NII Juga Mengincar Anak SMA

Bendera NII
Sumber :
  • picasaweb.google.com

VIVAnews -Agresif. Begitulah aktivis Negara Islam Indonesia menjaring pengikut. Rekrut siapa saja. Orang kantoran, pembantu rumah tangga, pengusaha, artis, mahasiswa, bahkan para remaja Sekolah Menengah Atas.  Pengikut dari golongan terakhir  itulah yang bikin cemas orang tua.  Sebab daya tahan para remaja itu masih rapuh.

Serangan Iran Dimulai, Israel Tutup Seluruh Sekolah hingga Waktu yang Belum Ditentukan

Soal menyusupnya aktivis NII ke sekolah-sekolah itu dikisahkan oleh Ketua NII Crisis Center, Ken Setiawan, Jumat 6 Mei 2011. Ken Setiawan adalah mantan aktivis NII. Kini dia mendirikan Crisis Center.

Crisis Center itu menerima pengaduan.  Dari orang-orang yang anggota keluarganya hilang. Tim mereka akan melakukan klarifikasi. Sepanjang April 2011, lembaga ini menerima  sekurangnya 2000 pengaduan. Dari yang sudah diklarifikasi, 488 ternyata disabot NII.

Dirut PLN Pastikan Kesiapan Sistem Kelistrikan Jawa-Madura-Bali Untuk Layani Lebaran

Ken memastikan bahwa aktivis NII gencar merayu anak-anak tanggung. Remaja sekolah. Dari penelusurian yang dilakukan tim, Crisis Center menemukan bahwa sebuah sekolah di Bogor, Jawa Barat, sudah digarap aktivis NII.

Sepuluh guru di sekolah itu sukses dirayu. “Tujuh diantaranya sudah terkonfirmasi,” kata Ken.

Respon Ketua BEM UI Terkait Tantangan Ajakan Anggota TNI untuk KKN di Papua

Bagaimana kiat jaringan itu menyusup ke sekolah. Caranya banyak. Terjun langsung. Juga mengunakan jaringan yang sudah ada di sekolah itu. Dari penelusuran yang dilakukan tim Crisis Center, diketahui bahwa salah seorang guru di sekolah itu, mempunyai saudara yang mengajar di Al Zaytun  Indramayu, pimpinan Panji Gumilang. Panji Gumilang, kata Ken, adalah pimpinan NII.

Sekolah mana saja yang sudah disusupi jaringan itu, Ken menolak membukanya. "Kami khawatir jika dipublikasikan akan geger," katanya.
Ken Setiawan mengisahkan bahwa penyusupan ke sekolah itu diketahui dari orang tua salah seorang murid yang melapor ke Crisis Center.  Selain mengadu soal anaknya, "Orangtua itu juga melaporkan bahwa banyak juga murid-murid lain yang direkrut,” kata Ken. Bahkan ada  lima murid yang tinggal satu gang yang 'hijrah' ke NII.

Sang orang tua mencium keganjilan lantaran nilai sekolah sang  anak terjun bebas. Padahal anaknya itu dipercayakan menjadi Ketua Paskibra. "Ketua Paskibra kan tidak bodoh. Tapi pasca bergabung nilainya anjlok," jelas Ken.
Perilaku anak yang dibanggakan itu pun berubah aneh.  Sudah berani menilep uang.  Minta uang dengan alasan menganti laptop teman yang hilang. Padahal itu bohong belaka.  Orang tua yang gelisah itu lapor sekolah. Dari situlah diketahui bahwa ternyata si anak ini terjerumus ke NII.

Selain menelusuri jaringan ini, Crisis Centre juga mendampingi korban dan keluarga guna rehabilitasi. Banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak mereka sudah masuk perangkap. Kalaupun tahu, mereka tidak mengerti cara menanganinya.

