Proyek Analitik Ini Tawarkan Prediksi Peristiwa di Masa Depan

Big Data Obama
Sumber :
  • REUTERS
VIVAnews - Meledaknya data, atau dikenal dengan Big Data dapat dioptimalkan untuk memprediksi perolehan Pemilu, meramalkan penyebaran flu, hingga membantu kepolisian menguak kejahatan. 
PlayStation 5 bikin Sony Semringah

Tetapi, itu belum cukup. Big Data diklaim bakal mengganti peran para ahli sejarah di masa depan. Hal itu diakui oleh Kalev Leetaru, ilmuwan data Universitas Georgetown, Washington, Amerika Serikat, mengutip BBC, Jumat 22 Agustus 2014. 
Budi Waseso dan Kwarda Pramuka Se-Indonesia Minta Nadiem Revisi Permendikbud No 12

Menurut Leetaru, hal itu memungkinkan, karena dengan menggunakan alat yang dirancang menyelidiki kumpulan data besar dalam jumlah cepat, yaitu Google Big Query.
Tingkatkan Angkatan Kerja yang Kompeten, Kemnaker Komitmen Hadirkan Pelatihan Vokasi Berkualitas

Ia mengakui, dapat mengelola data peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia dari 1979 sampai saat ini, dengan menggunakan analitik Google Big Query.

Leetaru memanfaatkan alat analitik itu dalam Proyek GDELT. Proyek ini mengumpulkan laporan media dari peristiwa berbagai sumber lebih 100 bahasa yang terjadi selama 35 tahun.

GDELT membangun katalog masyarakat hari ke hari berbasis komputasi yang dikumpulkan dari berita media baik penyiaran, cetak maupun online. "Apa yang kami cari di sini, yaitu menggunakan alat untuk mendorong dalam seperempat miliar catatan," ujar dia. 

Ia mengaku juga hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk menyaring keluar pola data, dengan menggunakan potongan perangkat lunak masif itu. 

Kemudian, dari berbagai catatan yang sangat banyak itu, Leetaru menemukan pola kompleks dari peristiwa-peristiwa. Ia dapat membaca pola peristiwa yang terjadi di Mesir, Ukrania, Lebanon. 


Prediksi masa depan

Analitik ini pada dasarnya yaitu peristiwa apa yang akan terjadi di suatu negara, dengan mempelajari peristiwa yang telah terjadi di masa lampau.

"Jika Anda mengambil dua bulan terakhir apa yang terjadi di Mesir misalnya, dan Anda mencari sejarah setiap negara untuk periode di masa lalu sampai sekarang, kemudian Anda melihat apa yang terjadi setelah semua periode tersebut," jelasnya. 

Mengutip keterangan pada blog GDELT Project, dia memberikan contoh pada 27 Januari 2011, Mesir bergejolak dan Anda ingin mencoba mencari tahu apa yang akan terjadi di Mesir selanjutnya. 

Nah, algoritma akan mulai membuat lini waktu intensitas gejolak di Mesir dengan mengambil rentang dua bulan sebelumnya gejolak yaitu 28 November 2010-27 Januari 2011. 

Selanjutnya, algoritma akan mencari perbandingan peristiwa dengan pola rentang dua bulan mulai dari 1 Januari 1979 di setiap negara. Algoritma terus melaukan proses perbandingan peristiwa sampai menemukan pola peristiwa yang termirip dengan contoh gejolak di Mesir itu.

Pola dengan rentang waktu dua bulan yang termirip itu, kemudian dijadikan dasar untuk memprediksi peristiwa apa yang akan terjadi di mesir setelah gejolak. 


Ganti peran sejarawan?

Proyek ini memang terdengar begitu fiksi ilmiah, tetapi gagasan ini dianggap bakal mengganti peran beberapa pekerjaan peneliti, termasuk sejarawan. Proyek Leetaru ini pun disambut skeptisisme. 

Menanggapi hal ini, Leetaru meminta sejarawan untuk lebih bijak dengan memandang proyek ini sebagai jenis anatitik yang justru membantu peneliti. Ia tak sepakat bila peneliti menganggap hal itu sebagai ancaman. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya