'Tulah' Nazaruddin Kini Sasar Proyek e-KTP

e-KTP.
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVAnews - Ada yang tak beres pada pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Komisi Pemberantasan Korupsi pun terus mengendus pejabat yang bermain-main dan mengambil untung dari proyek beranggaran fantastis itu.

Korupsi pada pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri itu tercium dari sejumlah kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan penyidik. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memberi satu contoh simpel kejanggalan dalam pengadaan e-KTP itu yakni teknologi yang dipakai.

Dalam proposal proyek, kata Bambang, teknologi yang yang dipakai adalah pemindai retina (iris technology). "Itu untuk mata. Tapi, kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan finger (jari). Sementara, teknologi CPU-nya iris," jelas Bambang, Kamis 24 April 2014.

Bambang tidak bersedia menjelaskan lebih detail keganjilan itu seperti apa. Namun, dia berjanji membeberkan kejanggalan demi kejanggalan pada proyek e-KTP pada dakwaan tersangka yang baru ditetapkan Selasa 22 April lalu.

Nilai proyek pengadaan e-KTP memang fantastis dan pasti membuat koruptor tergiur. Angkanya yang mencapai Rp6 triliun itu berasal dari tahun anggaran 2011 dan 2012. Dari jumlah total pagu anggaran itu, hasil hitungan KPK soal kerugian negara pun fantastis, Rp1,12 triliun!

Sejauh ini, KPK baru menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat seorang pejabat Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka. Di Kemendagri dia menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Sugiharto dinilai paling bertanggung jawab pada pengadaan e-KTP karena dia juga adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, PPK proyek e-KTP bertanggung jawab atas kontrak dengan perusahaan rekanan.

Selain itu, KPK juga mengendus sejumlah praktik penggelembungan harga. "Misalnya terkait dengan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP," kata Johan.

Meski demikian, KPK berjanji tidak akan berhenti hanya pada Sugiharto. Untuk mencari barang bukti tambahan, penyidik menggeledah sejumlah tempat sejak Rabu 23 April 2014, salah satunya kantor Kemendagri di Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Bahkan, KPK pun menggeledah ruang kerja Mendagri Gamawan Fauzi.

Tak hanya itu, penyidik juga menyasar kantor Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil termasuk ruang kerja Dirjen, direktur dan pejabat terkait pengadaan; Kantor PT Quadra Solution; rumah seseorang bernama Irman; rumah Sugiharto dan juga rumah seorang staf dirjen.

Penggeledahan berlanjut Kamis kemarin dengan menggeledah empat rumah di sejumlah kompleks pemukiman elite, yaitu:

1 Poin dari Markas Persib Cukup Membuat Bhayangkara FC Bersyukur

1. Rumah Andi Agustinus, Central Park Baverly Hills C10 Kota Wisata, Cibubur
2. Rumah Sofran Irchamni, Taman Tirta F20 RT 19 RW 06 Lengkong Raya, BSD, Tangerang Selatan
3. Rumah Berman Hutasoit, Foresta Giardina F11/10 RW 06, BSD, Tangerang Selatan
4. Rumah Tunggul Baskoro Kebayoran Residence cluster Kebayoran Height blok KR A7/18 Rt 02/07, Bintaro, Tangerang Selatan

Saat ditanya apakah kasus ini menyeret menteri sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), Johan menjawab bahwa penyidikan terus dikembangkan.

"Apakah tindakan PPK (Sugiharto) ini ada kontribusi dari KPA dan PA (Pengguna Anggaran), ini tentu masih didalami. Namun, sejauh ini, penyidik baru menemukan dua alat bukti cukup untuk PPK," kata Johan.

Nyanyian Nazaruddin

BUMI Resources Cetak Laba Bersih US$117,4 Juta di Tahun 2023

Terungkapnya skandal pada pengadaan e-KTP ini tak bisa dilepaskan dari peran Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Terpidana korupsi Wisma Atlet SEA Games itu sudah beberapa kali 'bernyanyi' soal konspirasi korupsi di balik e-KTP, jauh-jauh hari.

