Ormas Pelanggar Kebebasan Agama Versi Wahid Institute

Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, putri mendiang Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Sumber :
  • ANTARA/Ismar Patrizki

VIVAnews - Front Pembela Islam tercatat sebagai kelompok yang paling banyak melakukan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia selama tahun 2012. Mereka melakukan 52 tindakan pelanggaran.

Demikian laporan hasil penelitian dan pemantauan kasus-kasus keagamaan di Tanah Air, yang dilakukan The Wahid Institute, yayasan yang didirikan mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang diumumkan di Jakarta, Jumat, 28 Desember 2012.

Laporan yang dipaparkan Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Rumadi, itu menyebutkan bahwa FPI masuk kategori pelaku pelanggar kebebasan beragama oleh non-negara atau unsur masyarakat. Sebab, ada kategori lain, yakni pelaku pelanggaran kebebasan beragama oleh aparatur negara seperti Kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Namun demikian, Rumadi segera mengingatkan bahwa identifikasi "FPI" yang dimaksud adalah kelompok yang menggunakan atribut bersimbol FPI. "Saya tidak tahu apakah mereka (yang beratribut bersimbol FPI) adalah benar anggota FPI atau tidak, karena bisa saja dibilang atribut FPI kan bisa dibeli di mana-mana."

Menyusul FPI di posisi berikutnya sebagai pelaku pelanggaran kebebasan beragama dalam kategori non-negara adalah warga masyarakat sebanyak 51 tindakan, individu sebanyak 25 tindakan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebanyak 24 tindakan, dan tokoh agama sebanyak 12 tindakan.

Khusus soal MUI, The Wahid Institute menyebut lembaga tersebut "naik kelas", karena pada tahun 2011 berada di posisi 7 dan pada tahun ini pada posisi 4.

"Bentuk tindakan intoleransi yang paling sering dilakukan MUI adalah fatwa-fatwa keagamaan yang menyesatkan kelompok lain, di mana MUI juga meminta Pemerintah melarang kelompok tersebut. Selain itu, MUI kerap menebar rasa benci terhadap aliran-aliran yang mereka sesatkan," tutur Rumadi.

Semua Pihak Diminta Tunjukan Kedewasaan Politik dan Menerima dengan Lapang Dada Hasil Pemilu

Menanggapi laporan The Wahid Institute, Ketua Dewan Pembina Daerah FPI Jakarta Habib Salim Alatas, balik mempertanyakan kasus pelanggaran seperti apa yang dilakukan FPI. Selama ini FPI senantiasa menjunjung sikap toleransi kebebasan beragama. Namun tidak ada toleransi terhadap segala bentuk penodaan agama.

"Kami selalu menghormati prinsip kebebasan beragama. Tapi untuk hal-hal yang bersifat penodaan agama, itu tidak bisa kami terima dong. Misalnya ada yang mengaku nabi baru, itu kan termasuk penodaan agama," ujar Salim saat dihubungi, Jumat 28 Desember 2012.

Anies Berkunjung ke Rumah Dinas Cak Imin: Tradisi Lebaran Kita Saling Berkumpul

Oleh karena itu, Salim tak ingin terlalu memikirkan catatan dalam laporan The Wahid Institute terkait FPI itu. Ia menganggap penelitian itu telah salah kaprah. "Kami anggap itu angin lalu saja. Islam itu mengajarkan cinta damai, FPI pun cinta damai." kata Salim.

Selama ini, FPI dalam melakukan kegiatan selalu berkoordinasi dengan pihak berwenang. "Masyarakat resah dengan aktifitas tempat maksiat, misalnya, kami laporkan ke polisi. Kalau polisi tidak melakukan tindakan apa-apa, ya masyarakat bergerak. FPI hanya mendukung masyarakat di situ," kata Salim.

Bikin Kagum, TVXQ Ucapkan Selamat Lebaran Bagi Penggemarnya di Indonesia

Pembiaran

Laporan yayasan yang didirikan mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid  juga merilis bahwa pembiaran atau kelalaian aparat penegak hukum adalah bentuk tindakan terbanyak pelanggaran, yakni sebanyak 33 kasus.

Dalam banyak kasus, aparat tidak menindak pelaku intoleransi atau pelanggaran hukum atas dasar agama yang umumnya dilakukan kelompok mayoritas. "Yang diminta mengalah dan dievakuasi biasanya justru korban. Alasannya, demi menghindari konflik yang lebih besar."

"Lihat saja yang terjadi dalam kasus pelaksanaan ibadah HKBP Filadelfia Kabupaten Bekasi atau GKI Yasmin. Tahun ini masih dijumpai tindakan 'mengorbankan korban' dalam bentuk kriminalisasi lewat pasal penodaan atau menyebarkan kebencian dan permusuhan. Di antaranya dialami Pemimpin Syiah Tajul Muluk," papar Rumadi.

Sedangkan korban terbanyak korban pelanggaran oleh aparatur negara adalah umat kristiani dengan 37 tindakan. Setelahnya disusul kelompok yang diduga sesat (25 tindakan), individu (14 tindakan), anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia (13 tindakan), anggota/penganut Syiah (12 tindakan). (umi)

Universitas Nasional (Unas) Jakarta

Unas Bentuk Tim Pencari Fakta Usut Dugaan Plagiat Prof Kumba Digdowiseiso

Rektor Universitas Nasional El Amry Bermawi Putera bentuk Tim Pencari Fakta dugaan pencatutan nama dalam publikasi jurnal internasional yang melibatkan Kumba Digdowiseiso

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024