Pidato Kenegaraan Terakhir Presiden Yudhoyono

Pidato Kenegaraan Terakhir SBY
Sumber :
  • Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki
VIVAnews – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat terlihat sentimental saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-69 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 15 Agustus 2014. Ini adalah pidato kenegaraan terakhirnya setelah 10 tahun menjabat sebagai Presiden. Sebab, pada Oktober 2014, SBY harus menanggalkan jabatannya. 
Pemkot Pontianak Kasih Peringatan ke Seluruh SPBU di Kota Itu, Ada Apa?

Yudhoyono mengungkapkan refleksi pribadinya ke hadapan hadirin dan juga rakyat Indonesia yang menyaksikan melalui tayangan televisi. Dia menekankan pentingnya menjaga bangunan sistem demokrasi, politik, dan ekonomi yang sudah baik, serta tidak bergantung pada figur seseorang. Namun, bersandar pada lembaga, peraturan, hukum, dan norma. 
Man Utd Incar Penyerang Tua yang Bela Real Madrid

Dalam kesempatan itu, Yudhoyono juga berjanji untuk membantu siapa pun yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Menurut dia, ini adalah kewajiban moral sebagai mantan Presiden nantinya, dan sebagai warga negara yang ingin terus berbakti kepada negaranya.
Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi

“Melalui mimbar ini pula, saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih yang nanti akan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Tahun depan, Presiden kita yang baru akan memberikan pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indonesia, marilah kita bersama-sama mendengarkannya, dan mendukung beliau untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini,” katanya.

Layaknya pidato dalam rangka memperingati hari ulang tahun, Yudhoyono mengupas kilas balik perjalanan bangsa ini sejak diproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945. Menurut dia, setelah 69 tahun merdeka, Indonesia berhasil melakukan transformasi besar dari sebagian besar penduduknya yang buta huruf.

Tapi, kini Indonesia mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu sekolah, 3 juta guru, dan 50 juta siswa.

Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia, jika dihitung dari purchasing power parity.

Selanjutnya, dari bangsa yang penduduknya miskin pada 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia Tenggara dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang tercepat di Asia.

Dari bangsa yang kerap jatuh bangun diterpa badai politik dan ekonomi, kini telah berhasil mengonsolidasikan diri menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

“Pendek kata, setelah hampir 7 dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, semakin damai, semakin makmur, dan semakin demokratis,” ujarnya.

Klaim Keberhasilan

Dalam pidatonya, Yudhoyono mengungkap sejumlah keberhasilan yang ditorehkannya. Di antaranya, dalam hal penegakan hukum. Misalnya, periode 2004-2012, dalam kapasitasnya sebagai presiden telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai melakukan kasus korupsi dan tindak pidana lainnya. 

“Karenanya, pemerintah terus mendukung dan memberikan ruang gerak yang luas bagi KPK untuk memberantas korupsi,” ujarnya. 

Pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum juga disebutnya sebagai keberhasilan dalam penegakan hukum. “Kita juga telah melahirkan UU Nomor 16 Tahun 2011 yang bertujuan memberi bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu menyewa pengacara untuk menghadapi pengadilan,” tuturnya.

Dalam hal ekonomi, Yudhoyono menyebutkan keberhasilannya dalam menjaga stabilitas dan kondisi makro-ekonomi yang relatif baik, walaupun bangsa Indonesia terus diterpa cobaan. Indonesia terus mencetak pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. 

“Di antara negara-negara G-20, kita tetap menempati posisi pertumbuhan tertinggi setelah Tiongkok,” imbuhnya.

Yudhoyono juga mengungkapkan keberhasilannya melunasi utang kepada IMF, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF, yang semua kebijakan dan perencanaan ekonominya harus didikte oleh IMF. 

Di bidang kesejahteraan rakyat, Yudhoyono menyebutkan Program Keluarga Harapan yang menjangkau lebih dari 3 juta keluarga sangat miskin di 318 kabupaten dan kota telah terbantu oleh program ini. Anggaran pendidikan telah mencapai 20 persen lebih dari APBN. 

Untuk mempercepat pembangunan antarwilayah, kata dia, pemerintah telah memulai pembangunan enam koridor ekonomi yang diharapkan dapat menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan klaster-klaster industri di masing-masing koridor, dengan menggali potensi serta keunggulan daerah.

Yudhoyono menyoroti perlunya perhatian pemerintah bagi pertumbuhan kelas menengah. Menurut SBY, di abad 21, kemajuan Indonesia bukan diukur dari jumlah konglomerat, namun jumlah kelas menengah. 

Peran Internasional

Menurut Yudhoyono, Indonesia telah dan akan terus berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri bebas aktif, seraya terus memperjuangkan terwujudnya keadilan dan perdamaian dunia. Peran itu diimplementasikan di kawasan ASEAN hingga di kancah global.

Dijelaskannya, Indonesia juga aktif di kawasan Pasifik Barat Daya dalam forum-forum seperti Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Island Forum, serta Pacific Island Development Forum. Di kawasan Asia, Indonesia terus mendorong Indo-Pacific Treaty for Friendship and Cooperation atau Traktat Indo-Pasifik untuk Persahabatan dan Kerja sama. 

Di Timur tengah, dalam kasus konflik Suriah, Indonesia mendorong negara-negara Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk lebih berperan aktif dalam rangka penyelesaian krisis. Selain itu, Indonesia memberikan andil nyata dalam rangka turut menyelesaikan konflik Palestina-Israel.

“Indonesia telah menjadi salah satu penyumbang utama dalam misi-misi perdamaian PBB,” ujarnya.

Tak lupa, dia mengungkapkan kiprahnya dalam memberikan kontribusi nyata terhadap agenda pembangunan millennium pasca 2015, karena ditunjuk sebagai salah satu Ketua Bersama dari Panel Tingkat Tinggi PBB untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015. 

“Di samping itu, kita juga aktif di berbagai forum multilateral yang berdampak pada kebijakan strategis nasional, seperti forum APEC, WTO, G-20, dan lainnya," tuturnya.

Tradisi Baru Transisi

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsuddin, menyanjung pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bentuk kerendahhatian. Yakni, minta maaf karena banyak capaian yang telah dilakukan, tapi masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan. 

“Saya kira itu pidato yang sangat rendah hati," ujar Amir di Gedung DPR, Jakarta.

Kesiapan Yudhoyono untuk membantu presiden terpilih periode 2014-2019 mendatang untuk kelancaran transisi merupakan tradisi baru yang belum pernah ada sebelumnya. “Nah, itu satu hal baru yang kita tidak pernah temukan di waktu-waktu lain," katanya.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Priyo Budi Santoso, mengaku terpukau dengan pidato kenegaraan tersebut. Menurut dia, Yudhoyono menyampaikan isi hatinya dengan baik dan jelas dalam menjelaskan dasar-dasar fondasi kenegaraan termasuk capaiannya.

Menurutnya, capaian pemerintah SBY merupakan prestasi kerja kolektif dari istana dan gedung parlemen. Pidato SBY, kata dia, banyak menyinggung soal visi kenegaraan, dan sistem demokrasi yang tidak mudah dilaksanakan.

"Saya berdecak kagum luar biasa sampai berkaca-kaca ketika beliau sampaikan titipan pribadi seolah pamit dan menyampaikan empat titipan," kata dia.

Namun demikian, pidato tersebut bukan tanpa kritik. Menurut Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, tingginya pertumbuhan kelas menengah Indonesia sama sekali tidak bisa menutup-nutupi fakta kesenjangan sosial yang makin melebar dalam beberapa tahun belakangan ini.

Potret kesejahteraan sebagian besar rakyat juga masih sangat memprihatinkan akibat kegagalan mengelola ketersediaan puluhan komoditas kebutuhan pokok.
 
Klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang tingginya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia perlu diapresiasi. Tetapi, perlu diingat bahwa pertumbuhan kelas menengah itu bukan fakta yang ideal untuk menjawab atau mengilustrasi perkembangan kualitas kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 

“Data statistik menyebut sekitar 28 juta rakyat masih terperangkap kemiskinan, sedangkan kesenjangan sosial makin melebar,” katanya.
 
Menurut Bambang, dalam konteks mewujudkan kesejahteraan umum, beban pekerjaan bangsa ini masih sangat berat. Karena itu, klaim SBY dalam pidato kenegaraan menyambut HUT ke-69 RI pada sidang DPR–DPD itu jangan sampai ditafsir atau diasumsikan sebagai meningkatnya kualitas kesejahteraan seluruh rakyat.

Apalagi, sebagian kelas menengah perkotaan membiayai beberapa kebutuhannya dengan mengandalkan kredit dari lembaga pembiayaan. 

“Dalam forum itu, SBY seharusnya mengedepankan fakta tentang kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya memotret kelas menengah,” kata Anggota Komisi III DPR itu.
 
Selain faktor kesejahteraan umum, kata Bambang, SBY juga gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, karena banyak pejabat negara tersandung kasus korupsi dan ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Buktinya, pada periode 2004-2012, ia telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai berbuat korupsi dan tindak pidana lainnya. Dan, periode 2004-2014, sebanyak 277 pejabat negara di pusat ataupun daerah, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, dijerat KPK karena terlibat kasus korupsi. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya