Perbedaan Besaran Subsidi Premium dan Solar Bisa Tuai Kontroversi

Ilustrasi/Pengisian bahan bakar minyak di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Rencana pemerintah memberlakukan besaran subsidi yang berbeda antara pemakaian premium dengan diesel (solar) dikhawatirkan membuat target mengurangi beban subsidi pada APBN menjadi tidak efektif. Perbedaan besaran subsidi ini bahkan bisa menimbulkan sejumlah distorsi.

Perbedaan itu bakal memicu peralihan (switching) pemakaian kendaraan berbahan bakar premiun ke diesel, seperti terjadi di India, sehingga pada akhirnya total subsidi untuk bahan bakar masih tetap tinggi, bahkan bisa lebih besar.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengungkapkan pemerintah telah mempunyai hitungan untuk menaikkan harga premium dari saat ini Rp4.500 per liter, menjadi Rp 6.500 per liter, sementara solar naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter.

Dengan harga keekonomian premium dan solar yang relatif sama, angka tersebut menunjukkan pemakaian bahan bakar diesel mendapat subsidi yang lebih besar.

Menurut pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, harga solar yang lebih murah tetap memicu penyelewengannya baik ke industri ataupun ke luar negeri. "Lebih bagus kalau harga solar dibuat lebih mahal dari premium. Jadi potensi penyelewengan oleh oknum tertentu akan sulit dilakukan," kata dia, Kamis 20 April 2013.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahan bakar solar lebih polutif dibandingkan premium. Dengan harga murah, kemungkinan pembelian kendaraan berbahan bakar solar bakal lebih banyak lagi, dan pada akhirnya tingkat polusinya tinggi.

Namun, menurut pengamat otomotif Suhari Sargo, potensi peralihan pemakaian kendaraan berbahan bakar premiun ke diesel dinilai tidak akan terjadi dengan gampang itu.

Menurut Suhari, pasar mobil diesel di Tanah Air lebih besar ke kendaraan komersial, sedangkan bensin di kendaraan penumpang.

Dia menjelaskan, volume mobil diesel untuk kendaraan penumpang, saat ini masih cukup kecil, dan belum tersedia di semua model mobil seperti sedan, hatchback dan city car.

Berdasarkan pengalaman di India, perlakuan yang berbeda antara pemakaian gasoline (premium) dan diesel telah menyebabkan negara ini kini menghadapi dilema.

Ketika Mei 2010, pemerintah India mencabut subsidi untuk gasoline dan tetap mempertahankan subsidi untuk solar, terjadi pengalihan pemakaian bahan bakar dari gasoline ke solar. Penjualan kendaraan berbahan bakar diesel tumbuh pesat, sehingga pemakaian solar naik tajam.

Mengutip data dari Society of Indian Automobile Manufacturers (SIAM), pada 2012-2013 penjualan kendaraan diesel meningkat 35 persen, sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar gasoline turun 15 persen.
 
Akibatnya, kebijakan tersebut menjadi tidak tepat sasaran dan pengeluaran anggaran India untuk subsidi untuk bahan bakar terus membengkak.

Meyakini Kebangkitan Marc Marquez di MotoGP Spanyol 2024

Pengaruh Polusi

Pada 2011-2012, anggaran subsidi bahan bakar naik 26,7 persen. Di samping itu, dari sisi lingkungan hidup, pemakaian bahan bakar diesel yang semakin besar, tingkat polusi juga semakin terasa, terutama di daerah perkotaan.
 
Kini, negara tersebut tengah menghadapi dilema. Karena, di satu sisi tuntutan untuk mengurangi subsidi bahan bakar diesel dan polusi udara terus menguat, di sisi lain industri otomotif dan transportasi negara tersebut sudah sangat  tergantung pada bahan bakar diesel.
 
Untuk mengatasi tersebut, pemerintah India mulai menekan subsidi untuk bahan diesel sehingga perbedaan (gap) harga antara  gasoline dan solar terus diperkecil.

Sejak April lalu, pemerintah India secara signifikan menaikan harga solar naik menjadi sekitar 48 rupee per liter dari sebelumnya 41 rupee per liter, sementara sesuai dengan harga pasar gasoline tercatat 66 rupee per liter. Perbedaan harga antara solar dan gasoline terus diperkecil dengan mengurangi subsidi. (ren)

Viral! Oknum Polisi Diduga Aniaya Istrinya, Ini Kata Polda Sumatera Utara
Antrean penumpang di area baggage drop Terminal 3, Bandara Soetta, Tangerang

Puncak Arus Balik Lebaran 2024 di Bandara Soetta Mulai Menurun

Pergerakan penumpang pada puncak arus balik Lebaran Hari Raya Idul Fitri 2024 yang terjadi pada Senin, 15 April 2024 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, nyatanya mengal

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024