Jalaludin: UU Penodaan Agama Harus Direvisi

VIVAnews - Pakar komunikasi Jalaludin Rakhmat berharap Mahkamah Konstitusi membuat penafsriran lebih spesifk terkait definisi penodaan agama. Dengan begitu kebebasan beragama bisa diakui sebagai hak kelompok.

"Undang-undang ini sekiranya hendaknya direvisi. Atau kalau revisi itu harus di DPR, setidaknya MK sampaikan ke DPR dan pemerintah. Harus disesuaikan dengan perkembangan zaman," katanya dalam sidang uji materi UU Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi, Jumat 19 Maret 2010.

Dia menekankan undang-undang itu tidak boleh dijadikan alat mempidanakan orang. Sepanjang sejarah Islam, penafsiran baru selalu ada. Karenanya ia berpendapat setiap penelitian yang obyektif tidak boleh dianggap sebagai penodaan agama. "Penodaan agama itu kalau dia bersifat mencemooh, mengejek, menghina atau mempermainkan ajaran-ajaran agama," kata pendiri Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) itu.

Kang Jalal, sapaan akrabnya, mencontohkan tafsir ketat penistaan agama yang terjadi di Pakistan. Dia mengisahkan, seorang guru sekolah dasar berpendapat bahwa Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu pertama belum muslim. Nah, otoritas keagamaan di negara itu menganggap pendapat tersebut menista atau menodai agama. "Berdasarkan undang-undnag Pakistan, diadili kemudian dijatuhi hukuman mati," katanya.

Menurutnya, pendapat guru sekolah dasar itu belum final. Namun, karena otoritas keagamaan dan negara mengatur seperti itu, sang guru  harus dihukum mati. Jalal meminta pasal-pasal yang mengundang tafsir ambigu direvisi. "Kapan sesuatu disebut hukum Tuhan? Itu kan juga penafsiran manusia yang mengklaim wakil Tuhan di bumi," ujarnya.

Meski begitu, Jalal menilai undang-undang yang mengatur pencegahan penistaan atau penodaan agama itu perlu dipertahankan. Sebab, masyarakat Indonesia masih religius. "Penodaan agama akan merusakkan tatanan sosial dan menimbulkan kerugian besar, Bukan saja menyebarkan kebencian tapi juga menyinggung perasaan," katanya.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun
Lahan kelapa Sawit. (Ilustrasi)

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, seluas 3,37 juta hektare lahan sawit terindikasi ada di dalam kawasan hutan.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024