Modus menyusup ke sekolah itu, sesungguhnya sudah lama berlangsung.  Tujuannya dua. Dana dan kaderisasi. Dana bisa didapatkan dari anak-anak yang orang tuanya mampu. Selain anak orang kaya, “Mereka juga merekrut anak-anak berprestasi yang pintar ngomong,” kata Ken. Anak-anak berprestasi itulah yang melakukan indoktrinasi kepada  teman-temannya.
Meski tidak mampu, juga tidak cerdas, tetap diincar oleh aktivis NII.  Sebab, "Mereka pun bisa mendatangkan uang, dengan cara disebar ke ATM-ATM, pom bensin untuk menghimpun sumbangan," katanya.

Dari penelusuran VIVAnews.com  ke sejumlah sekolah di Bogor, memang ada sekolah yang pernah menjadi target NII.  Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7, misalnya, pernah menjadi target jaringan itu. Sekolah itu terletak jalan Palupu Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.Penyusupan jaringan itu terjadi, "Tahun 1990-an. Waktu saya menjadi guru," kata Kepala Sekolah SMAN 7 Bogor, Surya,  saat ditemui VIVAnews.com di ruang kerjanya, Jumat 6 Mei 2011. Saat itu, kata dia, salah satu guru di sekolah tersebut merupakan pengikut NII dan pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, pimpinan Panji Gumilang.

Guru tersebut, kata dia, kemudian pindah dan mengajar di sekolah lain. "Kami tidak tahu di mana tempat dia mengajar," kata Surya yang sudah menjadi kepala sekolah sejak 2008 itu.

Surya menjamin bahwa 63 guru yang mengajar di SMAN 7 sekarang bukan pengikut NII. "Karena tingkah lakunya tidak ada yang mencurigakan.” Meski demikian, Surya berjanji akan terus menelusuri latar belakang guru yang terdaftar di sekolah yang dia pimpin.

Selain itu, Surya juga mengatakan pihaknya berupaya agar 118 siswa yang ada terhindar dari perekrutan NII. Caranya dengan pengetatan pengawasan.

Salah satu kegiatan yang diawasi secara intensif adalah pengajian siswa. "Mentor pengajian bukan dari luar sekolah atau mahasiswa tapi langsung guru agama," imbuhnya. Jika mentor pengajian diambil dari luar, dia khawatir, ajaran yang disampaikan akan kebablasan dan menyimpang.

Secara pribadi, Surya tidak setuju dengan gerakan NII yang menggunakan cara cuci otak. ”Lebih baik, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan berbagai macam suku,” tegasnya.

Laporan soal NII menyusup ke sekolah juga datang dari Demak, Jawa Tengah.  Seorang siswa di sana dicuci otaknya oleh sekelompok orang. Crisis Center masih menelusuri apakah ini ulah NII atau bukan.
35 Ribu Anggota

Pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII, Al Chaidar, menyatakan bahwa total anggota NII mencapai lebih dari 30 ribu orang. "Seluruh anggota NII berjumlah 35 ribu. Mereka terbagi menjadi 14 faksi, dan 14 faksi itu terbagi lagi ke dalam dua pandangan," kata Al Chaidar.

Al Chaidar menjelaskan dari 14 faksi yang ada di NII, tujuh di antaranya menganut paham kekerasan dan terorisme, sedangkan tujuh faksi lainnya tidak mau lagi terlibat dalam kekerasan. Faksi yang anti-kekerasan itu antara lain faksi Kamil al Nafi di Kalimantan Timur yang mengajarkan salat malam dan zikir. “Tapi faksi yang pro-kekerasan lebih dinamis, kreatif, cekatan, dan kaya,” terang Al Chaidar.

Ia mengatakan dua faksi NII yang saling bertentangan itu bisa saja terdapat dalam satu daerah sekaligus, tidak mesti berada di daerah yang berlainan. “Misalnya di Aceh ada faksi pro-kekerasan dan anti-kekerasan,” tutur Al Chaidar. Sampai saat ini, imbuhnya, ke-14 faksi NII itu seluruhnya masih aktif. Masing-masing dipimpin oleh 14 imam.

Para imam itu hanya diakui di dalam faksinya sendiri. “Di luar faksi, dia tidak legitimate,” kata Al Chaidar.

Menurutnya, NII memang memiliki daerah basis yang cukup banyak, antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lombok, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku.

“NII eksis di 16 provinsi. Tapi mereka tidak ada di Jakarta, Bali, dan Papua,” ujar Al Chaidar. NII dahulu dikenal dengan nama Darul Islam (DI). DI bermula dari gerakan politik yang diproklamasikan oleh Kartosoewirjo di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tahun 1949. Tujuan gerakan itu adalah menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan Islam sebagai dasar negara.

Dalam perkembangannya, NII dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia. Namun mereka tetap eksis dengan diam-diam. Dalam situs NII Crisis Center yang ditujukan untuk membantu para korban NII, kelompok ini disebutkan menghalalkan segala cara mulai dari merampok, mencuri, menipu, memeras, merampas, bahkan melacur, demi mencapai tujuan gerakan mereka.

Kisah Anggota NII

Sejumlah mantan anggota NII terus bermunculan dan mengisahkan pengalamannya. Salah satunya adalah Nasir Abbas yang sekarang menjadi pengamat terorisme.

Nasir yang juga mantan anggota Jemaah Islamiyah mengisahkan dirinya masuk organisasi yang didirikan Sekarmaji Maridjan Kartosoewiryo itu pada 1987. "Ikut NII 1987, langsung diberangkatkan ke Afghanistan," kata Nasir Abbas.

Menurut dia, NII memang bercita-cita mendirikan negara Islam di republik ini. Khususnya, bagi warga Garut, Jawa Barat. "Argumentasinya adalah menjadi kewajiban umat Islam di Garut. Mereka menganggap Negara Kesatuan Republik Indonesia menjajah NII Garut," kata Abbas.

Namun, menurut dia, belakangan muncul ketidakpuasan terhadap NII. Jaringan NII dianggap sulit berkembang karena tak memiliki akses jaringan yang luas. NII, terlalu lokal untuk mendirikan cita-citanya sendiri.

Sehingga, beberapa orang menjadi pelopor untuk keluar dari jaringan NII. "Itu ada Ustad Abubakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar yang menjadi pelopor keluar dari NII," kata dia.

Abbas sendiri mengaku keluar NII karena ajakan dari Ba'asyir dan Abdullah Sungkar. Lantas, bagaimana tanggapan NII melihat anggotanya keluar? "Mereka (NII) marah, karena Abubakar Ba'asyir memotivasi yang lain untuk keluar," kata Abbas.

Ba'asyir dan Abdullah Sungkar kemudian mengajak bekas anggota NII, termasuk Abbas, untuk masuk organisasi baru yang mereka dirikan, Jemaah Islamiyah. Mereka menganggap JI lebih memiliki jaringan luas sehingga mudah untuk mewujudkan cita-cita mereka mendirikan negara Islam. "Karena hubungan JI sudah internasional dari Afghanistan, Arab dan lain-lain, seperti Banglades, dan Filipina," tutur Abbas.

"Ini yang  membuat hubungan mereka (JI) lebih rapi dari NII. JI  punya hubungan luas, NII lokal."

Namun demikian, misi JI sama dengan NII, yaitu mendukung penegakan negara Islam di Indonesia. Bagi Abbas, NII dan JI itu sama saja. Sehingga, dia juga memutuskan keluar dari JI pada 2003 yang lalu. "Mereka terkontaminasi dengan misi Osama," kata dia.

Menurut Abbas, ketika anggota JI melakukan peledakan bom di Bali pada 2002 yang lalu, orang-orang NII lah yang menjadi tempat berlindung para pelaku peledakan itu. Sehingga, sebenarnya antara NII dan JI memiliki keterkaitan yang sangat erat. "Kaitannya dengan NII, mereka (JI) berasal dari NII," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya