- AP Photo/Nasser Nasser
VIVAnews - Jelang rencana unjuk rasa besar-besaran di penjuru Mesir Jumat siang waktu setempat, penduduk di Ibukota Kairo terkejut dengan menyingkirnya pasukan khusus dari jalan-jalan.
Sebelumnya, pasukan tersebut sempat dikerahkan untuk mengantisipasi demonstrasi skala besar menentang rezim Presiden Hosni Mubarak.
Menurut kantor berita Associated Press, warga setempat awalnya mengira akan ada rombongan besar pasukan keamanan yang berjaga di sudut-sudut kota. Namun, yang didapatkan warga adalah keadaan yang kosong melompong.
Bahkan, polisi yang biasanya berpatroli sehari-hari di jembatan dan jalanan utama kota Kairo tidak terlihat satupun. Padahal sebelumnya, pasukan anti teror yang jarang terlihat sudah mengambil posisi di beberapa lokasi rawan.
Pemerintah juga telah memutuskan sambungan internet ke beberapa situs jejaring sosial untuk mencegah mobilisasi massa.
Entah apa strategi yang akan dijalankan pemerintah Mesir, namun massa yang marah dikatakan tetap akan menyuarakan tuntutannya agar Presiden Hosnu Mubarak turun. Gejala-gejala munculnya lagi demonstrasi besar, seperti yang berlangsung 25 Januari lalu, sudah terlihat dengan kepulangan Mohamed El Baradei ke Kairo dan dukungan dari kelompok Ikhwanul Muslimin kepada massa untuk berdemonstrasi menuntut berakhirnya rezim Presiden Hosni Mubarak, yang telah 30 tahun berkuasa.
El Baradei merupakan tokoh populer di Mesir karena dikenal sebagai peraih Nobel Perdamaian dan beroposisi dengan pemerintahan Mubarak, sedangkan Ikhwanul Muslimin dikenal sebagai musuh nomor satu pemerintah sehingga dinyatakan sebagai kelompok terlarang.
Ikhwanul Muslimin merupakan penentang Mubarak yang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah. Pada jumat pagi, menurut pernyataan Ikhwanul Muslimin, sedikitnya lima orang pemimpin mereka dan lima orang mantan anggota parlemen ditahan oleh pemerintah Mesir.
Pengacara Ikhwanul Muslimin, Abdel-Moneim Abdel-Maksoud, mengatakan bahwa banyak petinggi dan anggota mereka ditahan oleh pemerintah.