Kesepakatan Saling Contek Saat UN

Ujian Nasional
Sumber :
  • Antara/Seno S

VIVAnews - Ujian Akhir Nasional sudah selesai, namun masih menyisakan sejumlah masalah yang belum terselesaikan. Salah satunya indikasi kecurangan yang diadukan orangtua salah satu murid kelas 6 di Sekolah Dasar (SD) 06 Petang Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Irma Winda Lubis mengadu ke Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) adanya kesepakatan yang didoktrinkan pihak guru kepada siswa sebelum mengikuti ujian akhir di sekolah tersebut. Isinya, siswa di sekolah ini saling bertukar isi jawaban UAN dengan temannya. Namun, kejadian tersebut tidak boleh diberitahukan kepada siapapun, termasuk orangtua.

Kepada Komnas PA, Winda pun melampirkan kronologi. Berikut kronologi singkat temuan indikasi kecurangan tersebut:

10 Mei 2011

Hari pertama Ujian Bahasa Indonesia. Winda masih sempat melihat anaknya, MAB, semangat saat diantar ke sekolah. Atas permintaan sang anak, Winda tidak menunggu sampai ujian selesai.

Saat menjemput, Winda menemukan kejanggalan dalam tingkah laku MAB yang terlihat tidak semangat. Saat bertanya soal ujian, Winda mendapat jawaban: ”Insya Allah bisa Bunda. Tapi jangan tanya yang lain. Kalau sampai di rumah boleh Abang minta waktu di kamar sendiri? Abang ingin sendiri.”

Penasaran, Winda berusaha terus mencaritahu penyebab kemurungan sang anak. Apalagi, sesampainya dalam mobil sambil berjalan pulang ke rumah MAB berkata: ”Andaikan saya enggak masuk Jumat kemarin, pasti tidak terlibat dengan kesepakatan tolol ini. Saya ingin rasanya cepat–cepat selesai dari sekolah ini."

Winda pun makin penasaran dan terus menanyakan ada apa. Setelah dibujuk, MAB akhirnya bercerita sambil menangis dan menahan sakit di bagian dada. Di tengah panik Winda, MAB menceritakan bahwa ada kesepakatan bahwa semua peserta ujian di sekolahnya menyontek.

Bermula Jumat, beberapa hari sebelum ujian, MAB dipanggil guru berinisial A bersama dua siswa lainnya. Dalam pertemuan itu, guru meminta siswa membuat kesepakatan bahwa semua siswa boleh mencontek. Tapi, siswa tidak boleh menceritakan kepada siapapun, termasuk orangtua, mengenai apa saja yang terjadi saat ujian. Guru menyebut hal ini demi kebaikan. "Rahasia ini harus kami simpan sampai kapanpun,” cerita MAB.

Tak terima dan kecewa dengan kejadian ini, Winda kemudian memutar balik kendaraan menuju sekolah untuk mengklarifikasi 'kesepakatan' itu. "Saya merasa kecolongan dan dikhianati. Bagaimana mungkin seorang guru menganjurkan anak-anaknya secara bersama melakukan kecurangan untuk ujian dan pegawas diam saja," kata Winda.

Tiba di sekolah, MAB menemui guru A yang disebut membuat kesepakatan untuk menyampaikan bahwa dirinya keluar dari kesepakatan itu. Sang guru, menurut Winda, seolah-olah menghindar dari pembicaraan MAB. Menurut Winda, guru yang bersangkutan mengatakan, "Ini hanya salah persepsi saja. MAB tidak perlu takut, tidak ada kesepakatan itu.” Namun, detik berikutnya, sang guru menyatakan bahwa hal itu terjadi di mana-mana dan meminta Winda tidak melawan arus.

11 Mei 2011

Winda dan suami mencoba mengontak Komnas PA dan Posko pengaduan UN dari Dinas Pendidikan. Namun, Winda hanya bisa mengontak Komnas PA, sementara telpon Diknas tidak bisa.

Winda dan suaminya sempat mengantar lagi MAB ke sekolah di hari kedua ujian. Winda dan suami pun bermaksud menemui guru dan kepala sekolah sekaligus. Setelah bertemu, Winda menilai penjelasan kepala sekolah bertele-tele. Sementara guru yang sempat membuat kesepakatan tidak juga hadir.

Winda mencari bukti bahwa doktrin itu ada dengan merekam pernyataan sejumlah siswa, teman MAB, dengan handycam. Meski awalnya takut-takut, namun ada beberapa siswa yang angkat suara. Dari salah satu teman MAB, Winda menemukan fakta baru bahwa kesepakatan itu dibuat tertulis dan dikumpulkan ke guru masing-masing.

Isi kesepakatan tertulis yang dibuat anak-anak itu: ”Tidak boleh memberi tahu apapun yang terjadi saat UN sampai kapanpun, bahkan kepada orangtua, keluarga maupun teman. Kecuali teman satu kelompok.”

12 Mei 2011

Pagi saya dan suami kembali datang ke sekolah ingin menindaklanjuti kasus ini. Guru A yang semula menghindar kemudian menyapa Winda dan meminta maaf. Guru A pun mengakui kesepakatan itu dan mengatakan hal itu sebenarnya bertentangan dengan hati nuraninya. Namun, guru A ditekan oleh yang lainnya untuk terlaksananya program wajib belajar 9 tahun. "Kasihan kalau anak–anak sampai tidak lulus," kata guru A dikutip Winda.

13 Mei 2011

Winda dan suami membuat surat pengaduan resmi dengan mendatangi kantor Komnas PA.

Cak Imin Siap Hadiri Sidang Putusan Sengketa Pilpres Jika Diwajibkan MK

Diklarifikasi, Kepala Dinas Pendidikan DKI Taufik Yudi Mulyanto pun mengaku sudah memanggil kepala sekolah menjelaskan kasus ini.

Sementara Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait sudah melayangkan surat untuk audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta dan perwakilan Kementerian Pendidikan Nasional. "Ini kasus serius," kata Arist.

ISIS Tembaki 20 Pejuang Bersenjata Palestina hingga Tewas di Suriah
Eko Patrio

Eko Patrio Bersyukur, Gelar Halal Bihalal Dihadiri Sederet Artis dan Komedian Senior

Eko Patrio menggelar acara Halal bihalal di kediamannya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 20 April 2024. Eko mengundang sederet artis dan komedian senior.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024