SOROT 285

Thailand di Ambang Perang Saudara?

Sorot Aksi Bom dan Krisis Thailand
Sumber :
  • REUTERS/Athit Perawongmetha
VIVAnews -
Arab Saudi Kemungkinan Ikut Ajang Miss Universe, Kandidat Lagi Diseleksi Ketat
Patpong Night Market, Thailand, malam itu masih ramai. Suara ratusan wisatawan asing dari berbagai penjuru dunia masih terdengar. Riuh-rendah saling bersahutan dalam beberapa bahasa. Mereka memenuhi bar-bar yang tersebar pinggir jalan. Warung-warung kerajinan dan buah tangan masih tetap buka sampai jauh malam, Selasa, 25 Maret 2014 .

Orangtua Anak yang Tabrakkan Mobil di Mall Jadi Konsumen Chery

Tak sampai sepelemparan batu dari tempat itu, demonstran anti-pemerintah terlihat berkumpul. Mereka memenuhi Lumpini Park, sebuah taman di pusat kota Bangkok. Pada siang hari, mereka biasa menggelar  demonstrasi kecil di sekitar taman ini.
Istri Kena Tuduhan Korupsi, PM Spanyol Bersiap Mengundurkan Diri


Orasi dan aksi massa anti pemerintah berlangsung damai. Pedagang terlihat bebas menjajakan dagangan. Demonstran juga teratur mengambil bahu jalan. Tak sampai membuat macet. Dari pengamatan wartawan VIVAnews , Dwifantya Aquina , di kawasan itu beberapa biksu malah terlihat serius mengambil gambar dengan iPad mereka.

Sejak awal Maret ini, demonstran memang menarik diri dari persimpangan utama Bangkok. Barikade polisi juga telah diangkat. Aksi massa bisa dihitung jari. Jumlah demonstran makin menyusut. Awal bulan ini, pemerintah mencabut status darurat sipil yang telah diterapkan sejak 22 Januari lalu.

Alasan pencabutan, agar sektor pariwisata kembali menggeliat. Namun gantinya, pemerintah menerapkan Internal Security Act (ISA). Berlaku hingga 30 April mendatang. Dengan ISA, jam malam, penangkapan tanpa perintah pengadilan dan sensor media, masih diberlakukan. Namun ISA lebih ringan penerapannya dibanding status darurat.

Kendati demikian, atmosfir ketegangan masih terasa di Bangkok. Kedua kekuatan politik yang berseberangan, konon tengah memobilisasi kekuatan. Warga Bangkok sendiri merasakan peningkatan suhu politik.

"Sebaiknya jangan ke Lumpini Park. Di sana berbahaya. Bahkan kami, warga Bangkok, tidak berani ke sana. Sebaiknya waspada dan menjauh dari lokasi para demonstran berada," kata seorang warga di Sathorn Road kepada VIVAnews yang menyambangi Bangkok pekan ini.


Mencekam


Situasi memang kembali mencekam pekan lalu.  Itu terjadi usai Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil pemilu. Menurut MK Thailand, pemilu inkonstitusional karena tidak digelar serempak di hari yang sama. Pemerintah membela diri. Mereka mengatakan, pemilu 2 Februari itu diganggu massa oposisi.


Demonstran anti-Perdana Menteri Yingluck Shinawatra memang mencegat para pemilih. Mereka diancam, tempat pemungutan suara diserang. Tidak ada yang berani memilih di sembilan dari 77 provinsi Thailand. Hasilnya suara di tempat itu nihil (lihat bagian 3: ).


Sekitar 10.000 tempat pemungutan di seluruh Bangkok juga jadi sasaran demonstrasi massa. Akibatnya, hanya sedikit yang menggunakan hak suara mereka. Pemilihan baru bisa dilakukan ketika situasi aman.


Setelah dianulir MK, pemerintah harus menggelar pemilu ulang dalam waktu 45-60 hari, setelah pembubaran parlemen. Berarti, pemilu berikutnya jatuh antara tanggal 5 Mei atau 15 Mei depan. Namun ada kasak-kusuk di lingkaran politik, seperti dikutip
Bangkok Post
, pemilu ulang akan molor hingga berbulan-bulan.


Usai keputusan MK tersebut, ledakan granat terjadi di beberapa tempat. Tidak diketahui siapa pelakunya. Namun para pendukung keluarga Shinawatra, dikenal sebagai ‘Kaus Merah,’ mulai angkat suara sejak MK keluarkan vonis.


Dua granat meledak di Bangkok, Jumat, 21 Maret 2014, salah satunya dekat Mahkamah Konstitusi. Seorang terluka. Kolonel Polisi Kamthorn Auicharoen mengatakan, granat-granat itu ditembakkan dengan peluncur M79.


