Swiss, 'Surga' Pasien Bunuh Diri

Pemprov DKI Jakarta Akan Tambah Pasokan Air Bersih Pada 2015
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews - Berkunjung ke Swiss terbayangkan Anda setidaknya akan menikmati sajian ski di Pengunungan Alpen yang indah. Bila belum puas, bisa menikmati kotak cokelat yang lezat. 
Viral Sosok Wanita Tersubur di Dunia, Lahirkan 44 Orang Anak Tanpa Suami yang Menafkahi

Tapi dalam empat tahun sejak 2008-2012, bagi ratusan orang dari Inggris dan Jerman, melancong ke Swiss bukan untuk dua tujuan pelesiran itu. Ratusan orang datang untuk mengakhiri derita hidup mereka.
GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

Ratusan warga asing itu bepergian ke Swiss untuk menjalani 'layanan bunuh diri alias bantuan bunuh diri. Layanan ini dikenal dengan euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan. Lebih mengejutkan lagi, penelusuran peneliti Universitas Zurich, Swiss dari data dari Institute of Legal Medicine, Zurich menemukan dalam rentang empat tahun itu, pasien layanan bunuh diri di Swiss telah meningkat dua kali lipat. 
FOBI Gelar Kejuaraan Dunia Bertajuk Piala Presiden, 10 Negara Tampil

Mengutip Eurek Alert, Jumat 22 Agustus 2014, pencarian menemukan ada 611 orang luar Swiss, yang menggunakan layanan bantuan bunuh diri pada rentang empat tahun itu.

Semua pengguna layanan ini disebutkan telah memanfaatkan fasilitas salah satunya, Dignitas, sebuah kelompok di Swiss yang membantu para penderita penyakit terminal seperti kanker dan fisik untuk dibantu meninggal. 

Data pada rentang waktu itu, menunjukkan warga dari 31 negara di luar Swiss, telah menggunakan bantuan untuk mati tersebut. Warga yang terbanyak menggunakan bantuan ini yaitu Jerman dengan 268 warga dan Inggris (126 orang), mendominasi hampir dua pertiga yang mati dengan bantuan. Sedangkan warga negara lain yaitu Perancis (66), Italia (44), Amerika Serikat (21), Austria (14), Kanada (12), Spanyol serta Israel masng-masing 8 orang dan Australia (5).

Orang yang menggunakan bantuan kematian itu tercatat datang dengan usai kisaran 23-97 tahun dan usia rata-rata 69 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, lebih dari setengah pasien bantuan bunuh diri ini, yaitu perempuan (58,5 persen) sedangkan laki-laki (40 persen).

Sedangkan profil orang yang ingin bunuh diri dengan bantuan ini kebanyakan, hampir setengahnya, menderita problem neurologis. Penyakit lainnya yaitu kanker dan rematik. 

Pasien Inggris dan Jerman yang mendominasi bantuan ini diketahui datang dengan problem neurologis misalnya kelumpuhan, penyakit saraf motorik, Parkinson, multiple skerosis atau penyakit yang menyerang sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang.
 
Peneliti menemukan kenaikan warga yang menggunakan bantuan itu pada negara tertentu. Misalnya Italia, disebutkan mengalami kenaikan dari 4 pada 2009 menjadi 22 warga pada 2012. Perancis dari 7 pada 2009 menjadi 10 pada 2012. 

Secara keseluruhan, jumlah orang yang bunuh diri dengan bantuan di Swiss telah meningkat dua kali lipat pada rentang 2009 hingga 2012. 


Metode Kematian

Dilaporkan hampir semua bantuan kematian ini memanfaatkan pentobarbital sodium. Hanya empat saja orang yang menggunakan metode menghirup helium. 

Metode bantuan kematian ini dipublikasikan secara luas dan digambarkan sebagai cara yang 'menyiksa'. 

Namun demikian, gambaran metode itu ternyata tak menyusutkan orang untuk menggunakan bantuan itu. Peneliti Universitas Zurich nyatanya menemukan bantuan kematian itu telah menarik jumlah 'wisatawan' bunuh diri ke Swiss.

Julian Mausbach, penulis studi dan peneliti di Pusat Center Kesehatan, Etika dan Hukum Universitas Zurich melansir Wall Street Journal menyebutkan untuk menjalani layanan itu, setiap pasien dikenakan biaya yang US$3000 setara Rp34,8 juta.

Mengenai penyebab kenaikan jumlah orang ke Swiss untuk bunuh diri, berdasarkan laporan Wall Street Journal, menurut Mausbach, tak terlepas dari pelarangan aturan bantuan bunuh diri di berbagai negara di dunia, termasuk Inggris dan Italia. 

Sedangkan peraturan di Swiss yang memperbolehkan bantuan bunuh diri. Undang-undang di Swiss memungkinkan bantuan bunuh diri asalkan tidak atas dasar egois. Peluang ini mendorong warga luar Swiss untuk mencoba layanan mereka.

Disebutkan Mausbach, Inggris dan Italia tercatat melarang bantuan bunuh diri itu. Sedangkan selain Swiss, wilayah Amerika Serikat seperti Oregon, Washington dan Montana telah memperbolehkan bantuan bunuh diri. Negara Eropa lain, Belanda juga telah menerima aturan bantuan bunuh diri sejak lama.

Problem Etik

Mausbach menambahkan kenaikan penggunaan layanan bunuh diri itu akhirnya meningkatkan pertanyaan etika dan hukum. 

Di antaranya mengapa pasien perlu datang jauh-jauh ke Swiss hanya untuk mengakhiri hidup. Terlebih hal yang membuat heran yaitu ketika negara asal pasien tak memperbolehkan solusi bantuan bunuh diri itu. 

Kaum agamawan di Jerman dan Perancis juga menentang ide bantuan bunuh diri. Gereja Katolik Roma dan Protestan kedua negara itu menentang keras pelegalan euthanasia dan lebih mendorong untuk perawatan meringankan yang lebih baik. Usulan ini bertujuan meringankan rasa sakit bagi pasien yang sekarat.

Peneliti lain Charles Foster dari Dr Charles Foster, dari Green Templeton College, University of Oxford, Inggris juga mempertanyakan dasar bantuan bunuh diri itu. 

Menurutnya layanan itu mendorong  perubahan perundang-undangan dan menuai perdebatan serius di Jerman, Inggris, Perancis dan beberapa negara lain, yang warganya memanfaatkan bantuan itu. 

Ia menyatakan tak yakin bantuan bunuh diri akan terjadi di Inggris. Menurutnya ada dua relasi antara penggunaan bantuan bunuh diri dengan kebijakan bunuh diri dengan bantuan di Inggris. 

Salah satu alasannya yaitu pengakuan publik yang perlahan berkembang bahwa ada sesuatu problem kalau tidak moral maupun ketidaknyamanan yang mana bantuan kematian itu dilakukan negara lain.

Foster mencatat adanya pergolakan aturan terkait layanan bantuan itu. Pertengahan Juli lalu, rancangan aturan bantuan mati itu tengah menjadi polemik di Majelis Tinggi Inggris. 

Usulan aturan itu, memungkinkan dokter memberi resep dosis kepada pasien. Namun ada ketentuan khusus, aturan ini diberlakukan hanya untuk pasien yang sekarat, dengan acuan tidak akan bertahan hidup kurang dari 6 bulan.

Pernyataaan pasien tidak akan hidup lebih dari 6 bulan itu harus disampaikan oleh minimal dua dokter. Setelah mendapat izin dari dua dokter, pasien sekarat akan diterapi dengan resep obat mematikan. 

Rancangan aturan bantuan untuk meninggal di Inggris itu memang agak berbeda secara istilah dengan bantuan bunuh diri. 

Di Inggris, aturan yang menimbulkan polemik Juli lalu dikenal dengan assisted dying atau bantuan untuk mati. Ini berbeda dengan bantuan bunuh diri (assisted suicide) atau euthanasia, yang sudah berlaku dibeberapa negara.

Pada bantuan bunuh diri memungkinkan dilakukan pada pasien yang sakit kronis dan disable namun tidak dalam keadaan sekarat dan euthanasia bisa mengakhiri hidup dengan memberikan langsung tanpa persetujuan pasien.

Tapi aturan bantuan mati itu hanya diberlakukan pada pasien yang tengah sekarat.

Hak Pasein Bunuh Diri

Sedangkan kelompok pendukung gagasan bantuan bunuh diri bagi pasien di Swiss, Dignitas mengkritik studi peneliti Universitas Zurich. Salah satu pemimpin Dignitas, Silvan Luley, dalam sebuah email menegaskan studi peneliti tentang data pasien bantuan bunuh diri itu 'tidak menawarkan hal yang benar-benar baru atau inovatif'. Bahkan Luley menyebut riset itu sangat dangkal. 

Memang ia mengakui angka hasil studi itu tidak juga beda dengan data yang dimiliki kelompok itu. Data menunjukkan pola yang sama pada studi baru itu. 

Namun sebenarnya, Dignitas mendorong negara lain, di luar Swiss untuk mulai menerima hak pasien untuk bunuh diri. Menurutnya itu menjadi solusi bagi peningkatan kunjungan bantuan bunuh diri ke Swiss.

"Dignitas bukan bertujuan agar orang-orang di seluruh dunia bepergian ke Swiss, tapi kami ingin negara-negara lain untuk menyesuaikan sistem hukum mereka melaksanakan masalah mengakhiri hidup, sehingga warga memiliki pilihan nyata dan tidak perlu menjadi 'wisatawan bunuh diri'," tegas Luley dalam email.  (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya