Sepi Order, Berbondong-bondong Jadi TKW

SURABAYA POST -- Wajah Darmi (49), perajin anyaman bambu di Dusun Pangklangan, Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, tidak lagi ceria seperti lima tahun lalu. Saat Surabaya Post berkunjung, Kamis (4/2) sore, wanita itu lebih banyak diam.

Putri Anne Blak-blakan Belum Bisa Move On dari Arya Saloka?

Pertanyaan Surabaya Post-pun hanya dijawab dengan kalimat-kalimat pendek. Tangannya terus sibuk menganyam bambu untuk dibentuk menjadi berbagai alat perlengkapan rumah tangga.

Menurut pengakuan Darmi, lima tahun lalu ia sempat kewalahan menerima pesanan. Bahkan sempat pula ia melayani pesanan turis Belanda, Australia dan Inggris. Namun keadaan itu berbalik 180 derajat saat ini. Sebulan, kata Darmi, hanya ada satu pesanan. “ Malah dua bulan lalu tidak ada sama sekali,” keluhnya.

Akibatnya, penghasilan Darmi merosot tajam. Lima tahun lalu sangat mudah mendapat uang Rp 1 juta sebulan. Namun sekarang, Rp 100 ribu saja harus menunggu tiga bulan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Darmi pun terpaksa bekerja serabutan.

Saat musim tanam padi, ia menjadi buruh tanam. Kadang menjadi buruh cuci pakaian dan tukang masak. Menganyam bamboo ia kerjakan sore atau malam hari setelah pulang dari kerja serabutannya itu. “ Kerja apapun yang penting halal. Lha mau menganyam saja ya bisa mati kelaparan,” katanya.

Nasib serupa dialami Tasri (47), warga setempat. Ibu tiga anak ini bahkan sudah lama tidak lagi menganyam bambu. Ia memilih membantu suaminya menggarap sawah karena anyaman bambu karyanya sepi peminat.

“Dulu sebulan bisa ratusan tenong terjual. Sekarang numpuk di dalam itu,” katanya menunjuk tumpukan tenong, tempat tisyu dan tempat buah dari anyaman bambu hasil karyanya yang menumpuk di ruang tamu.

Untuk menghasilkan karya-karya yang sebenarnya memiliki keunikan dan daya tarik tersebut, Tasri mengaku butuh ketekunan dan ketelitian. Bahan-bahannya pun harus dipilih.

Masa Penahanan Siskaeee Diperpanjang Polisi

Beruntung bahan-bahan tersebut tidak didatangkan dari tempat jauh, sehingga mereka masih bisa menekan biaya produksi. “ Satu tenong seperti ini saya jual Rp 25 ribu. Sedang tudung lampu dan tempat buah Rp 15 ribu per biji,” kata Tasri.

Seminggu, kata Tasri, empat orang bisa menghasilkan 150-an tenong. Namun karena sepinya pesanan, waktu sekian hari itu hanya mampu menghasilkan 2 sampai 4 tenong.

Karena kerajinan bambu tidak lagi bisa dijadikan sandaran ekonomi, banyak perajin yang memilih hijrah ke Malaysia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Saat ini, dari 120 perajin yang pernah ada, tinggal 5 orang saja yang masih menekuini kerajinan bambu tersebut.

Kepala Desa Mandirejo, Ali Shobri, mengaku prihatin terhadap nasib perajin bambu yang berbalik 180 derajat tersebut. Ia membenarkan banyak perajin yang menjadi TKW karena menurunnya pesanan. “Dulu sempat ada koperasinya segala. Sekarang perajin mengerjakan sendiri-sendiri, tidak berkelompok, sehingga pesanan menurun,” kata Ali Shobri.

Hal senada disampaikan Kasubdin Perindustrian Dinas Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Heri Purnomo. Ia mengaku pihaknya belum bias berbuat banyak menyelamatkan nasib kerajinan bambu yang ditinggal banyak perajinnya itu.

Pria Ini Belajar Mengemudi Bermodal Lihat Youtube, Hasilnya Mobil Hancur Tabrak Tembok

Namun ia berjanji melakukan pembinaan dan membantu mempromosikan karya-karya tangan terampil wanita Dusun Pangklangan tersebut ke berbagai daerah.

“Setiap pameran pasti mereka kita ajak. Kami juga berupaya mencarikan bantuan modal agar para perajin bisa tetap bertahan,” kata Heri Purnomo.

Laporan: Subekti

Syahrini

Syahrini Diduga Hamil, Sudah Masuk Usia 7 Bulan

Awalnya admin akun gosip tersebut menyoroti perbedaan foto yang tiap kali diunggah Syahrini dengan foto paparazi yang didapatkan netizen itu.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024