakukan secara langsung. Namun, Demokrat tetap memasang sejumlah syarat untuk dimasukkan dalam rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie menyatakan, jika 10 syarat yang diajukan oleh Demokrat tidak terakomodir dalam rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah, keputusan itu bisa saja batal. "Kalau 10 syarat nggak dipenuhi, kami tidak mungkin pilkada langsung," ujarnya, Kamis 18 September 2014.

Ketua Umum Harian Partai Demokrat Syarif Hasan lantas menjabarkan 10 poin catatan tersebut, yakni:
1. Uji publik atas integritas dan kompetensi calon gubernur, calon bupati dan calon wali kota.
2. Efisiensi biaya pilkada harus dan mutlak dilakukan.
3. Pengaturan kampanye dan pembatasan kampanye terbuka.
4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye.
5. Larangan politik uang dan sewa kendaraan partai, seperti kalau seseorang ingin maju dari partai A, bisa disebut mahar. Itu harus dilarang.
6. Larangan melakukan fitnah dan kampanye hitam.
7. Larangan pelibatan aparat birokrasi.
8. Larangan pencopotan aparat birokrasi usai pilkada.
9. Penyelesaian sengketa pilkada.
10. Pencegahan kekerasan dan tanggung jawab calon atas kepatuhan pendukungnya.

"Jadi kalau ini dilanggar, maka Partai Demokrat menginginkan agar calon tersebut langsung didiskualifikasi," ujar Syarif.

Syarif yang juga menteri koperasi dan UKM ini menegaskan sepuluh poin itu harus dimasukkan dalam RUU Pilkada yang tengah dalam proses finalisasi dimana pembahasan RUU tingkat I digelar 23 September. Setelah itu, RUU akan dibawa ke pembahasan tingkat II pada 25 September mendatang.

"Kalau 10 poin ini dimasukkan, secara tegas diatur, maka posisi Partai Demokrat memilih pilkada dilakukan secara langsung, baik gubernur, bupati dan wali kota," katanya.

Sikap Demokrat itu menyusul pernyataan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan mendukung pilkada langsung. Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin di Istana Negara, Jakarta, Rabu lalu, menyatakan, pernyataan SBY itu disampaikan melalui YouTube.

"Seperti apa yang diucapkan SBY di Youtube, perlu diletakkan rambu-rambu untuk cegah ekses-ekses negatif dari pilkada langsung," ujarnya. Ekses negatif itu, antara lain: politik uang, gesekan antar warga, dan konflik horizontal.

SBY tak ingin terjebak dalam polemik RUU Pilkada yang tercipta antara kedua kubu di parlemen. Menurutnya, Partai Demokrat selalu melihat dua aspek penting, yaitu jika pilkada langsung rakyat sudah terbiasa karena sudah berjalan selama 10 tahun ini.

Selain itu, pilkada langsung juga segaris dengan sistem presidensial di mana presiden dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda dengan sistem parlementer yang presiden atau perdana menterinya dipilih di parlemen, karena parlemen adalah pilihan dan mewakili rakyat.

Koalisi Merah Putih

Demokrat Munculkan Nama Dede Yusuf untuk Pilkada Jakarta 2024

Sikap Demokrat ini tentu membuat Koalisi Merah Putih yang getol ingin menghapus pilkada langsung di tingkat kabupaten/provinsi kaget. Koalisi Merah Putih menggelar rapat untuk menyikapi sikap Demokrat yang tak lain bagian dari koalisi.

Juru bicara koalisi Merah Putih, Tantowi Yahya, mengatakan rapat itu digelar Kamis itu juga.

Politikus yang juga menjabat sebagai wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu menilai rapat tersebut tidak bersifat luar biasa. Sebab, mereka sebelumnya secara rutin menggelar rapat untuk membahas isu-isu terkini.

"Koalisi Merah Putih hampir setiap hari melakukan pertemuan berbagai tingkatan, mulai dari ketua umum, sekjen, fraksi, dan para kader yang diberikan fungsi tertentu," ungkap dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso meminta panitia khusus segera menyelesaikan draf RUU Pilkada. "Namun kalau masih ada tarik ulur mengenai sikap, lebih baik kita tunda saja untuk periode selanjutnya," kata politisi Partai Golkar ini.

