Menanti Nasib Proyek Pesawat N-219 PTDI

Budi Santoso Dirut PT Dirgantara Indonesia
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
Ramalan Zodiak Jum’at 19 April 2024, Sagitarius: Teman dekat Mungkin Mengkhianatimu
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso, menyatakan, kelanjutan proyek pesawat N-219 masih menunggu lampu hijau pendanaan dari konsorsium kementerian dan lembaga terkait. Kementerian dan lembaga itu adalah Lapan, BPPT, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Perhubungan.

Terpopuler: Klaim Israel soal Iran Disebut Halu, Ribuan Pendukung Prabowo Siap Jadi Amicus Curiae

Budi menjelaskan, untuk membuat N-219 dari nol hingga prototipe membutuhkan dana hingga Rp600 miliar. PTDI telah mengucurkan dana hingga Rp100 miliar untuk membuat desain N-219 dan mempersiapkan subkontraktor.
Pujian Shin Tae-yong untuk Australia Meski Dipecundangi Timnas Indonesia U-23


"Saat ini, kami sedang menunggu kepastian pendanaan dari konsorsium kementerian," kata Budi Santoso saat ditemui
VIVAnews
di kantornya, Bandung, pekan lalu. Baca juga wawancara khusus dengan dirut PTDI:


Rencananya, sisa anggaran tersebut akan disokong oleh konsorsium kementerian. Ia menjelaskan, PTDI juga telah menganggarkan Rp100 miliar untuk pengembangan proyek ini. Namun, perseroan harus berhati-hati, mengingat anggaran PTDI terbatas.


"Jika dana ini sudah kami kucurkan dan konsorsium kementerian tidak mendukung, proyek ini dapat gagal lagi seperti N-250," katanya.


Ia menjelaskan, program ini sangat potensial menggantikan DHC-6 Twin Otter yang telah beroperasi puluhan tahun di ujung timur Indonesia. Pesawat N-219 adalah pesawat turboprop bermesin dua dengan kapasitas penumpang 19 orang. N-219 sangat cocok beroperasi di daerah-daerah terpencil dan pegunungan Indonesia.


Selain menggantikan Twin Otter, ia berharap N-219 dapat dijadikan wadah bagi ahli pesawat Indonesia sebagai tempat pendidikan. N-219 merupakan pesawat dengan teknologi sederhana, murah, dan memiliki pangsa pasar tinggi.


"N-219 dapat digunakan
engineer
untuk mengetahui cara membuat pesawat terbang dari satu siklus, dari nol hingga terbang. Setelah itu, kami kembangkan ke produk-produk lain seperti CN-235," katanya.


Ia juga meminta Kementerian Perhubungan mendukung proyek ini dan menjadikan N-219 bisa tersertifikasi dan diakui oleh regulator dunia, yaitu EASA dan FAA. "Kalau Kementerian Perhubungan bisa
approve
dengan EASA, itu salah satu kelebihan Indonesia dibandingkan negara-negara lain," katanya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya