Dana Riset Rendah, Inovasi Indonesia Meredup

Ilustrasi Penelitian
Sumber :
  • uic.edu

VIVAnews - Dalam upaya penguatan sektor riset dan teknologi untuk meningkatkan sebuah inovasi, Kementerian Riset dan Teknologi bersama Komite Inovasi Nasional (KIN) dan Dewan Riset Nasional (DRN) mengupayakan agar dana untuk riset Sains, Teknologi dan Inovasi (STI) mencapai 1 persen dari total (Produk Domestik Bruto) PDB di Indonesia.

Saat ini, anggaran untuk riset STI di Indonesia hanya mencapai 0,15 persen dari total PDB. Anggaran itu dirasa kurang untuk membiayai penelitian-penelitian untuk kemakjuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia.

Menurut Ketua Komisi Inovasi Nasional (KIN), Zuhal, tugas KIN saat ini adalah memperbaiki ekosistem iptek di Indonesia. Namun untuk membuat ekosistem tersebut butuh dana yang tidak sedikit.

"Saat ini total PDB Indonesia mencapai Rp2.000 triliyun, dan kita menginginkan 1 persen dari total PDB itu, yaitu sekitar Rp20 triliyun," kata Zuhal, saat ditemui di acara Media Gathering "Kick Off Inisiatif 1-747 Untuk Meningkatkan Daya Saing Indonesia Melalui Penguatan Riset dan Teknologi", di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, 20 Desember 2012.

Ia menambahkan sekarang hanya riset-riset kecil yang bisa dibiayai. Sementara riset-riset besar tidak bisa dibiayai. Selain itu, sebenarnya Indonesia memiliki periset unggul, namun banyak yang dibajak oleh negara lain.

BI Bolsters Rupiah Stability with Interest Rate Hike to 6.25 Percent

Bentuk Konsorsium

Menteri Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta, juga mengakui bahwa anggaran untuk riset masih sangat kecil. "Namun, kami terus berusaha agar anggaran riset dapat ditingkatkan," ujarnya.

Namun, dia menambahkan, Kemenristek tidak putus asa dengan dana yang kecil. Strategi untuk mendapat bantuan dana adalah dengan membentuk konsorsium-konsorsium dengan lembaga pemerintah untuk mendapatkan tambahan dana.

Menurut Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Andrianto Handodjo, upaya untuk mendapatkan anggaran harus mencercermati finansial space yang sekarang, yaitu dengan memikirkan apakah pengeluaran subsidi dapat dikurangi dengan usaha-usaha di bidang iptek, di mana pengurangan subsidi dimanfaatkan untuk pembiayaan riset.

"Saat ini Indonesia belum memiliki pos dana tersendiri untuk penelitian, hal ini yang membuat hasil riset di Indonesia tidak terlalu kuat," kata Andrianto Handodjo. (ren)

Ford Fiesta Nekat Tembus Jalur Bromo, Berujung Tersangkut di Rawa
Ilustrasi sugar baby bersama sugar daddy.

Indonesia Jadi Penghasil Sugar Daddy Terbanyak ke-2 di Asia Tenggara

Sugar daddy ini merupakan seorang pria dewasa kaya dan mapan, yang gemar jalin hubungan dengan wanita lebih muda darinya dan senang memenuhi segala kebutuhannya tersebut.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024