Isu Penyadapan Australia terhadap Indonesia

Penarikan Dubes RI di Australia Dinilai Terlambat

Presiden SBY dan Tony Abbott
Sumber :
  • Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki
VIVAnews - Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengatakan langkah Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, untuk menarik Duta Besar Indonesia di Australia sudah tepat. Namun, di matanya hal itu sudah terlambat untuk dilakukan. 
Lippo Karawaci Cetak Pendapatan Rp 17 Triliun di 2023, Kantongi Laba Bersih Rp 50 Miliar

Sebab, aksi penarikan Nadjib Riphat Kesoema, dari Canberra dilakukan Pemerintah usai pemberitaan menyebut nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai target. 
Sekjen Golkar Tegaskan Munas Tak Bisa Dimajukan Sebelum Desember 2024

Dihubungi VIVAnews, Senin 18 November 2013, Hikmahanto menyebut langkah itu lebih tepat dilakukan ketika pemberitaan mengenai pos penyadapan diduga berada di Gedung Kedutaan Besar Australia di Jakarta terungkap. 
Hasbi Hasan Dituntut 13 Tahun Bui, Pengacara: Tak Rasional, Seperti Balas Dendam

"Pertanyaan saya kenapa baru ditariknya sekarang? Kenapa ketika aksi penyadapan menyinggung Presiden SBY dan Ibu Ani, Pemerintah baru menarik Dubes kita di Australia. Buat saya, langkah ini tepat, tapi terlambat," ungkap pria yang menyandang Guru Besar Hukum Internasional dari Fakultas Hukum UI itu. 

Menurut Hikmahanto, publik sudah kadung marah kepada Pemerintah dan Australia. Melihat sikap Pemerintah yang cenderung lembek kepada Negeri Kanguru, lalu mereka bertindak sendiri dengan meretas ratusan situs bisnis dan organisasi nirlaba yang berada di sana. 

Hikmahanto menilai, ketimbang jadi bulan-bulanan dokumen mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward J. Snowden, Pemerintah sekalian bertindak tegas. Caranya dengan mengusir Dubes Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty. 

Langkah ini dianggap Hikmahanto lebih jitu dan tegas untuk menunjukkan bahwa Indonesia tak dapat menerima aksi spionase yang dilakukan Negeri Kanguru. "Kalau sekarang kan, Indonesia seolah-olah menjadi mainan Snowden saja. Pak Marty (Menlu) sudah melayangkan protes dan memanggil Dubes Australia, tapi tidak diberikan penjelasan. Lalu, muncul lagi pemberitaan serupa dan dipanggil lagi Wakil Dubesnya, David Engel," papar Hikmahanto. 

Usir Duber Australia di RI

Menurut dia, daripada melakukan hal serupa dan tidak menyelesaikan masalah, Hikmahanto tegas menyatakan untuk mengusir Dubes Australia di Indonesia. Dia berani menjamin, Pemerintah Negeri Kanguru tidak akan marah kepada Indonesia. 

"Mereka tidak akan marah kepada Indonesia. Malah akan memahami bahwa sebagai negara yang mengklaim mitra terdekat, aksi spionase tidak dapat diterima," kata dia. 

Dia menyebut aksi penarikan Dubes Indonesia di Australia bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya di tahun 1995 dan 2006, Indonesia pernah menempuh jalur serupa. 

Masing-masing untuk kasus Timor-Timur dan pemberian visa bagi 42 warga Papua. Namun, Hikmahanto menyebut aksi penarikan kali ini berbeda, karena penyebabnya sudah menyangkut masalah yang fundamental yaitu kedulatan bangsa. 

"Bila perlu, Indonesia mencontoh langkah yang dilakukan Pemerintah Uni Soviet dengan mengusir diplomat AS lantaran ketahuan menyadap. Apabila AS merasa negaranya tidak menyadap Uni Soviet, mereka berhak mengusir diplomat Uni Soviet," ujarnya. 

Ketika ditanya mengenai dampak dari pemberitaan ini terhadap hubungan kedua negara, Hikmahanto menyebut sangat besar. Di antara kedua negara muncul rasa saling curiga dan tidak percaya. 

"Sekarang Indonesia merasa jangan-jangan kita sedang disadap. Sementara Australia makin tidak percaya kepada Indonesia," kata dia. (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya