- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Para perajin tahu dan tempe di beberapa daerah menepati rencananya menggelar aksi mogok massal sejak Rabu hingga Jumat besok. Perajin turun ke jalan untuk memprotes mahalnya harga bahan baku kedelai yang mencekik produksi mereka.
Menanggapi permasalahan itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menegaskan, hal tersebut merupakan hak mereka sebagai pedagang. Namun, dirinya kecewa dengan aksi sweeping tahu tempe yang dilakukan di pasar-pasar selama aksi mogok tersebut dilakukan.
"Saya hanya mohon, mbok jangan sweeping. Ini bulan Ramadan kan mubazir, saya tak setuju," ujar Bayu di kantornya Jakarta, Kamis 26 Juli 2012.
Bayu menegaskan, aksi swepping tersebut menciderai para konsumen itu sendiri. Tanpa disadari, para pedagang ikut bersalah karena kelangkaan tersebut.
"Rasanya tidak elok, kalau dijual saja kan nanti akan habis, lalu tidak usah produksi dulu," tambahnya.
Kendati demikian, Bayu mengaku memahami alasan di balik aksi mogok dan sweeping yang dilakukan segelintir pedagang tahu dan tempe tersebut. Salah satunya adalah para pedagang menyadari permintaan tahu dan tempe selama bulan Ramadan memang cenderung menurun. Kondisi ini telah menjadi tren tahunan yang terus terjadi.
Selain itu, pada periode tersebut, para perajin sebenarnya mengurangi produksi komoditas itu. Penyebabnya, mayoritas perajin tempe telah pulang kampung karena ada tradisi tahunan menyambut bulan Ramadan. "Makanya menurut mereka, ya sudahlah di-sweeping," ungkapnya.
Untuk produksi kedelainya, pemerintah mengaku memiliki persediaan selama tiga bulan kedepan. Pasokan itu mencukup kebutuhan masyarakat yang mencapai 150 ribu hingga 200 ribu ton per bulannya.
"Ini semua tersebar di seluruh pedagang, tetapi memang agak mahal. Kedelai impor di Indonesia juga masih aman," tutur Bayu. (asp)