Priyo mengaku kaget dengan keputusan yang diambil oleh Demokrat. Meski begitu, keputusan itu harus dihormati.

"Betapapun kaget dan terkejut, tapi saya tidak boleh pingsan. Harus dicari bagaimana solusi dan mendekatkan dua piliihan secara bagus," katanya.

Langkah untuk membatalkan pembahasan ini tentu strategis bagi Koalisi Merah Putih. Jika Demokrat bulat memberikan suara mendukung pilkada tetap dilakukan secara langsung, maka jumlah suara yang mendukung penghapusan pilkada langsung akan kurang dari 50 persen. Demokrat bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Hati Nurani Rakyat akan menjadi suara mayoritas.

Manuver Demokrat?

Manuver Demokrat ini tentu dilihat politis karena sejalan dengan sikap koalisi kubu Presiden Terpilih Joko Widodo. Meski begitu, Demokrat membantah tengah mengincar kursi menteri di kabinet Jokowi-Kalla. "Nggak ada pertimbangan seperti itu (incar kursi menteri). Kami memikirkan yang manfaat buat rakyat yang disenangi oleh rakyat apa," kata  Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin.

Menurut Amir, rakyat senang jika demokrasi dirawat, ditingkatkan, dan dipelihara. Sementara dalam pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat ini, sudah mencerminkan sistem yang demokrasi. "Jadi kita ikuti, ikutilah apa yang menjadi rakyat senang," kata dia.

Namun, kata Amir, partainya belum tahu apakah ada kader Demokrat yang dilirik oleh Jokowi-JK untuk menjadi menteri. "Saya tidak tahu tanya yang mau, tanya yang diajak," kata dia.

Amir mengatakan, Demokrat akan mendukung kebijakan Jokowi-Kalla jika hal itu sesuai dengan kehendak rakyat. "Seperti yang saya ucapkan dari dulu kan kami mendukung tanpa perlu harus membebani," kata dia.

Sikap Demokrat dan SBY ini, menurut sebuah survei, juga bagus. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa jika sampai kepala daerah dipilih DPRD, maka publik menilai Presiden SBY paling bertanggung jawab.

"Mayoritas publik salahkan SBY," kata peneliti LSI, Ardian Sopa, dalam konferensi pers di kantornya, Rawamangun, Jakarta Timur.

Ardian menuturkan, institusinya menjelaskan kepada responden bahwa saat ini DPR dan pemerintah merancang undang-undang kepala daerah. Lalu mereka tanyakan, jika disahkan apakah SBY bisa dipersalahkan? "Responden yang menyatakan 'iya' ada 83,07 persen. Ini angka yang sangat-sangat besar. Kita bisa bilang mayoritas mutlak," jelasnya.

Ardian mengemukakan, responden yang menjawab SBY tidak bisa dipersalahkan hanya 13,41 persen. Kemudian, tidak jawab 3,52 persen. "Pak SBY bisa kita sebut aktor utama kemunduran demokrasi jika pilkada dipilih DPRD," imbuhnya.

Sementara kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tentu menyambut baik sikap Partai Demokrat ini. "Pak SBY bukan mendukung PDIP. Tapi saya yakin Demokrat menangkap aspirasi publik," ujar politisi senior PDIP, Pramono Anung, di Gedung DPR, Jakarta.

Menurut mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu, dengan pelaksanaan pilkada langsung, maka tokoh lokal dan tokoh nasional yang bisa bekerja dengan baik. "Kami apresiasi. Ini akan menjadi kenangan bagi rakyat, bukan untuk PDIP atau Demokrat," kata mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu.

Hal senada disampaikan oleh politisi PDIP Eva Kusuma Sundari. Menurutnya, dengan pelaksanaan pilkada langsung, Indonesia akan mendapat reputasi bagus dari dunia. Dengan sikap Partai Demokrat itu, kata dia, pemerintahan SBY terhindar dari cap memundurkan demokrasi bangsa.

"Kami berterima kasih kepada SBY. Meskipun ini pertimbangan individual, tapi dampaknya sangat luas," ujar anggota Komisi Hukum DPR itu. (ita)

Smart Finance Gandeng CBI Redam Risiko Kredit Macet
Ilustrasi KTP.

Pemprov: Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Budi Awaludin mempersilakan warga untuk mengajukan keberatan jika terkena penonaktifan NIK.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024