Dalam catatan VIVAnews, Nazaruddin melalui pengacaranya bahkan menyerahkan berkas dugaan markup pada proyek e-KTP yang anggarannya bersumber pada APBN 2011-2012 ke KPK pada Selasa 24 September 2013.

Usai menyerahkan laporan dugaan korupsi e-KTP, Elza Syarief selaku pengacara Nazaruddin menjelaskan, pemenang proyek pengadaan e-KTP tahun 2011 adalah konsorsium yang terdiri dari lima perusahaan BUMN dan swasta. Perusahaan tersebut adalah Perum Percetakan Negara RI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solu­tion dan PT Sandipala Arthaputra. "Lead konsorsiumnya PT PNRI," ujarnya.

Tapi pada praktiknya, 60 persen pekerjaan percetakan e-KTP diserahkan PT Sandipala Arthapura. Sementara PT PNRI sebagai ketua konsorsium yang seharusnya mengendalikan seluruh pekerjaan secara nasional, hanya mendapat pekerjaan 40 persen. "Proses kartu e-KTP sepenuhnya oleh PT Sandipala, termasuk masalah chip," ucap Elza.

PT Sandipala sebelumnya adalah perusahaan yang dinyatakan pailit dan sudah berakhir izin kerjanya. Kemudian dibeli oleh Paulus Tanos dan kembali beroperasi.

Selanjutnya, kata Elza, dari perjanjian kerja proyek tersebut ternyata PT Sandipala melanggar kesepakatan dengan mengganti kualitas chip e-KTP yang semula spesifikasinya chip STmikroST23YR12 size 12 kilobyte chipstore RSA dan diganti dengan NXP P3 size 8 kilobyte chip3des yang harganya lebih murah. Dan, tentu mutunya pun berbanding lurus dengan harganya.

Arus Mobil saat Mudik 2024 Meningkat, Astra Infra Siapkan Hal Ini

"Tapi justru menggunakan harga yang lebih mahal. Ini yang jadi masalah," katanya.

Selain terindikasi markup, proyek e-KTP juga diduga ada komitmen kekerabatan. Elza menduga, pemilik PT Sandipala, Paulus Tanos memiliki kedekatan dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. "Kedekatannya sudah jelas dalam beberapa proyek di pembangkit listrik di Sumbar," kata dia.

Selain itu, kata Elza, Paulus Tanos juga terindikasi memiliki kendali dalam pembagian komitmen fee proyek e-KTP. "Sekarang dia (Paulus) ada di Singapura, dia residence di sana," ucapnya.

Proyek e-KTP merupakan kasus kesekian yang dilaporkan Nazaruddin ke KPK. Sebelumnya, nyanyian Nazaruddin sudah menyeret sejumlah politisi elite Partai Demokrat ke balik bui.

Bantahan Mendagri

Menanggapi itu, Menteri Gamawan Fauzi tak terima dituding Nazaruddin dalam dugaan korupsi e-KTP. Dia pun melaporkan mantan politikus Partai Demokrat itu ke Polda Metro Jaya, September tahun lalu, karena dianggap mencemarkan nama baiknya.

"Saya tidak terima apa yang diucapkan Nazaruddin. Karena itu mengganggu hubungan sosial dan kredibilitas saya sebagai Mendagri," katanya. [Baca: ]

Lebih lanjut, Gamawan mengaku sudah melaksanakan pembuatan e-KTP sesuai dengan prosedur. Bahkan, imbuhnya, melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam proses evaluasi.

"Kalau Nazar mengatakan ada markup 45 persen, tentu dia harus membuktikan, harus jelas. Karena secara aturan kami sudah memenuhi semua aturan itu. Ini yang saya complain," kata dia, tahun lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya