Maizar Rahman

Kapan Gejolak Minyak Stabil

Dua minggu belakangan ini sangat kelabu bagi ekonomi dunia. Dimulai dengan penolakan  bail out (jaminan keuangan) oleh Kongres Amerika Serikat sebesar US$ 700 miliar untuk perusahaan-perusahaan keuangan Amerika yang terjerat kredit perumahan.

Indonesia Siapkan Welcoming Dinner, Kepala Negara Akan Disuguhkan Hidangan Tradisional

Serentak harga-harga saham dunia jatuh  karena kekhawatiran resesi. Bank-bank mengetatkan pinjaman, kegiatan bisnis menurun dengan tingginya bunga kredit. Lapangan kerja dikurangi, pengangguran dan kemiskinan meningkat. Kegiatan bepergianpun berkurang sehingga pemakaian BBM menurun.

Walau akhirnya bail out disetujui, tetap dianggap tidak cukup karena saham-saham dunia masih terus berjatuhan, terburuk dalam 20 tahun terakhir.  Tergoncangnya kepercayaan investor, tidak terkontrolnya pasar, panik yang berlebihan mendorong penjualan besar-besaran saham dengan banting harga dengan tujuan menyelamatkan investasi mereka untuk tidak jatuh lebih jauh lagi.

Situasi tersebut dengan sendirinya juga ikut menggoyang pasar minyak. Terjadi banting harga ‘minyak kertas’  yang didorong oleh kekhawatiran melemahnya permintaan akibat resesi. Sampai hari Jumat yang lalu turunnya harga minyak jenis WTI sudah mencapai US$ 78 per barel. Apabila resesi berlanjut maka dikhawatirkan dapat meluncur menuju US$ 50-70 per barel.

Sedangkan sebelumnya, pada 22 September harga minyak melonjak drastis sebesar US$ 25 per barel hanya karena berita rencana bail out oleh Pemerintah Amerika. Para pedagang dan spekulator buru-buru melepas dolar dan lari ke minyak karena takut kemungkinan nilai dollar jatuh akibat defisit yang disebabkan bail out.

Jadi harga minyak berubah cepat hanya karena ulah spekulan yang bertingkah seperti pesilat, berkelit dari jatuhnya harga dengan membawa uangnya dari minyak masuk ke emas atau sebaliknya.,Minyak sewaktu-waktu merupakan tempat nangkring yang aman dan menguntungkan bagi para investor keuangan.
 
Belumlah jelas kapan gonjang-ganjing resesi dunia dan harga minyak akan surut. Diturunkannya suku bunga dan turun tangannya pemerintah dari berbagai negara untuk memulihkan sistem perbankan  diharapkan dapat mecairkan kembali kebekuan ekonomi yang dikatakan terburuk dalam 70 tahun terakhir ini.

WWF ke-10 di Bali, Putu Rudana: Penanda Air Bukan Isu Ecek-ecek tapi Sangat Krusial

Apakah situasi ekonomi dunia sudah berada di dasarnya dan mulai menyesuaikan diri dengan kondisi baru dan akan mulai bergerak kembali ke pemulihan. Kapan harga minyak akan stabil dan hanya dipengaruhi mekanisme pasar yang fundamental ? Dunia mendambakan stabilitas tersebut karena semua perencanaan perkembangan ekonomi dunia maupun pengembangan investasi migas itu sendiri memerlukan harga minyak yang stabil.

Era harga minyak sejak awal tahun 2000-an sampai sekarang dapat kita bagi atas tiga situasi. Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia yang didorong oleh Cina, India dan negara-negara maju telah mendorong peningkatan menyolok permintaan minyak sedangkan di lain pihak peningkatan produksi tidak mampu mengejar sehingga antara tahun 2003-2007 harga minyak meningkat hampir dua setengah kali mencapai sekitar US$ 70 per barel.

Situasi kedua adalah antara pertengahan 2007 sampai pertengahan 2008 dimana peran spekulan di pasar berjangka sangat dominan dalam mendongkrak harga minyak. Krisis kredit perumahan telah memperlemah nilai dollar Amerika sehingga investor keuangan ramai-ramai berspekulasi masuk ke pasar minyak untuk mengamankan nilai investasi mereka. Harga melonjak dua kali lipat sampai menyentuh US$ 147 per barel.

Situasi ketiga adalah meletusnya gelembung spekulasi yang diperparah krisis keuangan seperti yang kita saksikan saat ini, dampaknya jelas kepada pelemahan ekonomi dunia dan pengurangan konsumsi minyak. Harga minyak telah turun lagi dengan drastis.

Situasi hampir sama terjadi pada waktu resesi ekonomi Asia pada tahun 1998 . Keputusan sidang OPEC di Jakarta pada 1 Desember 1997 untuk menaikkan produksi tanpa menyadari bahwa Asia tengah digerogoti resesi telah membuat terjunnya harga dari $20 menjadi $ 10 per barel. Penyebabnya sangat fundamental: krisis Asia menyebabkan turunnya konsumsi, sedangkan  stok sedang melimpah sehingga peningkatan produksi OPEC sebesar 2.5 juta barel per hari otomatis membuat harga jatuh. Saking traumanya keputusan OPEC  tersebut dijuluki ‘the ghost of Jakarta’.

‘Hantu ‘ semacam itu tentu diharapkan tidak berulang lagi pada saat krisis sekarang ini. Karena itu OPEC akan melakukan pertemuan luar biasa pada tanggal 18 Nopember nanti untuk menetapkan jurus-jurus mencegah jatuhnya harga minyak, antara lain dengan pemotongan produksi.  Namun hal ini   tidak mudah dikonsensuskan di forum tersebut. Kenaikan harga minyak hanya akan memperlambat pemulihan ekonomi dunia dan pada gilirannya akan menurunkan permintaan minyak.

Dalam jangka pendek ke depan, ekonomi dunia masih akan lesu dan merangkak memperbaiki diri. Resesi di Amerika telah mengimbas ke Asia yang umumnya mengandalkan ekspor ke negara Paman Sam tersebut. Pertumbuhan ekonomi dunia 2009 dapat jatuh ke 3%  dari perkiraan semula 3,9%.

Bertahan Meski Berulang Kali Diselingkuhi Andrew Andika, Tengku Dewi Masih Cinta?

Sejak awal tahun ini konsumsi minyak di Amerika sudah turun sebesar 1,3 juta barrel per hari atau 6,4% dibanding waktu yang sama tahun lalu  dan juga diikuti oleh Eropa dan beberapa negara Asia. China dan India yang selama ini  mengalami kenaikan permintaan sudah mulai menunjukkan penurunan. Apalagi negara-negara berkembang sudah sangat kembang kempis seperti misalnya Pakistan yang tidak kuat lagi membayar tagihan pembelian minyaknya dari Saudi Arabia. 

Tahun depan, berbagai faktor yang berkembang cenderung kepada tertekannya harga. Kenaikan permintaan minyak dunia diperkirakan makin rendah atau berkisar di 600 ribu bph (barel per hari). Di sisi produksi, non-OPEC akan memperoleh kenaikan 900 ribu bph.

Sedangkan OPEC sendiri, sebagai hasil dari investasinya yang signifikan dalam beberapa tahun ini, kapasitas produksi cadangannya terus meningkat dan dapat melebihi 4 juta bph, yang dapat digunakan sewaktu-waktu ada hambatan pasokan minyak dari satu negara produsen. Di samping itu meningkatnya produksi BBM non konvensional seperti biofuel, gas yang dikonversi jadi BBM (di Qatar) dan dari tar sand (aspal berpasir, Kanada) tentu akan mengurangi pangsa minyak mentah di pasar minyak.

Pengaruh pelemahan ekonomi dunia saat ini lebih dominan kepada harga daripada faktor geopolitik. Pertikaian Iran-Amerika dan Rusia–Nato maupun bencana alam seperti badai Ike dan Gustav di teluk Meksiko seperti diabaikan.

Karena itu tahun depan harga dapat berkisar hanya pada $ 70-90 per barel tergantung dari perkembangan pemulihan ekonomi.  Namun untuk jangka menengah, pasar masih pesimis atas kemampuan sisi pasokan untuk memenuhi permintaan sehingga harga dapat berada lebih tinggi lagi. Sedangkan stabilitas harga minyak itu sendiri, masih akan tergantung dari stabilitas ekonomi dunia di samping stabilitas geopolitik di kawasan produsen minyak, maupun permainan spekulan.

Penulis adalah Profesor Riset dan mantan Pelaksana Sekjen OPEC

Ketua DPP Partai Aceh, Muzakir Manaf. VIVA/Dani Randi

Eks Panglima GAM Klaim Tolak Tawaran Prabowo Jadi Menteri: Saya Gubernur Saja

Muzakir Manaf Klaim Pernah Ditawari Menteri Oleh Prabowo, Tapi Ditolak

img_title
VIVA.co.id
19 Mei 2024