Pelemparan granat juga terjadi di tiga tempat kota Chiang Mai. Mengincar sebuah restoran seafood, pom bensin dan pabrik bir. Empat orang terluka, namun berhasil selamat. Akibat insiden ini, 83 persen wisatawan membatalkan kunjungan ke kota budaya itu.


Lebih dari tiga bulan konflik terjadi di negara ini. Sudah 23 orang tewas. Hampir 800 lainnya terluka. Aksi massa di jalan kerap menjadi sasaran serangan tembakan atau bom dari orang tidak dikenal.


Paling lekat di ingatan adalah bom di pasar Rachaprasong, Bangkok, Februari silam.
Reuters
menggambarkan, darah berceceran dan sendal-sendal berserakan saat bom meledak di tengah kerumunan warga. Dua orang tewas, 22 lainnya terluka (lihat ).


Di Ambang Perang


Demonstrasi anti-pemerintah di Bangkok Thailand dimulai sejak November tahun lalu. Pemicunya, Undang-undang amnesti yang disetujui oleh majelis rendah parlemen. Langkah ini lantas jadi senjata bagi kelompok oposisi untuk memanasi situasi.


Oposisi mengatakan, dengan aturan ini, Thaksin Shinawatra berpotensi diampuni dan bisa kembali ke tanah air. Thaksin, kakak kandung Yingluck, digulingkan dari kursi perdana menteri tahun 2006 lalu dan didakwa atas tuduhan korupsi.


Thaksin lari ke luar negeri dan kini tinggal berpindah-pindah. Kebanyakan di Dubai. Dia sempat juga melawat Jakarta. Kendati demikian, namanya masih harum bagi warga di wilayah utara dan timur laut Thailand. Kebanyakan mereka adalah petani. Kebijakan populis Thaksin saat memerintah dianggap memihak pada
wong cilik
.


Massa anti pemerintah yang dipimpin Suthep Thaugsuban, mantan wakil perdana menteri Thailand era PM Abhisit Vejjajiva, menuntut Yingluck turun. Pemerintahan Yingluck, kata dia, adalah boneka Thaksin. "Mesin politik Thaksin harus disingkirkan," kata Suthep.


Puluhan ribu orang kemudian turun ke jalan. Yingluck menolak lengser. Desember 2013, seluruh anggota parlemen dari kubu oposisi mengundurkan diri. Dengan ini, pemerintahan Yingluck dinilai timpang. Akhirnya pemilu harus digelar pada Februari.


Kaus Merah, pendukung setia Yingluck, selama ini tidak terlalu terdengar. Namun belakangan mereka dilaporkan mulai memobilisasi kekuatan. Masyarakat kelas menengah ke bawah ini, seperti diberitakan
Global Post
, bersiap untuk konflik terbuka dengan massa anti-pemerintah.


Anand Panyarachun, mantan perdana menteri Thailand mengatakan saat ini Kaus Merah mulai bangun dari tidurnya. Thailand pun terancam perang saudara. Kelompok ini, kata dia, akan mengincar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Thailand yang mendakwa Yingluck atas tuduhan korupsi  subsidi beras petani.


Benar saja. Jumat, 28 Maret 2014, KPK Thailand dilempari granat oleh orang tidak dikenal.  Ini adalah kali kedua KPK Thailand diserang pekan itu.


Kabarnya, Kaus Merah telah melakukan rekruitmen, mengumpulkan senjata, dan mempersiapkan para wanita untuk memastikan logistik aman saat menggelar aksi tandingan di ibukota, 5 April mendatang. Target perekrutan adalah setengah juta rakyat Thailand di wilayah-wilayah penghasil beras. Mereka siap berperang.


"Kami punya banyak pria mantan militer. Mereka telah melalui pelatihan wajib selama dua tahun. Mereka bisa mengoperasikan senjata berat," kata Pichit Tamoon, 44 tahun, salah satu komandan Kaus Merah. Mantan perwira polisi ini bertugas mengumpulkan massa di Chiang Mai.


"Hampir semua orang di desa berusia di atas 30 tahun bisa menggunakan senapan. Kami pemburu. Namun tidak banyak yang bisa menggunakan senjata berat. Hanya senjata ringan, seperti kayu dan pisau. Kami mengumpulkan orang-orang yang punya pengalaman militer," kata komandan Kaus Merah lainnya, Suphon Attawong, mantan jenderal, dengan julukan "Rambo".


Kelompok ini telah beberapa kali membuat pemerintah kelimpungan. Tahun 2010 lalu, Kaus Merah mengubah ibukota jadi medan perang. Benteng merah dibangun di pusat kota Bangkok, dengan pagar bambu runcing dan kawat berduri. Pertempuran terjadi antara tentara dan massa pro-Thaksin yang menuntut Abhisit turun.


Mereka bersenjatakan senapan yang berhasil dicuri dari barak militer. Sebanyak 91 orang tewas dalam pertempuran beberapa hari itu.


Jenderal militer Prayuth Chan-ocha memperingatkan bahwa kedua kubu kini telah bersiap untuk sebuah pertempuran terbuka. Jika demikian, dia mengatakan, Negara Gajah Putih bisa runtuh. "Negara akan runtuh dan tidak akan ada yang menang atau kalah," kata dia.


Hal ini juga diakui oleh Ketua Komisi Nasional HAM Thailand Niran Pitakwatchara. Negara, kata dia, di ambang perang saudara. "Jika situasinya tetap seperti ini, negara akan runtuh," tegasnya.


Militer Lepas Tangan   


Thailand memang sarat akan konflik pemerintahan dan kudeta. Tercatat sejak negara itu menerapkan monarki konstitusional tahun 1932, telah ada 18 kali kudeta terhadap kepala negara. Namun berbeda dengan kudeta sebelumnya yang hanya terdapat dua kubu yang bertentangan, kali ini lebih rumit.


"Sekarang ada dua, lima atau enam kubu oposisi, kau tidak akan pernah tahu. Isunya beragam dan pemainnya terlalu banyak," kata Anand.


Selain itu, konflik kali ini berbeda karena tidak adanya campur tangan militer. Pihak angkatan bersenjata memilih menjauh dan tidak membela satu kubu pun. Padahal, warga menuntut agar militer turun tangan dan menghentikan kekerasan.


Jenderal Prayuth mengatakan, keterlibatan militer belum tentu memperbaiki situasi. Malah kemungkinan besar membuat situasi makin memburuk. Sejauh ini, tentara di lapangan tidak dipersenjatai.


"Jika kami menggunakan kekuatan penuh, tidak ada jaminan situasi akan kembali normal. Konflik saat ini tersebar lebih luas dibanding 2010. Militer tidak ingin menggunakan senjata dan kekuatan melawan rakyat Thailand," kata Prayuth.


Juga berbeda dengan tahun 2010, pada krisis kali ini belum ada suara dari Raja Bhumibol Adulyadej atau dari pihak kerajaan. Padahal, satu kata saja dari Raja yang sudah sepuh itu bisa mengubah alur konflik.


Prayuth menurut sumber di militer telah meminta Yingluck membujuk Kaus Merah agar tidak datang ke ibukota. Dia khawatir terjadi bentrokan serius antara Kaus Merah dan massa anti pemerintah. Belum lagi dengan banyaknya penembak jitu misterius, yang diduga bekas tentara.


Ekonomi Terpuruk


Pemerintah Thailand sepertinya harus segera mencegah perang saudara terbuka. Pasalnya ekonomi negara makin terpuruk.
Time
melansir, sejak konflik bermula November lalu, ekonomi Thailand merugi lebih dari US$3 miliar. Jika dalam enam bulan ke depan tidak ada perubahan, 2014 akan jadi tahun resesi bagi Thailand.


Sektor pariwisata, salah satu pemasukan terbesar, terkena imbasnya. Jumlah turis menurun 4,1 persen pada Januari dan Februari, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.


Lebih dari 40 negara telah mengeluarkan peringatan berkunjung bagi warganya ke Bangkok. Hong Kong contohnya, mengatakan ibukota Bangkok sebagai tujuan wisata "hitam". Keamanan Bangkok disejajarkan dengan Mesir, Filipina dan Suriah.


Martin Craigs, CEO Pacific Asia Travel Association (PATA) mengatakan, pemesanan paket wisata dari Hong Kong ke Bangkok menurun hingga 50 persen. Bank of Thailand menyadari hal ini dan menurunkan prediksi GDP mereka tahun 2014 menjadi 2,7 persen.


Namun yang paling ditakutkan adalah mandegnya pembangunan Thailand. Tanpa adanya pemerintahan yang berfungsi normal, banyak proyek infrastruktur yang tidak akan jalan. Termasuk di antaranya adalah proyek manajemen-air yang diprediksi akan telat hingga 2015.


"Politik yang tidak stabil telah mengecewakan konsumen dan pebisnis, menjauhkan turis dan mencegah pengeluaran fiskal. Jika pemerintahan baru tidak juga terpilih hingga pertengahan tahun ini, perencanaan anggaran 2015 terganggu, berujung pada mandegnya pengeluaran pada Oktober mendatang," kata ahli di Capital Economics, kepada International Business Times.


Dan, di tengah situasi ekonomi yang memburuk itu, dua kekuatan politik yang berseberangan di Thailand masih tetap keras kepala. Thailand tengah di ambang perang saudara? (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya