Larangan Duduk Mengangkang Tak Miliki Norma Hukum

Sepeda Motor
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Larangan terhadap perempuan duduk mengangkang yang diserukan Pemerintah Kota Lhokseumawe tidak memiliki norma hukum yang mengikat. Larangan itu hanya dalam bentuk 'Seruan Bersama'.

Respon Han So Hee Soal Reaksi Hyeri: Memang Lucu Pacaran Setelah Putus?

Disampaikan Kadiv Sipil Politik Yayasan LBH Indonesia, M. Ainul Yaqin, seruan yang ditandatangani pada tanggal 2 Januari 2013 oleh para pemangku kebijakan di Kota Lhokseumawe tersebut tidak jelas kedudukannya dalam tata hukum Indonesia.

Produk hukum dalam bentuk 'Seruan Bersama' tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Dengan demikian keberadaan 'Seruan Bersama' bukanlah sebagai peraturan yang mengikat," katanya.

Bila 'Seruan Bersama' dianalogikan dengan 'Surat Edaran' yang merujuk pada Pasal 1 butir 43, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 55/2010 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri disebutkan bahwa Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak.

Mengingat isi 'Seruan Bersama' hanya berupa pemberitahuan, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan.

Karena itu 'Seruan Bersama' tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir berbagai peraturan di atasnya maupun perundang-undangan yang berlaku. Dan sifatnya hanya pemberitahuan dan tidak bisa dikenakan sanksi bagi yang tidak mengindahkan. Karena, 'Seruan Bersama'  bukanlah norma hukum.
 
Lebih lanjut, justru 'Seruan Bersama' yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe tersebut telah mereduksi berbagai aturan perundang-undangan Hak Asasi Manusia terkait dengan kebebasan berekspresi.

Pada Senin 7 Januari 2013, aturan wanita dilarang duduk mengangkang saat berboncengan sepeda motor. Aturan ini dibuat agar saat duduk di sepeda motor, wanita terlihat lebih sopan dan tidak berpelukan dengan pasangan yang bukan muhrimnya.

Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya adalah orang pertama melontarkan ide mengenai aturan larangan ngangkang di sepeda motor. Menurutnya, perempuan duduk mengangkang bertentangan dengan kesopanan dan mencederai penerapan syariat Islam di Aceh. (eh)

Ketua Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan (TPDK) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis Ungkap Alasan Sri Mulyani Hingga Risma Dihadiri di Sidang MK

Ketua Tim Hukum pasangan calon Presiden Ganjar Pranowo dan calon Wakil Presiden Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mengungkap alasan Risma hingga Sri Mulyani dihadiri di MK.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024