Wawancara Khusus

Jimly Asshiddiqie: Kita Tidak Boleh Anti Quick Count

Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVAnews - Dua pemilihan umum telah digelar. Setelah pemilu legislatif dilaksanakan pada 9 April 2014, Komisi Pemilihan Umum menggelar pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli lalu. Saat pileg, KPU menetapkan suara sah pada pileg sebanyak 124.972.491 suara.

Puji MK Persilakan Pemohon Serahkan Kesimpulan Sengketa Pilpres, Refly: Luar Biasa

Suara tertinggi diperoleh PDIP dengan persentase 18,95 persen, disusul Partai Golkar 14,74 persen, dan Gerindra 11,81 persen. Tak ada pemenang mutlak. Karena itu, tidak ada partai yang bisa melenggang tanpa menggandeng mitra untuk mengajukan calon presiden dan wakilnya.

Sementara hasil resmi penghitungan suara pada pilpres baru akan disampaikan 22 Juli 2014. Masyarakat masih menunggu siapa yang akan menjadi pemimpin negara ini untuk 5 tahun ke depan. Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo- Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, saling klaim memenangi hitung cepat atau quick count. Hampir semua lembaga survei memang menemukan margin tipis kedua kubu ini. Tapi hasil survei belum bisa menyimpulkan siapa pemenangnya karena masih ada margin of error.

Ditemui di kediamannya di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, Sabtu malam 12 Juli 2014, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH, turut menanggapi hasil pemilihan presiden Indonesia. Menurut mantan ketua MK ini, pemilu 2014 adalah tantangan berat bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi. Meski berjalan damai, tapi pemilu tidak berjalan dengan mulus.

Apa saja pandangan Jimly soal pemilu, berikut penuturannya kepada VIVAnews:

Terkait pilpres, apakah sudah ada laporan ke DKPP?

Ya belum, kita sedang fokus ke penghitungan suara dan rekapitulasi suara, sekarang sudah mulai masuk ke kecamatan, jadi fokus dulu ke situ, DKPP bisa belakangan, kan nggak ada kaitan dengan tahapan pemilunya. Bila nanti ada laporan pengaduan itu bisa diselesaikan belakangan, sekarang kita fokus perhatian dulu supaya pemilihan presiden ini tuntas. Apalagi ini menegangkan, sama kuat angkanya. Hasil hitung cepat ada dua kelompok lembaga survei yang beda. Masing-masing calon juga mengklaim menang lagi. Bagaimana ini?

Sempat terjadi masalah saat pemungutan suara di Hong Kong, tanggapan Anda?

Iya itu juga masalah. Tapi tidak ada laporan ke DKPP, saya pikir tadinya ada, tapi ternyata tidak ada, hanya surat pernyataan dan itu bukan pengaduan.

Surat pernyataan dari siapa?

Surat pernyataan dari LSM, tapi tidak bisa kita terima kalau pernyataan, memang kita tempat menampung surat pernyataan, kan ada prosedur kalau mau mengadukan penyelenggara pemilu, ada prosedurnya. Bisa dibaca di website, baca prosedurnya, jadi pengaduan siapa yang melanggar diajukan.

Polemik hasil pilpres berdasarkan hitung cepat, pandangan Anda?

Makanya kita harus hati-hati, kita harus mengelola ini dengan baik, tapi saya percaya pada saatnya nanti selesai.

Baru kali ini hanya ada dua calon, Anda melihat apa ada semacam kekagetan?

Ya kaget, termasuk ini juga tradisi quick count kan baru, quick count ini juga kan kita tidak bisa larang. Kita tidak boleh anti metodologi ilmiah, anti quick count sama saja anti ilmu. Dan, ini bahkan untuk pengumuman hasil quick count diatur undang-undang, tapi oleh MK sudah dicabut pasalnya sehingga bebas. Jadi bebas sekali kita ini, nah ini dampaknya ada baiknya, baiknya adalah kita berasumsi positif tentang sikap kritis rakyat Indonesia, kita tidak meremehkan rakyat seakan-akan tidak sanggup berbeda pendapat.

Soal perbedaaan hasil quick count, bagaimana dampaknya?

Ada kemungkinan punya dampak negatif, karena kita belum biasa, tapi lama-lama orang sudah terbiasa, ini (quick count) tidak resmi, kenapa kita harus pecah belah hanya gara-gara informasi tidak resmi. Lagipula produk ilmiah itu ya biasa saling bertentangan satu dengan yang lain, bisa saja ada persoalan metodologi, bisa juga ada persoalan etika penelitinya, bisa saja ada uang di balik batu, ini dibayar, bisa saja, dan itu akan menentukan kredibilitas dari penelitinya.

Biar rakyat menilai, masyarakat makin cerdas, lembaga survei mana yang bisa dipercaya, tapi sekali lagi, walaupun lembaga surveinya itu hebat, terpercaya, tetap bukan dia yang menentukan, yang menentukan itu KPU. Nanti KPU bisa juga dimentahkan, yang dimenangkan oleh KPU bisa dikalahkan oleh MK. Apakah MK itu pasti benar? Sepanjang manusia kan tidak bisa kita memastikan dia pasti benar, kan bukan Tuhan.

Dalam konteks kehidupan bernegara, the judge's the justice's can do no wrong, itu kita harus menyepakati konstruksi bernegara, bahwa putusan final itulah yang harus kita anggap benar, walaupun mungkin saja tidak benar. Seperti banyak pengadilan di dunia ini menjatuhkan pidana mati, tapi sesudah dihukum mati baru ketahuan dia tidak salah, kan ada saja kemungkinan.  Sekali lagi, konstruksi bernegara putusan final di MK. Sebelum putusan final, putusan resmi di KPU. Sebelum KPU, boleh semua orang berbeda pendapat, profesor doktor botak sepuluh kali, saking pintarnya tetap pendapatnya belum tentu benar, yang benar adalah yang resmi.

Dengan kondisi saat ini, kemungkinan salah satu kandidat akan mengajukan gugatan ke MK?

Karena memang itu disediakan sistemnya. Mekanisme demokrasi kita menyediakan jalan konstitusi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat, dan tempat terakhir itu di MK.

Anda sendiri melihatnya bagaimana?

Ya kita kan berharap kalau bisa jangan, makanya setiap tahapan harus ada penyelesaian setempat. Kalau ada perbedaan, ya saya harapkan KPU Bawaslu dan jajaran di setiap tingkatan, harus membuka ruang terbuka melalui rapat pleno yang dihadiri oleh kedua pasangan, kedua timses, untuk berdebat terbuka kalau ada dokumen yang tidak dipercaya. Jadi kalau ada perbedaan angka, selesaikan setempat-setempat sebelum diputuskan resmi dan masuk diupload di website.

Jadi setiap tahapan itu harus ada penyelesaian dengan begitu jangan lempar ke atas masalahnya, sehingga tidak perlu dibawa ke MK kalau bisa. Dan, bahkan saya anjurkan supaya ada sikap gentleman, karena ini kan program kesempatan, fenomena baru dimana kita terbelah dua ini. Kalau bisa sesudah keputusan KPU nanti, pasangan calon yang terbukti tidak menang sudahlah cepat-cepat memberi ucapan selamat, tidak usahlah dibawa ke MK. Kalau bisa begitu, sehingga kita segera bisa konsiliasi.

Mungkinkah putusan MK nanti pilpres diulang?

Enggak enggak, satu ronde, sudah diputuskan MK

Yakin peradilan di MK akan berjalan adil?

Harus.

Tapi kan ketua tim pemenangan pasangan nomor 1 mantan ketua MK  (Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta, Mahfud MD)?

Ya tidak apa-apa kan, MK kan institusi, tidak tergantung orang per orang, bahkan ketua. Saya pun mantan ketua, tidak bisa pengaruhi independensi 9 hakim, malah mereka akan tersinggung kalau ada mantan ketua yang mau ikut campur urusan internal. Kita percayakan dari kinerja yang ada selama ini. Di bawah kepemimpinan Pak Hamdan Zoelva, independensinya bagus. Terlepas dari ada kasus dengan Pak Akil yang dikit lagi selesai, tapi mereka sudah memperbaiki kinerja dan mudah-mudahan nanti akhir dari proses sengketa pilpres ini, kalau memang jadi ke sana, itu akan selesai dengan baik.

Pertama Kali, Ukraina Tembak Jatuh Pesawat Pengebom Rusia

Tapi harapan kita kalau bisa, ini para capres misalnya sesudah ditetapkan oleh KPU, saya kira bagus sekali kalau yang kalah itu langsung mengucapkan selamat, tidak usah lagi memperpanjang masalah, supaya kita mudah rekonsiliasi paska pilpres. Jadi kita kan sebagai bangsa baru kali ini mengalami bangsa kita terbelah dua, gara-gara pilpresnya cuma dua calon, kalau di Amerika sudah dua setengah abad, sudah biasa mereka punya dua calon, bangsa Amerika sudah terbiasa terpecah dua, kita ini baru kali ini, jadi kita ini mesti ekstra hati-hati.

Misalnya nanti KPU memenangkan si A atau si B, ya sudah yang kalah ucapkan selamat saja, tapi tentu perlu juga ditimbang-timbang baik-baik para pendukung supaya ditenangkan, jadi saya kira ini penting, bagian dari pembelajaran bangsa kita berdemokrasi. Tapi seandainya ini lancar, maka saya yakin bahwa ini catatan terbesar dalam perkembangan sejarah demokrasi kita dan tersulit untuk dilalui, tapi sekali ini berhasil kita lampaui maka demokrasi kita matang sudah.

Ada klaim lembaga survei yang mengatakan bahwa hasil survei yang dilakukannya yang paling benar, tanggapan Anda?

Namanya juga ilmu pengetahuan, itu terbuka untuk dikritik, terbuka untuk benar atau tidak benar, namanya juga ilmiah. Kalau seorang mengklaim pasti benar, mutlak, sama dia menyaingi Tuhan, itu berbahaya, bisa syirik dia menyaingi tuhan, dia sama dengan tuhan, pasti benar. Jadi namanya metode ilmiah, itu masih relatif, bisa saja bener bisa juga salah, tapi dari praktik selama ini kita percaya kepada metodologi ilmiah. Kita tidak boleh anti teori, tidak boleh anti ilmiah, sebab itu buruk dampaknya kalau para pemimpin tidak percaya kepada metode ilmiah. Metode ilmiah ini ada alur sunnatullah-nya, boleh jadi ada kekeliruan metodologis, atau boleh jadi ada perilaku etik yang patut dipersoalkan dari salah satu, atau salah dua atau salah tiga, dari peneliti atau lembaga survei itu. 

Kita kan tidak boleh melarang lembaga survei, apalagi era demokrasi sekarang, dan bahkan pun pengumumannya sudah kita coret, kan ada pasal yang membatasi jam pengumuman. Itu untuk menunjukkan bahwa biarlah rakyat menikmati secepat-cepatnya hasil quick count, hasil riset ilmiah, dengan sengaja. Toh masyarakat lama-lama makin kritis makin pintar, dan ini bagian dari pendewasaan kita berdemokrasi, ya nggak apa-apa wong ini tidak resmi, nanti yang resmi tetap yang diputuskan oleh KPU.

Kalau mereka tetap menganggap hasil surveinya paling benar, meski ada hasil resmi KPU?

Biar saja, semua profesor yang botak lima kali, yang belum pernah botak belum terlalu pinter itu, saya saja baru mau satu kali. Kalau pun sudah botak lima kali tetap saja dia manusia, dia tidak boleh menggantikan Tuhan.

Sekarang KPU dan Bawaslu mendapat tekanan besar paska hitung cepat (quick count). Saran bapak untuk dua lembaga ini?

Saran saya itu tadi, KPU Bawaslu harus kerja profesional independen termasuk tuduhan-tuduhan orang nggak usah didengarkan, kita kerja baik-baik saja, ya kan dan tidak boleh berpihak, independen, termasuk independen dari intervensi pendemo dan tekanan-tekanan media, pokoknya kerja saja profesional, itu jalan yang paling selamat, sesuai dengan aturan. (umi)

Relawan Prabowo Batal Gelar Aksi, Polisi Berlakukan Pengalihan Arus Situasional Depan MK
Detik-detik Serangan Israel ke Iran (Doc: Fox News)

Bursa Saham Asia Kompak Anjlok Imbas Ekskalasi Konflik Iran-Israel, BEI Buka Suara

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku regulator bursa saham di Tanah Air mengakui bahwa eskalasi konflik antara Iran dan Israel telah membuat bursa saham melemah hari ini.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024