Peras Pengacara, Ketua Pengadilan Negeri Ini Terancam Dipecat

Pemilihan Ketua Mahkamah Agung 2012
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung segera menggelar Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk hakim penerima suap. MKH untuk memproses seorang Ketua Pengadilan Negeri di Kalimantan Tengah berinisial N tersebut akan digelar pada 6 Maret 2013 mendatang.
Edi Purwanto Paparkan Kinerja DPRD Jambi di Hadapan Wakil Konsul AS

"MKH akan diadakan pada 6 Maret 2013. Komisi Yudisial merekomendasikan pemberhentian," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar, Jumat, 22 Februari 2013.
Siap-siap Angkat Kaki dari Manchester United

Menurut Asep, Komisi Yudisial telah menunjuk empat komisionernya untuk mengadili hakim tersebut. 
No Indonesian Victims in the Baltimore Bridge Collapse Incident

Keempat komisioner itu antara lain Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Suparman Marzuki, Ketua Bidang SDM dan Litbang Jaja Ahmad Jayus, dan Ketua Hubungan Antar Lembaga Ibrahim. 

Sementara dari Mahkamah Agung hakim yang ditunjuk adalah Komariah E Sapardjaja, Suhadi, dan Gayus Lumbuun.

"Hakim di Kalimatan Tengah itu diduga menerima uang dari pengacara," ungkap Asep.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh mengungkapkan Ketua Pengadilan Negeri Kalimantan Tengah tersebut meminta uang kepada pihak berperkara sebesar Rp20 juta.

Meski jumlahnya hanya Rp20 juta, KY akan tetap memproses hakim tersebut karena sudah melanggar etika. Imam menjelaskan peristiwa terjadi pada tahun 2010. Hakim terlapor mengaku uang tersebut disetor ke atasannya untuk acara upacara pelantikan Hakim Tipikor.

Imam menduga pengacara yang memberi uang ke hakim tersebut melaporkan perbuatan si hakim karena perkaranya tidak dimenangkan. "Pengacara itu sendiri yang melaporkan. Mungkin dia nggak dimenangkan perkaranya terus lapor ke KY," kata Imam, Jumat, 21 Desember 2012 lalu.

Sebelumnya, Komisioner KY, Taufiqqurrahman Syahuri mengungkapkan alasan hakim terlapor menerima suap, yakni karena ada tradisi sumbangan pelantikan Hakim Tipikor. Bahkan jumlah yang disetorkan bisa mencapai Rp15 juta. Rupanya desakan tersebut menjadi pemicu beberapa hakim menerima suap.

"Jadi ternyata ada tradisi kalau pelantikan Hakim Tipikor, beberapa Pengadilan Negeri itu diminta uang sama Pimpinan Pengadilan Tinggi untuk sumbangan dan juga menyediakan mobil," kata Taufiq.  (umi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya