Mengenaskan, Umi Atikah Tinggal di Rumah 'Selokan'

Rumah di atas selokan di Kalibaru, Cilincing
Sumber :
  • VIVAnews/ Amal Nur Ngazis
VIVAnews
Ria Ricis Ngonten Pakai Siger Sunda, Netizen: Kode Pengen Jadi Manten Lagi
- Rumah di perkampungan padat, Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, ini paling berbeda. Tak seperti rumah umumnya yang berdiri lurus dan tegak, rumah dari papan ini agak miring. Orang dewasa yang berjalan di depannya bisa melihat seluruh atapnya. Sementara untuk memasuki rumah, harus merunduk. Tinggi rumah itu tak lebih dari 1,5 meter, sepelambaian anak kecil.

5 Tips untuk Mengontrol Emosi secara Efektif, Menghadapi Emosi dengan Tenang

Bedanya lagi, lantai rumah ini bukan berubin maupun tanah kering. Kondisi lantainya mirip selokan, tanahnya basah dengan genangan air dan banyak sampah berserakan. Rumah tanpa jendela ini juga terlihat miring, hampir roboh. Memprihatinkan.
Pertanyakan Ghea Indrawari yang Belum Menikah, Anang Hermansyah Dihujat Netizen


Untuk masuk ke rumah, saat membuka pintu, terdapat balok kayu di atas 'lantai', fungsinya untuk menjadi pemandu jalan penghuni atau orang yang hendak bertamu. Jika sedang hujan, genangan air makin meninggi. Sang empunya rumah, Umi Atikah dan suami terakhirnya, Ridwan, menyiasatinya dengan memakai sepatu bot.

"Kalau hujan memang atap nggak bocor, tapi air dalam rumah makin naik, kalau masuk lewat belakang musti pakai sepatu bot," ujar Umi berkisah, Minggu siang 4 Agustus 2013.


Tiap hari setengah rumahnya terendam air kotor. Untuk itu bila masuk lewat belakang, harus memakai sepatu bot. Hanya kamar tidur yang aman dari genangan air. Rumah papan itu memang kerap tergenang air, pasalnya posisi rumah lebih rendah dari jalan gang.


Umi bersama suaminya telah tinggal di tanah garapan itu sejak 23 tahun silam. Selama itu, rumahnya sudah dua kali roboh. "Saya sudah banyak dihina orang akibat rumah roboh. Ada yang bilang, ya pantasan roboh, rumahnya saja nggak mau diuruk," kata nenek yang telah empat kali berumah tangga itu.


Bukannya pasangan ini tak mau merenovasi. Upaya itu sudah dilakukan dengan bantuan anak angkatnya, renovasi dengan memakai bambu besar. Tapi memang tak bertahan lama. "Hanya bertahan 3 tahun saja. Rumah roboh lagi karena bambunya pecah," ujar ibu 60 tahun beranak lima itu.


Upaya renovasi juga terkendala dengan biaya. Umi sendiri hanya bekerja sebagai buruh cuci sementara Ridwan hanya sebagai tabib. Hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.


Keprihatinan pasangan itu bertambah dengan kurangnya kasih sayang dari anak kandung Umi. Meski salah satu anak kandungnya tinggal sepetak di belakang rumahnya, buah hatinya itu tidak pernah peduli dengan kondisinya.


Meski tinggal dalam satu petak tanah, anak lelakinya itu tak pernah menengok dirinya. Sementara satu anak laki-laki dan dua perempuan yang telah hidup mandiri lama tak menengoknya. Dua anak perempuannya telah tinggal di Bekasi dan Bogor, sedangkan dua anak laki -laki lainnya tinggal sekitar Semper dan sekitar Cilincing. Anak-anaknya jarang sekali mencurahkan perhatiannya di usia senja.


"Hanya sekali datang saat lebaran. Kondisi mereka juga sulit," kata perempuan asal Cirebon itu.


"Diasingkan"


Ia juga mengeluhkan posisinya di kampung tempat tinggalnya. "Oleh Pak RT seperti diasingkan. Saat rumah saya roboh, anak saya belakang rumah lapor. Tapi Pak RT malah kurang meresponsnya, dia minta suruh bapaknya saja yang langsung datang," katanya.


Pasangan itu kini hanya mendapat perhatian dari empat anak angkatnya. Salah satu anak angkatnya sudah mengajak pasangan itu untuk tinggal bersamanya di kontrakan yang sempit tapi dia menolak. "Kami khawatirnya, kalau kerjaan anak angkat nggak berlanjut, datang ke rumah lama ini lagi malu," kata Umi.


Anak angkatnya jugalah yang memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Umi mengatakan anak angkatnya itu sudah tiga kali Lebaran ini mencukupi kebutuhan pokok, misalnya beras. "Kalau beras habis hubungi saya lagi, datang ke kontrakan," ujarnya menirukan pernyataan anak angkatnya.


Meski kondisinya sangat tak layak, Umi dan suaminya masih tetap nyaman tinggal. Ia juga tak mau dipindah ke panti. Umi punya alasan, ia tak mau tanah garapan itu direbut anak kandung yang tinggal satu petak bersamanya.


Meski tinggal di rumah mirip selokan, Umi dan suaminya bersyukur dengan kondisi kesehatannya. "Alhamdulillah sehat terus sepanjang ini," katanya.


Kondisi kehidupannya itu membuat Kementerian Sosial turun langsung memberikan bantuan. Menteri Sosial, Jafar Ali Assegaf, langsung secara simbolis memberikan bantuan uang tunai Rp3 juta untuk kebutuhan pokok serta bantuan Rp10 juta untuk rehabilitasi rumah tak layak tersebut. (sj)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya